Chapter 23 : Kartu lainnya.

246 32 1
                                    



"Felix?" Dengan nada tak percaya Minho mengulang pertanyaan nya.
"Kau serius menuduhnya seperti itu?"

Lelaki yang ditanyai mengangguk mantap.

"Dengar, hyunjin-ah," Minho mengeja, menopangkan tubuhnya sedikit ke depan sehingga kursi kantin yang di dudukinya berdecit ringan.
"Jika itu tentang orang lain maka cerita mu akan dipercaya. Tapi ini Felix, pria polos dan lemah. Bagaimana mungkin kau menuduhnya seperti itu?"

"Kau harus mulai melihat orang secara jeli, bukan dari tampilan luar nya saja." Sergah Hyunjin kesal.

"Cerita mu tidak masuk akal." Minho melemparinya dengan tisu bekas.

"Di malam kau berkencan dengan Minju, Felix sedang bersama ku." Beritahunya yang membuat kernyitan di kening Hyunjin bertambah dalam.

"Dia sengaja menggunakan mu sebagai alibi." Bantah Hyunjin, mencoba menyakinkan Minho jika ia tidak berbohong.

"Bukankah saat ini kau yang paling aneh dan mencurigakan? Bisa jadi kan kau yang menyembunyikan nya, mungkin kau sudah menghamilinya lalu tidak mau bertanggungjawab dan akhirnya-"
Ocehan Minho terputus saat Hyunjin menarik telinga nya tanpa perasaan.

"Sialan kau" umpat Minho seraya menggosok-gosok telinga nya yang sakit.

Hyunjin mendengus kesal ketika mata nya tidak sengaja bertatapan dengan Felix. Tanpa sadar ia mengikuti arah pergerakan Felix. Mengamati pria itu yang duduk berhadapan dengan Eric. Keduanya tertawa, seolah-olah sedang berpesta merayakan kegusaran Hyunjin.

Melihat mereka, Hyunjin jadi kehilangan selera makan. "Dia tidak sepolos yang kau kira" gumam nya menyiratkan Minho untuk mengikuti arah pandang nya.

Minho tertawa kecil "Jadi, kau menyudutkannya karena cemburu?" Tawanya berhenti lalu digantikan oleh tatapan sarkastik nya. "Pengecut sekali."

"Terserah" decih Hyunjin tak peduli. Ia tetap ngotot dengan apa yang ia percayai.

"Kau cemburu tanpa tahu apa-apa." Minho mengejek Hyunjin dengan seringai meremehkannya.
"Mereka sepupuan" tambah nya lagi.

Hyunjin menoleh, cukup penasaran dengan yang Minho katakan tadi. "Benarkah?" Tanya nya memastikan.

Minho merotasikan bola mata nya dan berdecak kecil. "Bagaimana mungkin, kau yang berstatus pacar nya tidak tahu apapun?"

Hyunjin mengangkat bahunya tak peduli. "Aku punya penilaian sendiri" sanggah nya tak terima.

Tentu saja, siapa yang akan percaya kekasihnya keluar dari bilik toilet dengan pria lain dalam keadaan ambigu? Hyunjin rasa semua orang pasti akan sependapat dengan nya.

***

"Pacar mu mungkin akan membunuh ku setelah ini" ucapan Eric bukanlah hiperbola semata, karena tatapan laki-laki di seberang sana bak laser yang siap menghanguskan target nya.

"Biarkan saja" sahut Felix tidak peduli, membuat Eric mendengus malas.
"Aku tidak tahu jika brengsek seperti dia bisa cemburu juga" tambah nya.

"Baguslah." Tutur Felix tidak bersemangat. Mood nya kini memburuk, penyebab utamanya tentu saja oleh pria yang jadi topik utama pembicaraan mereka. Ingatannya masih bermain pada kejadian di atap tadi.

"Kau tidak berniat menjelaskan padanya apa yang terjadi?"

Felix menaikkan sebelah alisnya penasaran. "Soal apa?"

"Di toilet waktu itu" Eric menjeda, Felix mengangkat wajahnya. Cukup penasaran dengan apa yang sedang Eric bahas. "Kita bertengkar hebat di toilet sekolah. Lalu keluar bersamaan dengan penampilan acak-acakan. Aku yakin siapapun yang melihat akan beranggapan aneh. Kau tahu kan, dia juga pasti akan berpikiran ke arah sana. Terlebih dia adalah pacar mu!"

"Biarkan saja. Aku lebih suka dia berpikir seperti itu." Mengingat kejadian waktu itu membuat ia mengulas senyum senang. Cukup menghibur menyaksikan Hyunjin yang diselimuti cemburu. Ia tidak akan melupakan pandangan terluka dari kedua mata Hyunjin ataupun bentakan putus asa nya. Begitu posesif dan transparan. Felix menyukai Hyunjin yang seperti itu.

Eric mendengus tidak senang. "Lalu soal Minju, kau juga membiarkan dia berpikiran buruk tentang mu?"

Felix mengangguk. "Aku menunggu dia yang memohon padaku." Ucap nya optimis yang langsung dihadiahi tawa lebar Eric.

"Hei, itu tidak akan terjadi. Aku berani bertaruh. Jika aku jadi dia, aku tidak akan kalah untuk kedua kalinya. Ini soal gengsi dan harga diri, man"

Felix mengangkat bahunya. "Kita lihat saja nanti." Tantang nya santai.

Alis Eric menukik tajam. " Jangan bilang" jedanya seraya mendekatkan wajahnya. "Kau punya kartu lainnya?"

Felix mengangguk. "Bukan salah ku jika aku memainkan kartu yang sama dengan rencana mereka."
Senyum licik di bibirnya terulas lebar. Tak sabar mengetahui bagaimana respon pria itu ketika rencana yang ia susun matang turut dimainkan oleh lawan nya.

***

Hyunjin tau dia tampan dan selalu jadi pusat perhatian. Ia terkenal di seantero sekolah baik karena visual nya ataupun karena catatan pelanggaran nya yang memenuhi urutan nomor satu siswa pembangkang.

Setiap kali ia melangkahkan kaki, gadis-gadis akan menoleh kearahnya penuh decak kagum, lalu mengekori setiap langkahnya dengan tawaran kencan. Para lelaki akan menganggap Hyunjin rivalitas sejati, karena berhasil menggaet gadis yang mereka taksir. Jadi, pemandangan seperti itu bukanlah hal aneh bagi seorang Hwang Hyunjin.

Tapi kali ini berbeda. Bukan pandangan dengan decak kagum yang ia dapat, melainkan decihan sinis.
Semua pasang mata menelanjanginya dengan penghakiman seolah-olah dia telah membuat kesalahan besar.


Hyunjin mengetuk ujung jarinya pelan di atas meja. Ia lalu merebahkan kepalanya menikmati rima selaras antara ketukan jari dengan alunan lagu di airpods. Menenggelamkan celotehan murid perempuan yang membicarakannya dengan lagu hip hop.

"Sepertinya kau menikmati kepopuleran mu sekarang ini. Bagaimana rasanya menjadi perbincangan seisi sekolah?"
Minho melepas airpods yang menyumpal telinga Hyunjin lalu duduk di samping bangku nya.

Hyunjin membuka matanya malas. "Wae?"

"Man, aku tau kau memang brengsek tapi apa yang kau lakukan sekarang ini membuat aku tidak bisa berkata apa-apa lagi."

"Bicaralah yang jelas." Dengus Hyunjin kesal. Meminta si teman untuk mengatakan point nya langsung.

Minho memicing penasaran. "Kau benar-benar tidak tau jika saat ini kau menjadi topik obrolan terpanas?"

Hyunjin mengerjap tak paham akan ucapan Minho.

"Sebaiknya kau cek ponsel mu lalu buka ruang obrolan kelas kita."

Hyunjin kemudian mengecek ponsel nya. Diantara ratusan pesan yang belum dibaca, ada satu video yang menarik perhatiannya. Ia memutar nya dan memperhatikan dengan seksama. Itu video yang direkam beberapa hari lalu saat Hyunjin dan Minju di lab Kimia.

"Kau benar-benar brengsek" puji Minho sarkastik. "Seharusnya kau memutuskan Felix sebelum berkencan kembali dengan Minju." Tambah nya menghakimi.

"Sial" umpat Hyunjin. Di pijat nya pelipis nya dengan helaan nafas panjang. "Siapa yang menyebarkannya?"

"Entahlah. Tapi bukan itu yang harus kau khawatirkan. Desas-desus nya, kau yang membuat Minju menghilang. Kau tau kan bagaimana gosip beredar? Semua orang bebas menambah atau mengurangi informasi nya."

Hyunjin menggertakkan giginya, amarah di dalam dirinya bergejolak. "Aku rasa aku tau siapa pelakunya"

Lantas Hyunjin beranjak dari kursi seraya mengepalkan tangannya kuat. Ia mengabaikan teriakan Minho yang bertanya 'kau mau kemana?' juga bunyi bel pertanda pelajaran akan dimulai. Tujuan nya hanya satu, kelas 10A.

***

TASTE - HYUNLIXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang