BAB 17

3.6K 136 0
                                    


Bian benar-benar tak bisa menunda lagi, semua rencana yang telah ia susun serapi mungkin, akan segera ia mulai sebentar lagi, berkat bantuan beberapa informan yang sengaja ia sebar di sekitar Tamara, Bian dengan yakin, ia pasti dapat mengambil wanita itu dari suaminya.
Menghiraukan telfon yang masuk dari sang ayah, Bian kembali fokus pada beberapa lembar foto cantik wanita yang ia damba itu.

" Kau luar biasa Mara, aku pasti mendapatkan mu"

Setelah pertemuan nya dengan Mara kemarin, Bian tau, ada hal yang disembunyikan oleh wanita itu, Bian seakan haus oleh buaian wanita, tapi sayang nya, setiap ia sedang bermain, wajah Tamara lah yang ia bayangkan, Sial. Kegilaan yang telah membelenggu nya ini, akibat penolakan yang terus-menerus di berikan wanita itu padanya. Andai saja ia tau, bahwa kebencian nya pada Tamara, akan berujung pada obsesi tak terbatas ini, Bian pastikan, akan berubah peran, bukan sebagai musuh, tapi bisakah dirinya menjadi cinta pertama seorang Tamara. Mengingat itu membuatnya meradang, andai saja, dulu ia tak memusuhi wanita itu.

Memorinya melayang, membuka sebuah lembaran suram beberapa tahun silam, saat dirinya masih bersekolah dan memakai seragam putih abu-abu nya.
Hari itu, seharusnya menjadi hari biasa, saat seorang Bian, yang nyatanya merupakan seorang pewaris tunggal keluarga Mahendra, telah sukses menyembunyikan identitasnya selama ini. Tapi pikirannya terpecah saat anak-anak di kelasnya mulai bersuara,

" Ada anak pindahan baru nih, widih! bening bro!"

" Ati-ati Lo, yang gue denger, dia anak tunggal keluarga Abrata, gila aja Lo pada, bisa-bisa besok kalian pindah sekolah, kalau berani macam-macam"

Suara demi suara, hanya Bian dengar tanpa tertarik sedikitpun, ia hanya harus fokus pada semester akhirnya, dan pergi ke luar negeri untuk melanjutkan pendidikan. Dan tepat ketika suara ribut berakhir, saat seorang guru memasuki ruang kelas, disana, Bian terdiam! Ia bungkam, baik dari pikiran maupun kesadaran, fokusnya hanya tertuju pada satu sosok di depan sana, perempuan cantik dengan rambut panjang lurusnya, wajah datarnya, dan bibir berwarna natural yang cantik. Hari itu satu senyum jahil muncul untuk pertama kalinya di wajah tampan seorang Prasbian Mahendra.

" Sial!"

Ucap Bian sepontan, ketika ingatan itu terputar di kepalanya.

Kembali pada kenyataan saat ini, beberapa kali Bian memukulkan genggaman tangannya pada meja, ia bahkan tak kuasa untuk tidak beranjak dari duduknya, andai hari itu ia tak menjahili Tamara, pasti saat ini mereka bisa hidup bersama. Hal itu membuat Bian semakin tak dapat membendung kegilaannya, ia haus, benar-benar haus, ia ingin wanitanya segera.

***

Duduk bersilah di hadapan seorang Niel yang masih setia berdiri. Membuat Mara sedikit puas, setelah semua interogasi panjang kali lebar antara Niel dan Abe, di dapat kesimpulan, bahwa Abe akan memboyong Ami yang tengah bersembunyi di Prancis untuk kembali pulang ke London, tepatnya ke kediaman sang Paman, Adam Baneet.

" Kau tau, apa kesalahan mu?"

" Menghajar Abe?"

" Lalu?"

"Membuat kerumunan?"

" Dan---"

" Oh ayolah Mara, aku lelah dan---"

Mara sepontan menaikkan satu tangannya, ia tak habis pikir, setelah keributan dan kerewelan yang dilakukan oleh Pria ini? dimana? letak kelebihannya? selain tampang dan uang.
Apa keseluruhan? ya! Niel sempurna! sempurna untuk dijadikan bahan gunjingan tetangga.

" Kenapa kau yang cerewet, berdiri dengan dua kaki, bahkan anak SD pun lebih hebat, mereka bisa berdiri dengan satu kaki dan tangan yang memegang telinga!"

Ms. Vs Mr.(End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang