Chapter 5 : Masalah

651 88 3
                                    



"Hyung sudah pulang? Bagaimana pekerjaan hyung di Jepang, apakah berjalan lancar?" Langkah Felix memelan namun tetap menghampiri Chris. Ia berusaha memasang senyum terbaik dan bertanya se antusias mungkin.

Chris menatapnya setenang biasanya dan itu membuat Felix gugup. Tenang namun tajam dan cukup mengintimidasi nya.
Ia tahu di dunia ini hanya ada 2 jenis tatapan dari mata Chris, tatapan tenang nan terkendali yang ia layangkan kepada semua orang dan juga tatapan lembutnya yang khusus ia tujukan pada Felix. Sekarang Chris berada di mode serius dan menempatkan Felix seperti yang lainnya.

"Kau berpacaran, menginap 2 hari dirumahnya dan bolos les. Apalagi yang ingin kau lakukan setelah itu?"

Chris menghampiri Felix yang mematung di tempatnya. Mata elang nya menatap Felix tajam sedang jemari kasarnya dengan terampil melepas semua kancing kemeja Felix. Tubuh sang adik dengan bekas gigitan di setiap sisi nya terpampang nyata.

"Katakan, Sejauh apa hubungan kalian?" Ucapan itu seperti perintah yang tak dapat dibantah.

Felix menggigit bibirnya resah. Ia berusaha mengalihkan pandangan kemana saja asal tidak bertemu manik kakaknya.

Sebelah alis Chris terangkat. "Kau melakukannya? Di usia mu yang masih 16 tahun?"

Felix mengangkat wajahnya, ia memberanikan diri menatap sang kakak yang tengah menatapnya pula dengan tatapan otoriter.
"Apa bagi kita itu sesuatu yang penting? Persetan dengan usia. Kita tidak punya aturan itu."

Chris menghela nafas nya berat. Ia mendudukkan diri pada sofa dan menatap Felix dengan pandangan melunak.
"Dengar. Dunia yang aku jalani memang tidak punya aturan. Tetapi kau berbeda. Kau adikku, aku berusaha menjadikan mu manusia normal seperti lainnya yang terikat norma. Aku menyekolahkan mu dan menempatkan mu di lingkungan manusia yang seharusnya."
Nada nya melambat. "Setidaknya kau bisa menahan diri untuk tidak melakukannya terlebih dahulu."

Felix mendesah lelah, "Aku tidak akan hamil."

Felix menghampiri meja Chris dan meraih gelas Wine. Ia mengisi gelas itu dengan cairan berwarna merah.

"Kau belum boleh meminumnya." Chris menahan lengannya dan merampas gelas itu. Ia menghabiskan isi nya dalam sekali tegukan.

Felix mengumpulkan keberaniannya untuk jujur pada Chris.
"Hyung, aku mencintai nya. Aku sangat mencintai nya."

Tatapan Felix begitu merana seakan-akan kekasihnya itu memegang tali nafas nya. Panggilan hyung yang jarang ia sebutkan menandakan jika jenis pembicaraan ini adalah obrolan adik-kakak. Tidak ada intimidasi, kebohongan, ataupun titah absolut. Felix ingin bicara dari hati ke hati dengan kakaknya.

"Kau tahu benar apa yang hyung khawatirkan." Tekan Chris di setiap kalimatnya.

"Tetapi dia hanya siswa biasa. Dia bukan ancaman bagi kita, apalagi bagi ku." Kilah Felix membela Hyunjin.

"Kau mencintainya atau hanya terobsesi padanya?" Tanya nya setelah beberapa saat ruangan itu di lingkupi keheningan.

Meski tak yakin tetapi Felix mengangguk kuat sebagai jawaban. "Aku mencintainya."

Chris terkekeh getir, "Kau terlalu muda untuk mengerti apa itu cinta. Hyung yakin dia hanya mempermainkan dan memanfaatkan mu."

Chris bangkit dari duduknya.
"Setidaknya tunjukkan pada hyung jika dia memang benar-benar mencintai mu."

"Hyung-"

Chris melirik Felix melalui ekor matanya. "Apapun keputusan hyung nantinya kau harus mematuhinya." Putus nya final sebelum meninggalkan ruangan itu.

Felix menghela nafas berat, bahu nya merosot jatuh. Ia rasa kali ini akan sulit.
Felix selalu ingat apa yang Chris pesan kan, "Kau bisa mencari pasangan dari keluarga baik-baik, cerdas, kaya, berkepribadian bagus yang bisa melindungi mu dengan kekuasaan dan hukum. Atau kau bisa mencari seseorang dari lingkungan kita, yang terkuat dan bisa melindungi mu dengan kekuatan dan kekuasaan nya.
Hyung hanya memberi pilihan itu pada mu."

Tetapi Hyunjin sama sekali tidak memenuhi kriteria yang telah Chris tekankan. Hyunjin bukanlah pria teladan seperti pilihan pertama Chris dan Hyunjin juga bukanlah seorang mafia atau gangster yang berkuasa.

***

Ketika Minho membuka matanya, hazel seseorang tengah menatapnya tajam. Minho seketika terperanjat kaget, pupilnya sontak membulat di ukuran sempurna. Ia mencoba memberontak tetapi tali tambang mengikat tungkai kaki dan pergelangan tangannya ke kursi dengan kuat. Minho tidak bisa berteriak karena mulutnya di tutup lakban hitam.

Permukaan pisau yang dingin hinggap di pipinya. Ujung pisau nya menoreh wajahnya main-main. Tidak menimbulkan luka namun mampu menciptakan rasa takut luar biasa.

"Katakan, kenapa kau membunuh bawahan ku?"

Minho menggeleng heboh. Seberandal apapun dirinya, ia tidak akan berani melenyapkan nyawa seseorang. Dan ia sama sekali tidak mengenal mereka ataupun mengerti apa yang dimaksud pria itu.

Pria itu melepas lakban di mulut Minho. Tatapannya masih setenang tadi. "Bukan kah ini milik mu?" Pria itu menunjukkan sebuah amplop coklat yang Minho kenali. Lalu pria itu mengeluarkan beberapa bungkus serbuk putih yang dibungkus plastik kecil.

Minho terperanjat, matanya membola.
"Itu bukan milik ku, aku hanya mencuri amplop yang berisi uang." Terang Minho berusaha meyakinkan pria itu jika ia sama sekali tidak berhubungan dengan apapun yang ia maksud.

Pria itu mencengkeram dagu Minho kuat. Tatapan mereka beradu, Minho menatapnya dengan rasa takut yang kentara sedangkan hazel itu membalasnya dengan tatapan mengintimidasi.
"Kau ingin bermain-main dengan ku?"

Minho mengerjap mengusir pemikiran bodohnya. Bisa-bisa nya ia terpukau pada pahatan sempurna yang tengah mengancam nyawanya sekarang ini.
Ia kembali menggeleng cepat. "Aku melihat pria itu menerima uang dalam amplop nya. Aku hanya mencuri amplop yang itu. Aku sama sekali tidak tahu jika isinya ternyata bukan uang." Aku nya jujur.

Pria itu melepaskan cengkeramannya setelah menemukan kejujuran di mata lawan bicaranya. Ia duduk di kursi berhadapan dengan Minho. Kaki nya bersilang angkuh dengan iris yang senantiasa menelanjangi Minho.
"Katakan dimana kau bertemu dengan nya dan seperti apa dia?"

Minho menjelaskan semuanya secara detail tanpa melewatkan apapun. Ia berharap pria dihadapannya mau mengampuninya dan melepaskannya.
Lagipula ia sama sekali tidak tahu menahu tentang apapun yang dibahas pria itu. Tak pernah terpikirkan di benaknya jika merampas amplop tipis itu akan menimbulkan masalah sepelik ini.

"Chris, ku rasa kau harus melihat ini." Seorang pria datang. Kali ini wajahnya terlihat lebih ramah daripada pria yang menginterogasi nya barusan. Pria itu menyodorkan sebuah ponsel dengan case kucing.

Tak habis keterkejutannya, lagi-lagi Minho terperanjat ketika menyadari benda yang di genggam pria itu adalah ponsel nya. Minho menatap mereka yang berbincang serius membahas sesuatu yang ada di ponselnya.

Minho meneguk salivanya ketika netra nya menangkap raut wajah pria bernama Chris itu mengeras dan ada kilatan amarah dari hazel nya. Atmosfer gelap memekat di dalam ruangan ketika Chris menghampiri Minho dan menusukkan sebilah pisau pada perutnya. Terasa perih dan sakit sekali. Darah merembes membasahi seragam sekolah nya dan turun ke paha nya.

"Katakan siapa dia?" Chris kembali mencengkeram dagu Minho seraya menunjukkan isi chat nya dengan seseorang yang ia beri sematan "si brengsek" pada kontaknya.

Minho terbatuk, ia terbata-bata memberitahu. "Teman ku. Namanya... Hyunjin."

Minho tidak mengerti sedari tadi apa yang pria itu bahas, ia hanya berusaha jujur dan mengatakan apa yang ia tahu. Benak nya pun tidak bisa menerka kenapa pria itu begitu marah membaca chat nya bersama Hyunjin. Mungkin kah Hyunjin terlibat masalah dengan pria ini? Pikir Minho.

Chris mencabut pisau nya. Tanpa berkata apa-apa lagi Ia lalu pergi dari sana. Sekarang yang tersisa hanya Minho dan keheningan yang mencekam. Perih di perut nya semakin terasa begitu pula darah yang merembes tidak mau berhenti. Minho bergidik ngeri membayangkan jika ia akan mati kehabisan darah.



***

TASTE - HYUNLIXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang