40. Tombol Restu

378 17 0
                                    


 Kini Davit dan Bayu digiring Pak Seno untuk menuju ke pos satpam. Bak orang yang tengah membawa anak kucing, Pak Seno memegang leher belakang Davit dan Bayu untuk ia seret. Sedangkan Davit dan Bayu tidak bisa berontak, takut kena sabetan maut kumis legendaris dari Pak Seno.

"Duduk!" titah Pak Seno pada Davit dan Bayu. Sedangkan Satpam yang tertidur langsung tergagap bangun.

"Hormat ... Grakk!" ucap Satpam menggerakkan tangannya hormat pada Pak Seno. Davit dan Bayu menatap Pak Munir dengan kompak.

"Hormat ... Grakk!" teriak Davit dan Bayu mengikuti Pak Munir.

Tanpa pikir panjang Pak Seno melepas sandalnya dan memukulnya ke bokoong Davit dan Bayu.

Buggh!

Bughh!

"Aduh!" pekik Davit.

"Siapa yang menyuruh kalian hormat?" sentak Pak Seno dengan garang. Pak Seno seperti tengah memarahi bocah lima tahun yang bandel.

"Katanya orang tua selalu menjadi panutan. Di sini Pak Munir yang lebih tua, aku hanya mengikuti Pak Munir," jawab Davit.

"Aku mengikuti Davit," kata Bayu yang ikut berceletuk.

Brakkk!

Pak Seno memukulkan sandalnya ke pintu pos dengan kencang. Malam-malam begini anak-anaknya malah membuatnya emosi. Tadi Pak Seno tidak bisa tidur dan berniat jalan-jalan ke sekitar rumahnya, tapi ia malah mendapati Davit dan Bayu yang tengah berdebat. Ia hampir berteriak meneriaki anaknya maling, untungnya ia sudah sadar kalau itu anaknya. Dan sekarang pun anaknya tengah membuatnya naik darah.

"Ngapain kalian ke sini malam-malam, hah?" tanya Pak Seno.

"Kangen istri, Pa," jawab Davit.

"Terus kenapa Bayu ikutan?"

"Mau menemui Hukma, Pak."

"Kamu pikir anak saja apaan, hah? Kalian menemui anak gadis orang tengah malam. Mau ngajak malam jumatan?" tanya Seno dengan ngegas.

"Iya, Pa. Kalau diizinkan aku mau ngajak Lintang malam jumatan," jawab Davit.

"Kalau malam jumatan gak apa-apa asal Lintang yang jaga lilin, kamu yang jadi babinya," ketus Pak Seno.

"Pa ...." Protes Davit.

"Maksudnya malam jumat itu melakukan Sunah Rosul, yang mantab-mantab icikiwir itu loh, Pa. Bukan ngepet," keluh Davit.

"Iya, Pak. Kalau ngepet mah kita gak perlu Hukma sama Lintang," sahut Davit.

"Kamu juga. Mau-mau saja diajak Davit yang sesat begitu. Lebih baik kalian berdua itu tidur di rumah, besok ngajar biar gak ngantuk. Ingat kalian Dosen, harus jaga wibawa kalian. Ini dosen malah malam-malam keluyuran di rumah orang."

"Pa, kalau papa gak nyandra Lintang, aku juga gak akan nekat malam-malam ke sini. Aku sudah nikah, Pa. Tapi merasa jomblo," ujar Davit yang kini mulai kesal dengan papanya.

"Kamu nikah karena keegoisan kamu, Davit. Papa melakukan ini demi kebaikan kamu. Kalau kamu belum serius mencintai Lintang, mau dibawa ke mana hubungan rumah tangga kamu? Hubungan rumah tangga itu kalau bisa satu kali seumur hidup. Jangan karena nikah kebutuhan biologis saja, nanti saat sudah masuk tahun ke lima mencari wanita baru. Pernikahan itu tentang komitmen, kesiapan lahir dan batin. Papa ingin tahu seberapa komitmennya kamu pada Lintang. Meskipun kamu anak papa, papa gak akan segan-segan kalau kamu bersikap tidak baik pada Lintang. Pokoknya papa gak mau tahu, sampai kamu benar-benar mencintai Lintang, mau menerima Lintang baik dan buruknya, menerima semua kelebihan dan kekurangannya, papa gak akan memberikan Lintang padamu," oceh Pak Seno.

Belah Duren Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang