14. Pilih Yang Mana?

710 47 14
                                    

“Pak, Pak Davit yang semalam kelonin aku?” tanya Lintang menggoyangkan tangan Davit. 

Davit berdehem sebentar, pria itu tanpa menjawab segera melenggang pergi begitu saja. Seluruh wajah Davit memerah bahkan sampai di daun telinga. Davit merutuki dirinya sendiri yang keceplosan. 

“Pak, Pak Davit, jawab!” pinta Lintang mengikuti Pak Davit. Begitu pun dengan Hukma yang kepo dengan urusan kakak dan kakak iparnya. 

“Pak Davit sudah keterlaluan sama saya. Apa maksudnya Pak Davit tidur di samping saya dengan diam-diam? Kalau Pak Davit bilang kan saya bisa balik meluk Pak Davit,” oceh Lintang. Davit menghentikan langkahnya dengan spontan yang membuat Lintang menabrak punggung Davit dengan kencang. 

“Aduhh ….” Lintang meringis kecil karena rasa sakitnya. Davit membalikkan tubuhnya dan menatap Lintang dengan pandangan penuh minta penjelasan. 

“Apa maksud kamu?” tanya Davit. 

“Maksud apa?” tanya Lintang balik. 

“Apa maksud kamu bilang kalau saya bilang tidur sama kamu, kamu akan balik memeluk saya?” ulang Davit. 

“Ah itu, saya hanya asal bicara,” jawab Lintang. Davit mengepalkan tangannya dengan kuat, hidungnya kembang kempis bagai banteng di arena, dan tatapannya menusuk Lintang dengan tajam. 

Baru saja Davit ingin percaya diri kalau Lintang memang suka tidur dengannya. Namun kepercayaan diri Davit langsung runtuh saat Lintang mengatakan kalau ia hanya asal bicara. 

“Lintang ….” desis Davit dengan pandangan seolah ingin menghabisi Lintang saat ini juga. 

“Kenapa? Kenapa Pak Davit terlihat marah?” tanya Lintang. 

“Kelak, jangan pernah bicara yang buat saya senang kalau ujungnya kamu jatuhkan!” tandas Davit kembali membalikkan tubuhnya dan pergi meninggalkan Lintang. Lintang mematung di tempatnya, ia tidak merasa salah bicara. Lagi-lagi Lintang terkena amarah Davit tanpa alasan. 

Davit berjalan tergesa-gesa melangkahkan kakinya di koridor kampus. Pria itu melepas kancing kemeja teratasnya karena gerah. Kalau seperti ini caranya, Davit yakin akan terkena serangan darah tinggi di usianya yang masih muda. Punya istri hobinya memberi harapan palsu. Davit sudah terlanjur senang saat Lintang ingin balik memeluknya, tapi kesenangannya tidak bertahan lama saat Lintang langsung menghempaskannya. Bagi Davit, kalau ada perempuan tidak punya hati di dunia ini maka itu adalah Lintang. 

“Awww Pak Davit … dada-nya sandarable,” ucap para mahasiswi saat Davit kembali melepas kancing kemeja nomor duanya yang memperlihatkan dada-nya sedikit. 

“Beruntungnya istrinya dapetin Pak Davit,” ucap yang lainnya lagi. 

“Kalau aku milih Pak Bayu saja, lebih kekar, lebih jantan.” Suara salah seorang gadis menarik perhatian Davit. Davit menghentikan langkahnya dan mundur sedikit tepat di antara para gadis. 

“Eh Pak Davit,” sapa mereka dengan canggung.

“Siapa yang bilang Pak Bayu lebih kekar dan lebih jantan?” tanya Davit. 

“Eh maaf, Pak. Bukan maksud ghibahin dosen. Saya minta maaf,” kata mahasiswi itu yang tidak enak hati. 

Davit semakin kehilangan kesabarannya. Kalau ini di negeri dongeng, sudah pasti ubun-ubunnya mengeluarkan asap panas, dan bibirnya mengeluarkan lahar untuk menyembur siapa pun yang sudah memancing emosinya. 

Belah Duren Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang