XX. Boys

16 0 0
                                    

Malam mulai larut, seorang gadis berambut pirang belum juga memejamkan mata. Ia tenggelam dalam pikirannya.

Masih teringat jelas dalam memori Ara, bagaimana cara Daren menatap Arletha. Ditambah lagi saat Daren membawa Arletha ke UKS untuk mengobati lukanya. Lelaki itu sama sekali tidak melirik Ara, gadis yang jelas-jelas menyukainya sejak dulu.

Daren masih sama. Ia mengabaikan perasaan Ara sekalipun lelaki itu seringkali terlihat ramah dan memberi harapan.

Disamping rasa sukanya pada Daren yang tak pernah hilang, Ara masih punya logika.

"I have to stop this," ucapnya pada diri sendiri. "Nggak seharusnya gue ngejar-ngejar cowok sampe segitunya, se-perfect apa pun cowok itu."

Ara beralih meraih ponsel di atas nakas. Ia membuka galeri di ponselnya. Terdapat sebuah folder di sana yang berisi foto-foto Daren terutama saat laki-laki itu bermain basket.

Ara menghapusnya.

Tanpa meninggalkan sisa.

Mau sebesar apa pun usahanya, Ara menyadari Daren tak akan pernah memilihnya. Lagi-lagi, lelaki itu justru jatuh hati dengan perempuan lain.

Usai menghapus folder foto Daren di ponselnya, ia tak sengaja menekan folder lain yang berisi foto-fotonya semasa awal SMA. Terlihat ia tersenyum bahagia dengan seorang perempuan berambut panjang yang terlihat ceria. Perempuan itu adalah Karina.

Ara dan Karina adalah sahabat dekat semasa awal SMA. Mereka berkenalan sewaktu masa ospek. Keduanya menjadi dekat karena memiliki banyak kesamaan.

Tanpa sadar air mata tiba-tiba jatuh di pipi Ara. Ada perasaan yang membuncah di hatinya. Ara menyadari ada kesalahan yang telah ia perbuat.

***

Arletha meletakkan kedua tangan di pagar pembatas koridor lantai tiga. Di lantai ini tidak ada ruang kelas. Hanya ada ruang-ruang laboratorium yang sepi tanpa penghuni. Suasana yang sangat pas untuk tempat berpikir.

Terlalu sibuk dengan pikirannya membuat Arletha tidak sadar akan kehadiran seseorang di sampingnya.

Orang itu sedikit bersuara untuk menyadarkan Arletha dari lamunannya.

Arletha menoleh. Ia menatap heran Ara yang tiba-tiba ada di sampingnya.

Gadis berambut pirang itu berdiri di sebelahnya menatap beberapa orang yang bermain basket di lapangan dari atas.

"Dulu gue sama Karina teman dekat. Kita kenalan waktu ospek."

Arletha sedikit terkejut dengan Ara yang mendadak bercerita, tapi ia memilih untuk membiarkan. Ia turut memandang permainan basket di bawah sana.

"Gue suka sama Daren dari kelas sepuluh. Tapi sejak kelas sebelas, Daren malah terang-terangan ngejar Karina yang notabenenya sahabat gue."

Ara menghela napas sejenak. "Egois memang. Tapi itu alasan gue menjauh dari Karina dan berhenti jadi sahabatnya dia."

Arletha tertegun. Ia baru mengetahui fakta bahwa Daren menyukai sepupunya. Ia juga terkejut saat Ara mengakui dirinya sebagai sahabat Karina.

Arletha beralih menatap Ara dari samping. Gadis yang selama ini ia anggap licik itu nampak tulus saat bercerita tentang Karina.

"Kenapa lo certain ini ke gue?"

Ara memutar badan. Ia membalas tatapan Arletha.

"Meskipun gue udah jahat karena ninggalin Karina, gue juga sakit hati waktu tau dia mati karena bunuh diri. Sama kayak yang lo rasain."

Ara mengambil napas sejenak. "Dia pernah jadi sahabat gue. Gue tau dia sebaik apa. Karina enggak pantes dapat perlakuan buruk apa pun."

Top StudentsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang