24. Kekecewaan

645 33 3
                                    

Lintang merasa tidurnya sangat nyenyak, tubuhnya juga merasa hangat. Sayup-sayup perempuan itu terbangun dari tidurnya. Yang pertama Lintang lihat adalah langit-langit kamar yang tampak mewah dengan lampu yang terang. Lintang terkesiap, perempuan itu segera teduduk bangun.

"Akhhh," ringis Lintang saat merasakan kepalanya berdenyut nyeri.

Lintang menatap pakaiannya yang masih sama, pakaiannya pun juga setengah kering. Lintang celingak-celinguk melihat interior kamar yang sangat mewah. Ia tahu kalau ini bukan kamar di rumah suaminya maupun di rumah mertuanya. Interior kamar ini sangatlah mewah dengan bau yang sangat maskulin.

"Lintang, sudah bangun?" tanya seseorang sembari mengetuk pintu.

"Hah, siapa?" tanya Lintang yang mulai panik.

"Aku masuk, ya!" ijin pria itu.

"I ... iya," jawab Lintang dengan kikuk. Lintang tidak paham ia sedang ada di mana. Pasalnya ia berada di tempat orang asing dan orang yang sepertinya pemilik rumah malah ijin mau masuk.

Pintu kamar terbuka, mata Lintang membulat sempurna dengan bibir yang menganga lebar saat melihat seorang pria tinggi memasuki kamarnya. Pria itu tengah memakai kaos casual pendek dan celana panjang. Rambut basah pria itu membuat air liur Lintang ingin menetes, apalagi ada handuk putih yang melingkar di pundak pria itu.

"Sekarang aku benar-benar melihat dewa di film fantasi," jerit batin Lintang.

Selama ini Lintang tidak pernah melihat pria yang sangat tampan seperti orang asing itu. Bahkan Davit yang digadang-gadang sebagai duren ganteng di kampusnya pun sama sekali tidak ada apa-apanya daripada pria asing itu.

"Lintang, apa kamu baik-baik saja?" tanya pria itu.

"Ka ... kamu siapa?" tanya Lintang balik.

"Kamu tidak ingat aku?" tanya pria itu mengambil kursi yang tidak jauh dari ranjang. Pria tampan itu mendekatkan kursinya ke ranjang yang sedang diduduki Lintang.

"Ti ... tidak. Apa sebelumnya kita pernah bertemu?" tanya Lintang.

"Baiklah kita kenalan lagi. Aku Aidan Putra Pratama, anak Pak Pratama, teman baik ayah kamu. Maafkan aku yang baru menemukanmu. Selama ini aku mencari kamu dan tidak membuahkan hasil. Kita pernah bertemu saat kamu masih SMA, apa kamu ingat?" oceh Aidan sembari mengusung senyum.

Lintang menatap lekat wajah pria itu, ingatan Lintang mundur pada beberapa tahun silam saat teman ayahnya sering datang dan terkadang datang bersama anaknya.

"Kak Aidan yang dulu sering datang ke rumah?" tanya Lintang.

"Iya," jawab Aidan.

Lintang mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia ingat kalau ayahnya punya teman baik bernama Pak Pratama yang sangat kaya. Namun sudah lama Lintang tidak melihat Pak Pratama, dan kini Aidan yang dulu sedikit hitam sekarang menjadi pria yang sangat tampan. Postur tubuh yang tinggi, tegap, dan jakunnya yang membuat Lintang salah fokus.

"Bagaimana bisa aku ada di sini?" tanya Lintang. Pasalnya seingat Lintang ia tengah tertidur di halte Bus.

"Aku gak sengaja menemukan kamu. Awalnya aku hanya jalan-jalan, tapi saat di halte bus aku melihat dua orang pria yang sedang berdiri di hadapan perempuan. Aku kira mereka jahat dan menghampirinya, tapi ternyata aku malah bertemu kamu," jelas Aidan.

"Kenapa Kak Aidan bawa aku ke sini?" tanya Lintang.

"Dulu saat ayah dan ibu kamu meninggal, kami sekeluarga masih di luar negeri dan tidak tahu kabar itu. Setelah bertahun-tahun kami baru tahu dan mamaku memaksaku mencari kamu. Tidak kusangka sekarang kita bertemu. Kamu juga sudah besar," jelas Aidan lagi.

Belah Duren Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang