Bagi Rafa, dia bisa menghabiskan waktu berhari-hari untuk menikmati masa pengantin baru. Mungkin tidak ada yang berani mengomentarinya secara terang-terangan. Tapi bagi Lila tidak. Meskipun dia sudah sah menjadi istri salah satu pemegang saham rumah sakit, dia tidak ingin menyalah gunakan posisi itu. Dia tetap ingin seperti yang lain, mendapat cuti nikah tidak lebih dari satu minggu.
Maka tak ada pilihan lain bagi Rafa selain menuruti keinginan istrinya meskipun dia masih ingin menghabiskan waktu di puncak, mengosongkan satu lantai hanya untuk mereka berdua. Jika memungkinkan pun dia akan menutup hotelnya untuk sementara hanya demi bisa menghabiskan waktu dengan Lila tanpa ada yang menganggu.
"Jangan sia-sia kan kesempatan, Mal! Hukum tabur tuai udah kalian dapat. Sekarang waktunya menabur kebaikan di hubungan kalian yang baru." Rafa berkata tulus pada Akmal. Dia ikut senang mendapat kabar bahwa Jovita telah memberi kesempatan kedua untuk sahabatnya.
"Nggak akan, Raf. Gue janji sama diri gue sendiri untuk tidak akan menyakiti Ovi lagi. Kemarin gue hampir mati, dan Tuhan udah kasih kesempatan kedua, nggak akan gue sia-siakan."
Rafa mengangguk dengan senyum lega. "Semoga segera nyusul gue."
Akmal mencibir keras ucapan sahabatnya yang penuh dengan kesombongan.
Keduanya sedang berdiri di depan UGD, sama-sama menunggu pujaan hati selesai kerja. Ovi yang terlebih dulu terlihat keluar. Gadis itu langsung menghampiri mereka.
"Lila belum selesai?" tanya Ovi.
"Belum. Duluan aja kalian, besok gue ke rumah lo sama istri." jawab Rafa yang kembali mendapat protes keras dari Akmal.
"Lo nggak baca cerita firaun, Raf? Karena kesombongan, akhirnya tenggelam." ucap Akmal sebal.
"Enak kali tenggelam bersama istri di—"
"Woyy!!" sahut Akmal cepat sambil menutup telinga Jovita sedangkan Rafa tertawa puas.
Jovita menurunkan tangan Akmal dari telinganya sambil tertawa geli. "Kamu pikir aku anak bayi yang nggak boleh dengar obrolan orang tua?"
Tawa Rafa semakin pecah. "Orang tua..." dia mengulang ledekan Jovita.
Akmal segera menarik Jovita ke mobil. Menjauhkannya dari ucapan-ucapan mesum nan sombong yang Rafa lontarkan.
Tak lama setelah mobil Akmal keluar dari halaman rumah sakit, senyum Rafa mengembang saat melihat Lila yang berjalan keluar dengan santai namun terlihat begitu cantik di matanya.
Rafa menunggu sambil bersandar di mobilnya. Begitu Sang Belahan Jiwa sampai di hadapannya, segera ia membukakan pintu.
"Agak malu, Tapi terima kasih." ucap Lila kemudian masuk ke mobil.
Rafa segera memutari mobil untuk masuk dan membawa istrinya keluar dari rumah sakit.
"Mau kemana?" tanyanya. "Hari ini bebas, aku pasti antar ke manapun."
Lila tertawa sambil mencibirnya. "Besok udah mulai kuliah?"
Rafa mengangguk, tangannya menggapai pipi Lila untuk diusap dengan lembut. Jika dituruti, rasanya tidak pernah ingin berpisah dengan Lila semenit pun. Tapi hidup bukan hanya tentang senang-senang. Dia harus kembali berjuang menyelesaikan S2, sesuai rencana yang sudah ia susun setelah gagal seleksi spesialis.
Setidaknya untuk 1,5 sampai 2 tahun, Rafa harus bisa membagi waktu antara pekerjaan dan kuliahnya. Yang terpenting bagi Lila juga. Dulu, dia tidak begitu berminat dengan urusan rumah sakit, tapi berkat kehadiran Lila, yang memberinya pandangan baru maka Rafa tidak lagi keberatan untuk menerima mandat papanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Triage Of Life
Ficción GeneralTriage adalah sistem penentuan untuk melakukan tindakan yang paling prioritas sesuai tingkat kegawatdaruratan. Ada empat warna untuk memberikan derajat penilaian, merah, kuning, hijau dan hitam. Warna merah adalah kasus yang harus didahulukan karen...