XXIII. Red Dress

23 2 0
                                    

Sinar matahari sore memasuki ruangan gelap itu melalui celah-celah ventilasi dan jendela kaca. Suara piano di dalam ruangan itu terhenti setelah berjam-jam dimainkan oleh Keisha.

"Tumben belum pulang?"

Keisha menoleh ke arah pintu. Ada Nathan yang berdiri di sana. Ia tau Nathan sudah ada di sana sejak awal. Hanya saja ia mengabaikan keberadaan lelaki itu. Keisha merasa tak perlu bersembunyi lagi dari Nathan semenjak lelaki itu tau dirinya hobi bermain piano di ruang musik ini.

Dan kini Nathan punya hobi baru, yakni mendengarkan alunan musik piano yang dimainkan Keisha. Entah mengapa hal itu menjadi candu baginya.

"Nggak ada les?" tanya Nathan lagi lantaran pertanyaan pertamanya tak dijawab.

Keisha menghela napas sejenak. Suka sekali lelaki itu ikut campur urusannya.

"Lagi bolos," jujur Keisha.

"Kenapa nggak pulang? Malah di sini dari siang sampe sore."

"Emang kenapa? Nggak boleh?"

Nathan mendekat. Ia duduk di salah satu meja kosong tak jauh dari Keisha yang terngah duduk di hadapan sebuah piano klasik.

"Harusnya nggak boleh, karena lo bukan anggota ekskul musik dan nggak punya kepentingan. Jadi, lo nggak boleh masuk ke ruangan ini."

Sesuai peraturan sekolah, hanya anggota ekskul musik dan orang-orang yang memiliki kepentingan yang diizinkan masuk ke ruang musik. Hal itu diterapkan untuk meminimalisir kerusakan peralatan yang disebabkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.

"Tapi ini semua fasilitas sekolah. Selama gue sekolah di sini, gue berhak pakai fasilitas apa pun."

Keras kepala, karakter orang seperti Keisha. Di saat seperti ini pihak lain lebih baik mengalah. Nathan pun membiarkan Keisha berpendapat sesuka hatinya.

"Lo sendiri ngapain nggak pulang?" tanya Keisha tiba-tiba.

Tumben sekali gadis itu mau bertanya. Apalagi mengenai urusan pribadi seperti itu.

Nathan beralih menoleh ke arah jendela kaca, membiarkan sinar matahari sore menyorot wajahnya.

"Orang yang selalu nunggu gue pulang udah nggak ada."

Keisha hanya bisa terdiam mendengar jawaban Nathan. Sementara itu, Nathan tersenyum miris mengingat sosok bundanya.

Nathan turun dari meja dan berdiri menghadap Keisha.

"Ayo ikut gue," ajaknya tiba-tiba.

"Ke mana?"

Tak berniat menjawab, Nathan tersenyum tipis sebelum menarik tangan Keisha tanpa permisi. Ia tidak memerlukan persetujuan gadis itu. Lagipula ia memang tidak berniat untuk bertanya, melainkan mengajak tanpa menerima penolakan.

Awalnya Keisha ingin memberontak, tapi ia terlanjur penasaran dengan tujuan Nathan. Gadis itu pun memilih menurutinya.

***

"Busking?"

Nathan mengangguki pertanyaan Keisha.

Setelah beberapa menit perjalanan dengan motor Nathan, mereka sampai di sebuah taman kota yang cukup ramai. Keramaian itu disebabkan oleh sekumpulan anak muda yang melakukan busking dengan berbagai alat musik. Di antaranya ada piano keyboard, gitar, dan cajon.

Tiga orang itu akan memainkan alat musik masing-masing sembari menyanyi. Pemain gitar menyapa seluruh penonton sebelum mereka mulai menyanyikan sebuah lagu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 07, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Top StudentsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang