Matahari telah terbit dari ufuk timur burung-burung berkicau seolah sedang membangunkan mereka yang masih saja tertidur. Jarum jam kini menunjukkan pukul 6.13 pagi.
Bunyi irisan pisau terdengar dari dalam dapur. Nanon pria manis itu sedang memotong sayur dengan teliti. Ia akan membuat sarapan untuk nantinya akan di makan bersama dengan Ohm. Ya lelaki itu tidak kembali ke asramanya selama 2 hari. Ia pergi kuliah pun dari rumahnya Ohm, lelaki manis itu ini merawat Ohm dengan sangat baik.
Ia juga cukup sabar menghadapi Ohm yang mungkin saja ia mengalami depresi karena kepergian orang tuanya. Nafsu makan ohm yang kadang turun-naik, tiba-tiba saja menangis sendirian, kadang-kadang banyak bicara dan kadangkala juga terdiam sepanjang hari.
Lelaki itu berkutat dengan barang-barang di dalam dapur menyiapkan seluruh makanan pagi dan langsung juga memasak untuk siang nanti. Setelah selesai memasak ia langsung saja membersihkan peralatan dapur yang tadi ia gunakan untuk memasak.
"Selesai" ucapnya.
Ia pun keluar dari dapur, mengambil handuk lalu segera mandi. Kelas pertamanya akan di mulai jam 9 nanti ia harus cepat karena jarak dari rumah Ohm ke Universitas cukup jauh. Namun sebelum ia mandi ia membangunkan Ohm terlebih dahulu. Setelah lelaki itu bangun ia baru akan bergerak untuk mandi.
Ohm yang sudah bangun dari tidurnya berjalan menuju ruang tengah. Matanya masih sayu karena rasa kantuknya belum juga menghilang. Nyawanya juga masih melayang entah kemana.
Duduk di sofa Ohm menyandarkan punggung lebarnya itu. Mengangkat tangan dan meregangkan otot-ototnya yang terasa pegal. Lelaki itu mengedarkan pandangannya ke sekitar ruangan. Ia menekuk alisnya seluruh ruangan sudah sangat bersih, meja tv semuanya sudah rapih.
"Jam berapa ia bangun pagi ini?" ucapnya dalam hati. Memandangi kembali ke sekitarnya ia merasa semuanya telah berbeda sekarang. Sangat sepi itulah yang Ohm rasakan sekarang. Hidup sendirian.
Ohm menggelengkan kepalanya ia harus bisa hidup sendiri, ia tidak boleh lagi larut dalam kesedihannya. Jika ia terus bersedih seperti ini ayah dan ibunya pasti tidak akan tenang di alam sana karena putra mereka terus menerus sedih seperti ini. Dan ia tidak mau, yang ia mau adalah ketenangan bagi kedua arwah orang tuanya. Mereka sudah berada di alam yang berbeda sekarang. Ohm masih memiliki nafas hingga detik ini itu artinya ia harus menjalankan hidupnya seperti semula meskipun tidak lagi ramai seperti yang lalu.
"Ohm" panggil Nanon dari belakang nya. Ohm menoleh lalu berdehem untuk jawaban.
"Ayo sarapan bersamaku" ucapnya. Ohm mengangguk kemudian ia berdiri dari sofa.
Berjalan mendekati Nanon, Ohm sudah bisa mencium bau wangi yang keluar dari tubuh Nanon. Lelaki itu sudah rapi, memakai kemeja putih dan celana jins hitam. Dan juga tas miliknya.
Keduanya kini duduk di meja makan bersama-sama. Nanon mengambil dua mangkok lalu mengisi mangkok itu dengan sup yang tadi telah ia buat.
"Nah makanlah"
"Terimakasih"
Keduanya pun makan dengan lahap. Nanon tersenyum ketika ia melihat Ohm makan dengan lahap. Itu bagus, Nanon mulai paham jika Ohm tidak nafsu makan maka ia berada dalam situasi hati yang buruk, dan jika ia nafsu untuk makan itu berarti ia ada dalam suasana hati yang baik. Semoga saja Ohm selalu berada dalam suasana hati yang baik. Dengan begitu perlahan-lahan Ohm pasti bisa melupakan kesedihannya.
"Bagaimana? Apa enak?" Tanya Nanon basa-basi
Ohm mengangguk semangat "ya, ini enak. Rasanya sangat mirip dengan masakan ibuku" ucapnya lalu tersenyum lebar. Sebenarnya ia ingin menangis ketika ia berkata demikian namun ia berusaha keras untuk tidak sedih di hadapan lelaki manisnya ini. Ia tidak mau membuatnya khawatir lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Masih Ada Sisa Rasa
RandomWarning!! Cerita ini mengandung unsur bxb jadi buat kalian yang homopobick jangan baca! Kalau nggak suka skip