42. Semua Salah Davit

555 19 0
                                    


 Davit menjalankan mobilnya dengan cepat, pria itu tidak peduli bila harus mengebut di jalanan. Toh masih pagi, pengguna jalan juga belum terlalu padat. Wajah Davit sudah terlihat panik, saat dia ditelpon seseorang di tengah lelapnya ia tertidur, tanpa pikir panjang ia langsung mandi dan bergegas ke kampus. Untung saja tidak semua baju ia pindahkan ke rumahnya, masih ada beberapa baju biasa dan setelan formal di rumah mamanya.

Sesampainya di kampus, Davit segera memarkirkan mobilnya di tempat yang sudah disediakan. Waktu masih menunjukkan pukul enam, tapi ia sudah sampai di sana. Sungguh mencerminkan dosen yang disiplin. Keluar dari mobil, Davit berlari menuju ke gerbang kampus yang di sana ada seorang satpam dan bapak-bapak yang berpakaian khas kurir. Mata Davit membulat sempurna saat melihat kurir itu ingin menyerahkan barangnya ke satpam.

"Pak Kurir!" teriak Davit dengan kencang sembari berlari. Kurir dan Satpam tersebut menatap Davit yang tampak tergesa-gesa menghampiri mereka. Kurir itu menarik barangnya yang akan dia serahkan pada satpam.

"Pak Davit, saya sudah lama menanti Pak Davit di sini. Bisa gak sih agak cepat, saya banyak kerjaan lain," serobot Pak Kurir yang sama sekali tidak bisa santai. Davit yang baru sampai di depan Pak Kurir itu pun menatap barangnya dan menyambar cepat.

"Kita janjian bertemu jam delapan, tapi bapak tiba-tiba ngabarin sudah otw ke kampus. Jelas saya terlambat," jelas Davit yang tidak terima disalahkan.

"Itu bukunya, lain kali saya gak mau dapat order dari Pak Davit. Pak Davit mintanya aneh-aneh, macem-macem, rewel, ribet, repot. Saya tahu kalau pembeli itu raja, tapi raja mana yang membeli buku tentang-"

"Pak, ini saya kasih bonus buat beli jajan anak bapak," ucap Davit yang buru-buru mengambil dompetnya dari saku celananya. Pak Kurir yang tadinya mengomel, kini matanya seketika berubah menjadi hijau.

"Kalau masalah duit, bisalah dibicarakan baik-baik," ucap Pak Kurir itu.

Davit mendengus, pria itu menyerahkan satu lembar uang merah pada Pak Kurir.

"Kapan-kapan order lagi ya, Pak!" pinta Kurir itu menepuk pundak Davit.

"Tadi saja saya diomelin, sekarang disuruh order," ucap Davit yang bersungut-sungut.

"Tadi khilaf. Saya doakan hubungan Pak Davit dengan istri langgeng, punya anak yang imut, lucu, menggemaskan, soleh dan solehah," kata kurir itu sebelum melenggang pergi.

"Iya, makasih," jawab Davit.

Satpam yang sejak tadi mendengar percekcokan Davit dan Kurir pun melirik barang yang dibawa Davit. Sadar akan lirikan satpam, Davit segera mendekap barangnya dan pergi melenggang begitu saja. Satpam itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Pria itu masih kepo dengan barang apa yang dibawa Davit. Kalau pun itu sesuatu yang aneh, ia jadi tahu sisi lain dari dosen yang digandrungi para mahasiswi. Kata kebanyakan mahasiswi, perjaka memang perkasa, tapi duda lebih menggoda.

Davit memasuki mobilnya lagi, pria itu membuka kotak yang berisi beberapa buku yang sudah dia beli lewat kurir tadi. Buku-buku yang sudah dia incar sejak ia jatuh cinta pada Lintang. Davit yang tergesa-gesa pagi ini bukan karena ia mau menemui rekan dosennya, selingkuhannya ataupun orang lain, melainkan untuk menemui kurir dan meminta barangnya. Ia malu bila ada orang lain yang menerima barangnya, apalagi Pak Satpam yang di depan tadi. Satpam kampus dan satpam rumah Davit semuanya suka usil dan suka menggoda orang. Davit tidak mau wibawanya runtuh karena ada yang membuka barangnya.

Buku itu tentang kepuasan hasrat yang dengan terniat Davit beli. Buku-buku itu berjudul 'Tips meningkatkan hubungan agar romantis, Tips hubungan intim, Tips merayu istri, Menjadi suami yang baik, Ayah terhebat dan lain sebagainya. Davit sudah bertekad untuk mempelajari semua buku itu agar menjadi suami idaman Lintang.

Belah Duren Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang