Chapter 16 : Tawuran

393 57 7
                                    

Hallo !!!

Happy valentine day ❤️❤️❤️







Kedua tangan sepasang kekasih itu tertaut erat ketika memasuki bus. Mereka saling menuntun menuju bangku kosong di belakang. Sejujurnya Hyunjin tidak nyaman tetapi ia tak bisa menolaknya.

Felix melepas tautan tangan dengan Hyunjin ketika ponsel di saku celana nya bergetar. Ia lekas merogoh saku dan mengangkat panggilan telepon itu.

"Hannie!" Seru Felix girang dengan mata yang berbinar ketika menyebut kata itu.

"Honey?" Hyunjin diam-diam mengeja kata itu. ekor matanya melirik si mungil yang tersenyum lebar ketika mengucapkan nama itu. Hyunjin menebak jika kata "Sayang" adalah panggilan khusus yang Felix sematkan pada si penelepon.

"Umm..." Si mungil tampak berpikir seraya melirik ke arah pria di samping nya. Hyunjin segera memutar arah pandang, gelagapan ketika tatapan mereka bertabrakan. Ia takut Felix memergoki nya menguping pembicaraan.

"Tidak...tidak. aku sedang tidak bersama seseorang. Jemput saja jam 8 nanti." Putus si mungil seraya menutup pembicaraan.

Felix tak sadar ketika ia menarik senyum dengan objek Chris dan dirinya pada layar ponsel nya itu. Senyum lebar tanpa cela, sangat manis.

Hyunjin menangkap ekspesi senang itu dari wajah pria di sebelahnya. Sontak Hyunjin melirik wallpaper ponsel Felix sebelum pria itu memasukkan kembali smartphone nya ke saku celana. Tampak gambar pria asing yang ia lihat kemarin memeluk Felix dan mereka berdua tersenyum lebar menatap kamera.

Hyunjin mulai mengaitkan satu persatu bukti yang ia lihat. Mereka saling bertemu, melakukan kontak fisik, memanggil dengan sayang, memasang wallpaper dengan foto mesra kemudian menjemputnya, bukankah itu artinya mereka memiliki hubungan spesial?

Hyunjin tidak tahu kenapa dada nya terasa nyeri oleh konklusi yang ia buat. Sedari malam itu seharusnya ia tahu jika Felix sekarang memilihnya sebagai objek mainan. Seharusnya ia tidak merasa terluka karena sudah tahu bagaimana jalan permainan nya, tetapi hati nya tidak bisa menjelaskan mengapa ia merasa terluka seperti itu.


***

"Felix, pergi lah ke kelas lebih dulu. Hyung ingin mampir ke minimarket sebentar. Apa kau ingin titip sesuatu?" Dalih Hyunjin mengantar si dongsaeng sampai pada pintu bimbel.

Felix terlihat berpikir sebentar kemudian menggeleng. Ia melepas tautan tangan nya. "Baiklah, aku jalan duluan."

Hyunjin melepasnya dengan senyum kecil. Ketika pria mungil itu sudah dipastikan hilang dari pandangan nya, Hyunjin segera menyetop taksi. Tujuan nya hanya satu, blok G yang tak jauh dari alamat sekolah nya.

Tanpa Hyunjin sadari, Felix sedari tadi berdiri di jendela lantai dua tengah mengamati nya. Ketika taksi yang ditumpangi Hyunjin telah pergi, Felix segera menelpon seseorang.

"Ikuti taksi dengan plat A3245" instruksi nya sebelum memutus sambungan telepon.



***

Pantulan dari sebilah pisau lipat yang tertimpa sinar matahari menyadarkan Hyunjin jika pria di belakang Minho membawa benda tajam. Sesegera mungkin ia berlari menghampiri mereka.

"apa aku terlambat?" Hyunjin berseru seraya melayangkan hantaman ke kepala pria itu sehingga pisau yang ada di genggaman nya terlempar ke arah Minho.

Minho berdecak, ia memungut pisau seraya melirik Hyunjin sekilas kemudian menggerakkan jarinya dengan gestur menyuruh Hyunjin bergabung dengan nya.

Dengan insting bertarung nya yang sudah terlatih, Hyunjin sigap menempelkan punggungnya dengan Minho yang turut membelakangi seiring segerombolan berandalan Hankwang mengitari mereka.

"Bagaimana dengan yang lain?" Hyunjin bertanya setengah berbisik, namun ia tetap siaga memasang ancang-ancang.

"Entahlah, mereka ada di belakang. Selesaikan ini dulu, setelah itu kita bantu mereka" Minho menjeda ucapannya lalu menyeringai lebar pada siswa Hankwang yang membawa sebilah kayu.
"Pengecut sekali, berani nya dengan alat"

Dengan komando, mereka langsung menyerang Hyunjin agresif. Satu orang melayangkan tinju dan Hyunjin berhasil menangkis nya. Mereka yang ada di bagian sebelah kanan menerjang Minho, dua orang di sisi kiri melayangkan pukulan sedangkan 2 dari mereka memasang kuda-kuda menanti giliran. Hyunjin dan Minho berhasil menangkis, berkelit dan memberikan perlawanan.

Hyunjin melesakkan lutut menghantam perut si siswa di depan nya, lalu menendangnya menabrak dinding. Sementara Minho berhasil mengeliminasi lawannya dengan pukulan telak ke arah rahang dan perut.

Semakin mereka bertahan, pihak lawan semakin agresif menyerang dari berbagai sisi. Dua lawan 6 orang tentu tidak lah sepadan. Apalagi lagi mereka membawa senjata penunjang berupa potongan kayu dan benda tajam.

Minho berbisik, "Kau selesaikan dua yang di sana" tunjuknya dengan gerakan bibir. "Aku akan memancing sisa nya pergi ke belakang."

Hyunjin mengangguk. Dengan aba-aba ia segera menyerang 2 orang siswa di sisi kirinya dengan agresif. Sementara Minho melayangkan pukulan, sikutan, tendangan beruntun ke empat target yang akan ia giring.

Sesuai rencana, sisi depan bangunan hanya ada Hyunjin dengan kedua berandalan kelebihan energi. Sedangkan Minho telah beralih ke sisi belakang beberapa detik yang lalu.

Mereka tertawa keras. "Ku kira kau cukup hebat. Tapi nyatanya hanya berandalan sampah!"

Hyunjin lengah. Ia terlambat berkelit sehingga salah satu dari mereka menendangnya hingga terjerembab ke tanah. Salah satu dari mereka meraih tangan kiri Hyunjin dan menginjaknya dengan kuat.

"Akh..." Hyunjin meringis merasakan sakit yang luar biasa. Sebelum pria itu mematahkan jarinya, sebuah peluit berbunyi nyaring diikuti derap kali berlari ke arah mereka. Hyunjin menoleh, seketika ia panik karena yang datang adalah segerombolan polisi. Ia berusaha melarikan diri meskipun sempoyongan. Namun sayang, sebelum ia sempat bersembunyi polisi sudah lebih dulu meringkus nya.

"Cari yang lain nya" suara polisi itu menyeru lantang, memberi perintah ke bawahan nya untuk menyisir lokasi. Para polisi yang bertugas menyeret beberapa siswa tawuran yang tidak sempat melarikan diri.

Hyunjin mengawasi dengan cemas. Ia berusaha mengabsen siapa saja teman nya yang tertangkap, namun nihil. Rupanya mereka sigap melarikan diri. Sekarang hanya ia seorang diri siswa SMA Cheongdam yang tertangkap.

***

Hyunjin menunduk dalam seraya mengelus jari nya yang terasa membengkak. Ia tengah memikirkan dua hal, pertama kondisi jari nya dan yang kedua amarah sang ayah jika mengetahui berita ini. Ia yakin pria tua itu akan menghukum nya lebih buruk daripada perkelahian fisik tadi.

Hyunjin melihat sepasang kaki dengan pantofel mahal tengah berdiri di hadapannya. Refleks ia mendongak menatap si pemilik kaki itu.

"Hwang Hyunjin?"
Pria itu membenarkan letak bingkai kacamata nya ketika mengeja nama Hyunjin.
Hyunjin mengerjap beberapa kali sembari mengingat semua orang bawahan ayahnya, namun pria ini tidak ada di daftar memori nya.

"Saya Lee Joon Oh, pengacara dari Mugang." Pria itu memperkenalkan diri seraya tersenyum ramah.
"Saya diutus oleh tuan Lee untuk mengurus kasus anda."

Hyunjin mengernyit, ia tidak mengenal tuan Lee yang di maksud pria itu.

Seolah menjawab pertanyaan Hyunjin, pria itu kembali berbicara. "Tuan Lee Felix sedang ada urusan, karena itu dia tidak bisa menemui anda sekarang. Anda tidak perlu khawatir, semua berkas sudah saya urus dan saya pun memastikan kejadian ini tidak sampai kepada tuan Hwang."

Hyunjin terkejut mengetahui jika serinci itu si pengacara membantu nya. Namun itu tidak terlalu mengherankan mengingat Felix adalah malaikat maut yang senantiasa mengawasi nya.

"Kalau begitu, bisa kita pergi sekarang?"

Hyunjin tidak banyak bertanya, ia mengangguk mengiyakan. Ia kemudian mengikuti pengacara Lee itu meninggalkan kantor polisi.


***

TASTE - HYUNLIXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang