XIV. PDKT

24 2 0
                                    

Arletha berusaha tersenyum semanis mungkin. Sepasang netranya terus menatap seseorang yang duduk di kursinya. Tatapan itu membuat orang yang ditatap bergidik ngeri.

"Lo kesambet apa?"

Arletha hanya menjawab pertanyaan Arsen dengan gelengan tanpa melunturkan senyuman. Lalu ia membuka risleting tasnya di bagian depan.

Sebatang cokelat lengkap dengan pita kecil ia letakkan di meja Arsen. Jemarinya mendorong cokelat itu hingga berada tepat di hadapan Arsen.

Arsen semakin menaikkan alisnya. Tidak biasanya Arletha bersikap seperti itu. Semua orang tau, jika berhadapan dengan Arsen, Arletha selalu seperti orang sedang PMS.

"Spesial buat lo," kata gadis itu.

"Anggap aja tanda terima kasih soal kemarin," tambahnya.

Arsen terdiam selama beberapa detik. "Apa mau lo?" tanyanya to the point.

Ia menyadari bahwa Arletha mengubah sikapnya seratus delapan puluh derajat karena memiliki maksud tertentu.

Arletha terlihat gelagapan. Tapi ia berusaha menutupi keterkejutannya.

Gadis berambut hitam itu menggelengkan kepala. "Enggak ada. Ini cuma tanda terima kasih aja."

Melihat Arsen yang menatapnya penuh curiga, Arletha tersenyum paksa untuk menutupi kebohongan. Jangan sampai Arsen mengetahui rencananya.

Tidak adanya reaksi dari Arsen membuat Arletha menarik sebelah tangan lelaki itu dan meletakkan sebatang cokelat berpita di telapak tangan besarnya.

"Gue beneran tulus, Arsen. Ini cuma tanda terima kasih," yakin Arletha sekali lagi.

"Sejak kapan lo tulus?"

"Sejak kemarin," jawabnya sekenanya. "Oh iya, gue mau tanya sesuatu."

Mendadak suasana menjadi serius. Keduanya saling menatap dengan sungguh-sungguh. Arsen menunggu pertanyaan apa yang akan ditanyakan oleh Arletha.

"SELAMAT PAGI, ANAK-ANAK!"

Sapaan guru itu membuat Arletha berdecak kesal. Baru saja ia hendak bertanya alasan Arsen bersikap aneh kemarin. Ia tidak bisa menebak sendiri alasan lelaki itu diam-diam menangis di bahunya kemarin.

Sayangnya Bu Ana sudah lebih dulu datang. Guru itu memang terlalu rajin sehingga seringkali masuk ke kelas sebelum bel berbunyi.

"Nggak jadi," ucap Arletha pada Arsen sebelum kembali duduk di bangkunya.

Arletha sudah menjadi murid kesayangan Bu Ana akibat catatan-catatan pelanggarannya. Ia tidak mau cari gara-gara dengan mengobrol di kelas.

***

Suasana kantin cukup ramai di jam istirahat kedua. Sebagian besar siswa akan menuju kantin untuk makan siang.

Arletha mengedarkan pandangan sambil membawa semangkuk bakso dan segelas es teh di tangan. Senyum manisnya terukir setelah sudut matanya menemukan objek yang ia cari.

Gadis itu duduk di salah satu bangku kantin. Lebih tepatnya duduk di depan Arsen yang tengah menikmati makan siangnya.

Hari ini ia sengaja tidak makan bersama Sarah dan Clara demi menjalankan misinya.

"Ngapain lo di sini?"

Arletha meletakkan sendok dan garpu ke dalam mangkuk. "Lo pikir gue di kantin mau baca buku? Ya gue mau makan."

Arsen memutar bola matanya malas. "Pergi lo! Cari tempat duduk lain."

"Dih. Lo ngusir gue?"

Arsen tak menggubris keluh kesah Arletha. Ia kembali melahap makanannya yang tinggal tersisa sedikit.

Top StudentsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang