[4] Tangan

35 3 0
                                    

Setiap aturan yang ditetapkan memiliki alasannya
Tapi apakah alasan itu adil atau tidak
Tidak ada yang tau


Nirinia Silvia... Baskara?

*******

Bayu Pov

Aku menengok kearah Nia dan dia melihatku seolah berkata 'Apa? Lu gak tanya.'

Dia benar-benar pintar sekali dalam menyalahkan orang. Aku penasaran dari siapa dia mendapatkan sifat itu.

Setelah kulihat setidaknya ada 12 orang yang memakai bunga. Tiga orang wanita berusia 40-an, enam wanita yang hampir seumuran dengan Nia.

Satu gadis kecil sekitar 8 tahun, dan juga dua cowok yang kuperkirakan seusia denganku.

Mereka terlihat sangat dekat satu sama lain kecuali untuk cowok yang berada paling ujung. Seluruh keluarga terlihat seperti tidak menganggapnya ada.

Aku ingin bertanya pada Nia jika dia mengenal siapa cowok itu namun melihat raut wajahnya sudah memberiku jawaban. Nia juga tidak mengenalinya.

Aku kembali menghadap kearah depan tepat dimana memorial dibangun dengan foto dari mendiang. Axel dan Alex Situbuana, saudara kembar.

Tiba-tiba orang-orang berdiri, mau tidak mau aku ikut berdiri.

"Ada apa nih, bang?" tanyaku pada Bang Indra di kanan ku.

Tapi bang Indra hanya menyuruhku untuk diam. Aku beralih pada Nia disebelah kiriku "Ini apa?"

"Pemilik pulau udah datang. Acaranya akan dimulai" katanya singkat dan tidak menjelaskan apapun.

Aku tidak bertanya lebih lanjut dan memilih diam sepanjang acara mengamati saja.

Seorang pria berjalan masuk dari penampilannya aku bisa menebak umurnya sekitar akhir 50-an.

Cowok yang tadi diabaikan oleh seluruh keluarga Baskara kini menjadi satu-satunya yang disapa pria tua itu.

Kecemburuan terlihat jelas diantara mereka. Kulihat sekilas kearah Nia, tatapannya dingin sekali. Seolah-olah bisa membekukan seluruh tempat ini.

Acara dimulai ketika pria itu duduk lalu satu per satu anggota keluarga mulai menceritakan kenangan mereka dengan mendiang.

Dari yang kudengar, kedua mendiang memiliki kepribadian yang baik dan dikagumi hampir semua orang.

Lalu tetua mempersilakan mereka yang ingin mengucapkan selamat tinggal untuk memberikan bunga lily putih diatas peti mati.

"Lu gak maju?" aku melihat Nia karena kini giliran barisan kami untuk maju.

Nia berdiri dan berjalan menuju peti. Aku membiarkannya berjalan lebih dulu.

Meski tidak kenal aku tetap mencoba tersenyum pada keluarga yang berduka.

Namun, mereka tidak ada yang merespon satu-satu yang merespon adalah cowok yang paling ujung tadi.

"Terima kasih atas doa-nya" katanya tersenyum simpul.

Kurasa dia satu-satunya orang yang diajari namanya sopan santun. Tapi aku bisa melihat bahwa dia melihat kearah Nia sejak awal acara.

Memang Nia memiliki paras yang tidak terlalu cantik tapi dia memiliki wajah yang menarik dan mempesona.

Terutama matanya yang selalu bisa membuat orang lain tertarik padanya.

Acara pemakaman berjalan seperti acara pemakaman pada umumnya sampai saat semua orang berbaris lalu menunduk untuk mencium tangan dari pria tua yang kuduga sebagai pemilik pulau.

ReverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang