Malam ini tubuh Davit terasa sangat remuk, pria itu sampai order koyo via online yang langsung sampai tidak menunggu waktu lama, untuk meredakan nyeri otot di tangan, kaki dan punggungnya. Fitnes benar-benar membuat tubuh Davit terasa remuk.
Setelah koyonya sampai, Davit buru-buru memasangkan di lengan atas kanan kiri, pundak, sampai kakinya. Pria itu duduk di ruang tamu dengan menengadahkan kepalanya ke atas. Pria yang hanya memakai kolor itu tengah meratapi nasibnya sendiri yang sangat menyedihkan. Mau otot tubuh yang bagus saja perjuangannya sangat melelahkan. Davit ingin menelpon Bayu dan memaki-maki pria itu, tapi dia menahannya. Tenaganya seolah sudah habis meski hanya untuk bersuara. Tadi saat siang sampai malam bimbingan bersama Lintang, ia merasa dirinya baik-baik saja. Bahkan ia sempat setrika baju dan dia masih sehat-sehat saja. Namun menuju ke tengah malam, rasa nyeri tidak bisa terelakkan lagi. Davit seolah tidak bisa menggerakkan tubuhnya saking nyerinya.
"Akhh sialan," maki Davit menendang meja dengan kencang. Di meja itu juga ada tugas-tugas mahasiswanya yang harus dia koreksi malam ini, karena besok ia mengajar di kelas tersebut dan akan melakukan evaluasi.
Lintang terbangun tengah malam karena merasa haus, perempuan itu menyingkap selimutnya. Lintang menatap bajunya sendiri, "Masih utuh," batin Lintang. Meski Davit tidak menyukainya, Lintang takut kalau Davit mencuri-curi kesempatan. Terlebih saat ia tahu beberapa hari lalu yang memeluknya bukan genderuwo melainkan Davit. Lintang menyadari kalau tempat tidurnya semula bukan di ranjang, melainkan di kursi, saat ia tidak bisa menahan kantuk saat bimbingan.
Lintang segera melompat turun, perempuan itu menggerayangi tubuhnya sendiri memastikan setiap jengkalnya masih utuh.
"Kemarin saat dipeluk Pak Davit aku dalam keadaan tidur, semalam pun digendong Pak Davit juga dalam keadaan tidur. Huff ...." oceh Lintang. Padahal kalau dia sedang bangun, ia bisa menikmatinya. Lintang memang aneh, takut digrepe-grepe Pak Davit, tapi juga pengen merasakan dipeluk Pak Davit. Padahal umur Lintang sudah dua puluh dua tahun, seharusnya dia bisa bersikap dewasa, tapi Lintang memiliki sifat yang plin plan.
Lintang segera keluar kamarnya untuk menuju ke depur. Namun saat berada di pembatas dapur, perempuan itu berteriak dengan nyaring.
"Ahhhhhh!" teriak Lintang menutup matanya dengan telapak tangannya. Davit yang kaget pun segera berdiri dan menatap Lintang.
"Lintang, kamu kenapa?" tanya Davit mulai berjalan mendekati Lintang.
"Jangan mendekat!" cegah Lintang mengisyaratkan Davit untuk berhenti.
"Kamu kenapa sih?" tanya Davit dengan bingung. Enak-enakan meratapi nasibnya ia malah dikagetkan dengan suara jeritan.
"Kenapa Pak Davit di rumah tidak berpakaian? Pak Davit juga hanya pakai kolor begitu," ujar Lintang.
"Apa saya harus selalu pakai pakaian tertutup di rumah?" tanya Davit dengan ngegas.
"Ya bukan begitu, Pak. Pa Davit hanya pakai kolor sedangkan di rumah ini ada gadis periwin," ujar Lintang.
"Ya kamu kira saya tidak perjiki?" tanya Davit yang masih ngegas.
"Kan Pak Davit sudah belah duren, perjaka dari mananya," kata Lintang dengan kesal.
"Kamu mau saya membuktikan? Saya bisa porotin nih kolor sekarang juga," ujar Davit.
"Kyaaa ... Pak Davit mesuum!" teriak Lintang lagi dengan kencang.
"Heh heh heh ... diam. Jangan teriak-teriak, nanti kedengaran tetangga," ucap Davit memperingati. Lintang segera terdiam, perempuan itu masih menutup matanya dengan kedua telapak tangannya. Namun Lintang tidak tahan, perempuan itu sedikit membuka sela-sela tangannya untuk melihat Pak Davit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Belah Duren
Storie d'amoreApa yang ada di benak kalian saat mendengar kata "Pernikahan Kontrak"? Mungkin sebagian orang akan membayangkan kisah romansa manis dari dua orang yang saling membenci lalu jatuh cinta. Atau seorang pria pemaksa yang tidak ingin kehilangan istri ko...