XXII. He's Gone?

15 0 0
                                    

"Kok malah duduk?!" ujar Sarah pada Arletha yang duduk begitu saja di bangku kantin yang kosong.

Usai praktikum Kimia di laboratorium, Arletha, Sarah, dan Clara pergi ke kantin karena bel istirahat telah berbunyi.

"Loh emang kenapa kalo gue duduk?" tanya Arletha dengan tampang tidak tau apa-apa.

"Giliran lo yang pesen makanan, Ar," ingat Sarah dengan sisa kesabaran. Mereka bertiga memang bergiliran dalam memesan makanan di kantin setiap harinya.

Arletha ber-oh dengan wajah malas.

"Tadi semangat banget ke lab, giliran disuruh pesen makanan, mukanya kusut gitu," timpal Clara.

"Gue mager, Cla," rengeknya.

"Mager-nya tunda dulu kek, gue laper nih," ujar Sarah. "Siomay satu sama es teh ya, Ar," lanjutnya sambil menyerahkan selembar uang sepuluh ribu.

"Gue samain aja," kata Clara juga menyerahkan uangnya.

Mau tak mau Arletha berdiri dari duduknya. Dengan langkah tak bersemangat, ia menuju tempat penjual siomay di kantin itu untuk memesan.

Setelah hampir sepuluh menit menunggu, pesanan itu akhirnya siap. Arletha membawanya ke meja yang sudah ditempati Sarah dan Clara.

"Lo nggak pesen makanan, Ar?" tanya Sarah saat menyadari hanya dua piring siomay yang tersaji.

"Enggak, gue minum aja," jawab gadis itu sambil menarik satu gelas es teh.

"Makin lemes aja lo. Kenapa?" Clara cukup peka dengan perubahan mood Arletha hari itu.

Arletha meletakkan kepala di meja setelah menyeruput sedikit minumannya. "Gue gapapa."

"Gue tau," celetuk Sarah tiba-tiba. "Pasti lo badmood gara-gara Arsen nggak berangkat hari ini," tebaknya.

Melihat Arletha yang hanya terdiam, Clara mengangguk paham. "Emang sering bolos kan dia."

Gadis berambut hitam itu kini mengangkat kepalanya. Ekspresinya berubah menjadi kesal. "Tapi gue udah berkali-kali bilang, kalo mau bolos jangan waktu penilaian. Masih aja nggak didengerin."

"Peringkat dia tetep bagus kok walau nggak ikut penilaian," bela Sarah.

"Ya tapi kan sayang."

"Iya gue tau lo sayang sama dia."

Arletha menggeram semakin kesal. "Bukan gitu, Sar. Maksud gue sayang nilainya. Kalo nggak ikut penilaian praktikum kan jadi kosong nilainya."

Sarah terkikik geli usai berhasil menggoda Arletha. Sementara Clara hanya menggelengkan kepala, sudah terbiasa dengan kelakuan dua temannya. Selama beberapa menit, mereka bertiga tak mengobrol lagi setelahnya.

"Eh gue pengen ke toilet. Cla, temenin gue yuk!" ajak Sarah menepuk lengan Clara yang duduk di sebelahnya.

"Ke toilet sendiri masa nggak berani?" sindir Arletha.

"Nanti kalo gue dikunciin nggak ada yang nolongin gimana?" Imajinasi Sarah memang seringkali terlalu berlebihan.

"Siapa juga yang mau ngunciin lo?" sarkas Clara. "Ayo buruan!" Tapi ia berdiri juga menerima ajakan Sarah.

Sarah tersenyum senang. "Jagain siomay gue Ar, masih setengah nih. Jangan sampe ini kursi didudukin orang juga."

"Iya udah sana-sana," ujar Arletha seperti mengusir.

Suasana kantin pada jam istirahat pertama itu memang cukup ramai. Meski suara ramai saling bersahutan, Arletha masih bisa mendengar jelas obrolan sekelompok siswa yang duduk di meja sebelah. Ia tak bermaksud menguping, tapi obrolan mereka yang tidak bisa dicegah masuk ke dalam indra pendengarannya.

Top StudentsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang