Part 6 - Love Is Only You

3.7K 120 2
                                    

“Rav, ayo! Kamu ngapain ngelamun disitu?” ujarku secara tiba-tiba yang pasti mengagetkan Ravi yang terlihat sedang merenung di Taman belakang rumahnya.

Hari ini aku dan Tante Astrid berhasil memaksa Ravi untuk menemaniku jalan-jalan ke Kebun Binatang. Rencana ini memang rencana dari Tante Astrid.

“Suka-suka gw, mau ngapain kek. Nggak usah ikut campur sama urusan gw.” jawab Ravi dingin.

“Astaga Rav, aku cuma nanya doang loh. Kok kamu jadi sewot gini?” balasku.

Namun tak kusangka respon Ravi terhadapku di luar dugaan, perkataannya sungguh sangat menyakitkan, membuat hatiku rasanya hancur berkeping-keping. Jantungku serasa diremas-remas secara kasar.

“Gw nggak nyangka sama sekali ternyata lo licik. Coba minta dukungan mami? Lo hasut mami biar benci sama Jenny. Cuihh… Jijik gw sama lo Ros.” ungkap Ravi dan berlalu pergi meninggalkanku yang terdiam dengan mata yang sudah tak mampu lagi menahan tangisku.

Sungguh aku sangat bodoh, sakit sekali mendengar ucapan Ravi tadi. Tapi, aku belum mau menyerah. Aku harus lebih semangat lagi dalam memperjuangkan cintaku. Toh semua sudah kepalang basah, aku sudah terlanjur menyetujui rencana Tante Astrid.

Tiba-tiba saja angin bertiup sangat kencang, titik-titik air mulai jatuh menetes, tampaknya hujan akan segera turun, akupun memutuskan untuk segera masuk ke dalam rumah. Sepertinya hari ini Ravi tidak akan jadi menemaniku pergi jalan-jalan ke Kebun Binatang.

*****

Ravi memelankan laju motornya ketika ponselnya berdering. Ketika melihat nama si penelepon, Ravipun segera menjawab panggilan tersebut.

“Ravi udah hampir sampai rumah, Mam.”

“Kamu kenapa nggak jadi pulang dengan Rosa? Kenapa malah pulang sama Jenny?” tanya sang ibu di ujung telepon.

“Mami harus bilang berapa kali lagi sih sama kamu Ravindra? Mami benar-benar nggak suka kamu pacaran sama Jenny. Udah sekarang kamu cepat pulang deh!” omel Astrid kepada anak semata wayangnya tersebut.

“Iya… iya Mam. Ravi tutup ya teleponnya. Bye Mam!”

“Bye! Hati-hati kamu ya!” balas Astrid.

Ravipun segera menutup teleponnya dan mematikan ponselnya. Ia semakin kesal terhadap Rosa yang lama-lama semakin melunjak.

Ravi tidak akan tinggal diam. Ini semua pasti ulah Rosa yang sudah menghasut ibu tercintanya untuk tidak menyetujui hubungannya dengan Jenny.

“Gw harus putusin Rosa secepatnya. Berengsek juga tuh orang! Gw nggak akan biarin dia terus-terusan menghasut Mami. Pokoknya Mami dan Papi harus menyetujui hubungan gw dengan Jenny.” batin Ravi.

*****

“Ros! Mau sampai kapan sih kamu kayak gini? Aku yang lihat hubungan nggak jelas kalian bertiga aja capek. Apalagi kamu yang ngejalaninnya.” lagi dan lagi pertanyaan yang sama dilontarkan Kyra padaku.

Kyra kemudian melanjutkan “Udah dong Ros. Udah cukup. Kamu tuh terlalu memaksakan semuanya. Sedikit-sedikit nangis. Jujur ya Ros, aku capek lihat kamu nangis sia-sia cuma gara-gara cowok yang sama sekali nggak pantas untuk kamu perjuangkan. Percuma Ros. Kamu cuma buang waktu."

Kyra kemudian berjalan mendekatiku yang sedang termenung di Balkon Rumah milik Kyra.

“Kyr, sekarang belum waktunya. Kamu tenang aja, kalau semua udah mentok dan aku tetap nggak bisa meraih hati Ravi. Aku janji! Aku akan menyerah.” Ujarku.

“Heleh…Ros, kamu udah berapa kali mengatakan hal yang sama. Tapi apa? Sampai sekarang kamu tetap aja bertahan dengan perasaanmu yang sia-sia itu. Sampai sekarang kamu juga nangis terus. Kamu pikir aku tega lihat kamu seperti itu terus? Kamu pikir adik-adikmu nggak sakit hati lihat kamu seperti itu terus? Coba kamu renungi lagi. Udah cukup semuanya. Move on!” Aku tersentak mendengar ucapan Kyra barusan. Ucapannya sangat menohok hatiku.

“Kyr, buatku perasaan cinta yang aku rasakan kepada Ravi bukan sia-sia. Aku bahagia dengan perasaan ini, meski aku harus menangis berkali-kali. Kadar cinta setiap orang itu berbeda-beda Kyr. Mungkin saat ini kadar cinta yang aku punya berada di tingkatan bahagia melihat orang yang kucintai bahagia dengan orang lain. Tapi nggak menutup kemungkinan juga kalau nantinya kadar cintaku berkurang dan bahkan hilang tanpa bekas. Tapi belum sekarang waktunya Kyr. Maafin aku ya, Kyra sayang, aku tahu maksud kamu dan adik-adikku itu baik, tapi please kasih aku waktu.” aku menghela nafas berat.

Kyra yang tiba-tiba saja menangis segera memelukku erat. Akupun membalas pelukan Kyra dan juga ikut menangis. Aku sangat bersyukur mempunyai sahabat seperti Kyra.

Walaupun Kyra selalu bicara frontal, tetapi Kyra akan selalu ada disampingku saat aku senang maupun susah. Kyra selalu tulus dalam membantuku. Bahkan kedua adikkupun juga sangat dekat dengan Kyra. Bagi Rafa dan Rena, Kyra sudah seperti kakak kedua mereka.

“Oke Ros, kamu harus tepatin  janji kamu. Awas aja kalau kamu sampai ingkar!” ancam Kyra yang disertai dengan senyuman yang muncul di wajah cantiknya.

“Janji!” Senyumkupun merekah tanpa bisa kutahan.

*****

“Yaampun Ravi tega banget sih. Gimana coba caranya aku pulang sekarang? Mana handphone lowbat, power bank juga lupa bawa. Astaga! Tuhan, tolong bantu aku.” aku berbicara sendiri sembari berjalan menuju Halte Bus.

Aku diturunkan Ravi di tengah jalan tadi karena Jenny tiba-tiba menelepon minta diantarkan membeli martabak langganannya. Padahal dari tadi pagi Tante Astrid sudah mewanti-wanti aku dan Ravi agar hari ini Ravi mengantarkanku pulang.

Setelah mendapatkan Bus untuk pulang, aku segera naik dan memilih duduk di pinggir jendela. Sudah lama sekali rasanya aku tidak naik Bus. Dan rasanya ternyata senyaman ini, melihat sekeliling banyak penumpang yang tertidur, sepertinya mereka kelelahan pulang dari bekerja.

Akupun memandangi pemandangan di luar dari balik jendela bus ini. Saat bus ini berhenti karena adanya lampu merah, mataku seketika terfokus pada pasangan yang sedang duduk di atas motor yang juga sedang berhenti karena adanya lampu merah. Pasangan yang tanpa sadar terus menyakiti hatiku.

Ravi dan Jenny, mereka begitu mesra dan terlihat sangat bahagia. Membuatku iri. Akupun segera mengalihkan pandanganku. Aku tidak mau air mataku kembali menetes dan membuat penumpang lain bertanya-tanya.

Look at Me, PleaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang