Entah mengapa kini Arletha lebih menyukai naik bus dibandingkan taksi. Mungkin karena menaiki bus membuatnya merasakan sensasi sekolah yang sesungguhnya.
Sepulang sekolah Arletha menunggu bus di halte depan SMA Ganesha. Ia memasang earphone di kedua telinga. Meski tak mendengarkan lagu apa pun, setidaknya hal itu bisa menahan polusi suara untuk masuk ke indra pendengarannya.
Suara klakson kendaraan yang tak pernah berhenti di jalanan Jakarta sudah menjadi hal utama penyebab polusi suara. Apalagi jalanan di sekitar lampu merah, tentu suara klakson akan lebih ramai daripada jalanan biasa.
Arletha berdiri dari duduknya saat melihat seseorang di seberang jalan yang masuk ke dalam sebuah gang.
"Arsen?" gumamnya saat melihat orang itu.
Ia pun melepas earphone-nya dan segera berlari menuju zebra cross untuk menyeberang.
"Kali ini gue harus ikutin dia buat dapetin informasi menyangkut Karina," lirihnya sambil berlari menerobos jalan raya yang masih ramai.
Bisa dikatakan Arletha orang yang nekat. Ia selalu seperti itu. Ia tidak peduli dengan banyaknya suara klakson yang ditujukan padanya. Yang terpenting pada akhirnya ia menyeberang dengan selamat.
Arletha berada di depan gang kecil itu. Ia melihat sosok Arsen yang mulai menghilang di ujung persimpangan. Segera kakinya melangkah untuk berlari mengejar.
Untungnya gadis itu tak kehilangan jejak. Selama beberapa menit ia mengikuti Arsen dengan jarak yang terbilang aman sehingga lelaki itu tidak menyadari bahwa sedang diikuti.
Tak terasa Arletha sampai di daerah yang sepi. Saat awal memasuki gang ia masih mendapati beberapa anak kecil yang bermain maupun orang-orang dewasa berlalu lalang. Berbeda dengan gang yang ia lewati saat ini. Terlihat sepi dan semakin menyempit.
Jantung Arletha berdegup semakin kencang saat menyadari ia harus melewati sebuah warung kecil yang nampak ramai. Semua pengunjung warung itu bukanlah para pegawai yang tengah istirahat makan siang, melainkan para pria berbadan kekar dan bertato. Beberapa dari mereka terlihat tengah bermain kartu remi di depan warung.
Arletha menghentikan langkah. Ia menangkap sinyal bahaya. Lebih baik ia mengurungkan niat untuk mengikuti Arsen daripada berakhir mendapatkan nasib buruk di sini.
Baru saja membalikkan badan, seseorang yang duduk di depan warung berseru, "Wah ada cewek cantik. Mau ke mana, Neng?"
Arletha memejamkan mata. Ia tau perkataan itu ditujukan padanya. Namun, ia memilih pura-pura tidak mendengar.
Ia melangkahkan kaki untuk menjauh dari tempat itu. Di langkah ke-tiga, pergerakan kaki Arletha terhenti lantaran dua orang pria menghadangnya.
Keringat dingin menghiasi kening Arletha. Kakinya sedikit bergetar saat menatap dua orang pria bertato yang ada di depannya. Melawan satu saja Arletha yakin ia akan kalah, apalagi dua. Belum lagi masih ada beberapa pria lain di warung tadi.
Dengan sisa keberanian Arletha berusaha untuk kabur.
"Permisi!"
Ia berusaha melewati celah di antara dua pria itu. Namun, kedua lengannya tiba-tiba ditahan oleh mereka.
Tubuh Arletha didorong hingga tas punggungnya menempel di dinding sebuah bangunan di gang itu. Tubuhnya terkunci oleh dua pria tadi.
"TOLONG– hmpp!"
Arletha berteriak sekeras mungkin. Tapi salah satu pria buru-buru membekap mulutnya dengan tangan besarnya.
"Eh kok teriak sih. Kita nggak bakal ngapa-ngapain kamu kok. Iya kan, Bos?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Top Students
أدب المراهقينKepindahan Arletha Xaviera ke SMA Ganesha bukanlah tanpa tujuan. Gadis pecinta pelajaran Kimia itu berniat menyelidiki penyebab kematian bunuh diri sepupunya yang bernama Karina Frandella. Berkat barang bukti yang ditemukan di kamar Karina, ia menye...