SMA Ganesha.
Sebuah tulisan besar yang terpampang nyata di atas gerbang besi setinggi lima meter. Nama sebuah sekolah yang cukup elit di kawasan Jakarta dan telah berdiri selama puluhan tahun. Syarat utama menjadi pelajar di sekolah ini hanya satu diantara dua,
pintar atau kaya.
Hanya ada jalur prestasi dan jalur donasi untuk memasuki sekolah ini. Tapi tak sepenuhnya sekolah ini terbagi menjadi dua kubu. Nyatanya sebagian besar siswa di sini menyandang predikat pintar sekaligus kaya.
Seorang gadis menatap tulisan besar itu dengan tatapan yang sulit diartikan. Kedua tangannya mengeratkan genggaman di tali tas ransel yang ia bawa. Sudut bibirnya terangkat menyunggingkan sedikit senyuman. Bukan sebuah senyuman bahagia, melainkan sebuah senyuman menyambut tantangan.
Di sekolah megah ini, gadis itu akan menghabiskan masa putih abu-abunya yang tinggal tersisa satu tahun.
Kedua kaki jenjang berbalut sepatu sneakers dan rok setinggi lutut itu membawanya melangkah hingga melewati koridor yang cukup ramai. Surai hitam lurusnya digerai indah. Wajahnya dihiasi senyuman ramah membalas tatapan bertanya dari orang-orang yang ada di sana.
Tatapan gadis itu tertuju pada satu-satunya orang yang tidak menatapnya, seorang laki-laki yang sedang fokus mengobrol dengan temannya.
"Permisi, kantor guru di sebelah mana ya?" tanya gadis itu membuat sang laki-laki menoleh padanya.
Lelaki itu melemparkan tatapan asing. Namun, beberapa detik kemudian, ia tersenyum hangat. Senyuman itu bukan senyuman biasa. Sebuah senyuman dari laki-laki itu mampu meluluhkan hati semua wanita. Termasuk seorang gadis yang tengah mematung di depannya.
"Lurus aja. Nanti sampai ujung, belok kanan." Jawaban itu membuat sang gadis tersadar dari lamunan.
"Okay, makasih," ucapnya lalu tersenyum ramah sebelum kembali melangkah.
Lelaki itu mengangguk dan membalas tersenyum. "Sama-sama."
"Gila! Ganteng banget," lirih gadis itu yang hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri.
Detik berikutnya ia menggelengkan kepala untuk meluruskan pikirannya. "Inget tujuan awal lo, Ar," ucapnya pada diri sendiri.
Langkah Arletha berhenti di depan pintu kantor guru. Pergerakan tangan kanannya yang tengah menggapai kenop pintu turut berhenti lantaran kenop itu sudah lebih dulu digapai oleh seseorang yang baru saja datang.
Ia sedikit mendongak menatap sosok laki-laki dengan lebam di sudut bibirnya. Perlahan pandangannya turun mengamati penampilan laki-laki itu hingga ujung kaki. Jauh dari kata rapi. Bisa dipastikan cara ia berpakaian sangat melanggar aturan sekolah.
Lelaki itu juga menelisik perempuan yang berdiri di depannya. Tapi tak bertahan lama. Selanjutnya ia mengalihkan pandangan tak peduli.
Brak!
"Sshh jidat gue."
Arletha mengikuti langkah lelaki itu untuk masuk melewati pintu. Namun, dengan tidak sopannya lelaki itu justru menutup pintu saat Arletha melangkah di belakangnya.
Ia menghela napas kesal sebelum memasuki ruangan dengan rasa geram. Usai melewati pintu, tatapannya mengarah pada laki-laki yang tengah berdiri di sudut ruangan.
Tentu saja lelaki itu terlihat tidak peduli dengan tatapan tajam dari Arletha. Amarah guru yang ada di hadapannya saja nampak tidak didengarkan olehnya.
"Arletha?"
Gadis bersurai hitam itu mengalihkan pandangan. Rasa kesalnya menghilang tergantikan senyuman ramah pada sosok wali kelas barunya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Top Students
Novela JuvenilKepindahan Arletha Xaviera ke SMA Ganesha bukanlah tanpa tujuan. Gadis pecinta pelajaran Kimia itu berniat menyelidiki penyebab kematian bunuh diri sepupunya yang bernama Karina Frandella. Berkat barang bukti yang ditemukan di kamar Karina, ia menye...