Hyunjin menanti Felix di depan pintu masuk kelas 10A. Tangan nya bersedekap dengan tatapan yang jauh dari kata ramah. Semua orang yang melihatnya pasti langsung tahu jika Hyunjin sekarang benar-benar marah. Karena itu, tak satupun dari mereka yang bertanya apa yang tengah dilakukan laki-laki itu di sana.
Hyunjin mendecih muak ketika melihat sosok pria berkacamata bulat yang tengah kesusahan membawa setumpuk buku itu dari ruang guru.
"Dia benar-benar totalitas menjalani perannya sebagai siswa teladan." Seringainya sarkastik. Pandangan Hyunjin tak lepas dari sosok Felix yang membalas senyum ramah siapapun yang berpapasan dengan nya.
"Ikut aku. Kita perlu bicara." Titah nya mutlak. Penuh penekanan dan tidak menerima penolakan.
Felix mematung di tempat. Kepala nya ia tundukkan dengan rasa takut dan kegelisahan yang kentara.
Ia mencuri pandang kearah teman sekelas yang tengah menatapnya dengan raut kasihan.
"Maaf, sunbaenim aku harus masuk ke kelas." Ucap nya terbata.Hyunjin terkekeh geli. Ia menerawang sosok di depannya dengan segenap kebencian terdalamnya.
Di cekal nya tangan Felix sehingga buku-buku yang di bawa pria itu berserakan."Kau dan akting mu itu sangat sempurna." Hyunjin tak bisa menyembunyikan rasa marahnya.
"Tapi aku tidak punya waktu untuk berbasa-basi atau bertepuk tangan memberikan mu penghargaan." Kekehan sinis dan tatapan arogan penuh penghinaan ia layangkan pada sang dongsaeng.Tanpa menunggu Felix berkompromi dengan pemikirannya Hyunjin langsung menyeret pria itu menaiki tangga menuju atap sekolah.
Meskipun pergelangan tangannya terasa sakit namun Felix tetap mengikuti langkah kasar Hyunjin tanpa banyak bertanya.
Sesampainya di tempat yang ia tuju Hyunjin langsung menghempaskan tangan Felix secara kasar. Ia tak peduli dengan erangan memilukan si dongsaeng. Seakan-akan semua belas kasih yang ia punya terkikis begitu saja.
"Katakan padaku, apa rencana mu?" Bahu nya naik turun begitu pun pupil nya bergetar menahan amarah. Hyunjin lalu meraih kerah baju Felix lalu mendorongnya. Menghasilkan bunyi berdebum karena hempasan punggung Felix dengan dinding kasar.
Dejavu. Ia merasakan lagi adegan seperti ini. Situasinya sama, cara Hyunjin memandang nya juga sama begitupun kemelut amarah di mata pemuda itu. Serupa.
Felix memejamkan matanya sekilas lalu menengadah, beradu tatap dengan pria yang sedang menawan nya."Sial!" Seharusnya ia takut dengan cara pria itu menatapnya. Atau, seharusnya ia membalas Hyunjin dengan nyalang, menantang Hyunjin seperti yang kemarin dilakukan nya. Namun tubuhnya mengkhianati akal sehat nya.
Dalam situasi seperti ini bagaimana mungkin ia malah terpaku pada sepasang iris berembun yang menatapnya frustasi dan putus asa. Mengabaikan rasa sakit di pergelangan tangan nya ataupun di punggungnya akibat dorongan kasar Hyunjin tadi.
Ia memperhatikan bagaimana bibir yang fasih menyebut namanya itu setengah terbuka-meloloskan karbondioksida-."Brengsek. Jawab aku." Hyunjin berteriak frustasi. Untuk kedua kalinya ia memperlihatkan dirinya yang begitu rapuh dan kacau di hadapan seseorang, dan sialnya itu selalu Felix-musuh yang berstatus kekasih nya-.
Kelopak mata Felix mengerjap. Membawanya kembali kedalam rasionalitas nya.
"Hyung...berhenti menyudutkan ku seperti ini. Menuduhku melakukan apa yang tidak kulakukan, itu cukup menyakitkan."
Ia meremas lengan Hyunjin lembut, sedang mata nya tak berkedip menatap pria di depan nya yang tampak begitu kacau.Entah karena lantunan suara serak Felix yang mengalun seperti mantra atau karena emosinya yang mulai mereda, tatapan Hyunjin melunak. bahunya yang tegang perlahan mengendur begitupun cengkeraman di kerah baju Felix terlepas. "Ini juga menyakitkan bagiku. Katakan, katakan sejujurnya agar aku tidak menyudutkan mu lagi." Gumam nya sarat keputusasaan yang kental.
"Apa hyung akan mempercayai ku?" Tanya nya gamang. Menelisik pupil yang bergetar dan kerjapan mata dari si pemuda yang lebih tua darinya.
Hyunjin memalingkan wajahnya lalu menatap Felix dengan sebuah anggukan lemah.
"Hyung akan mempercayai nya" kilah bibir nya berbohong.Felix tersenyum getir. Ia menelan ludahnya yang terasa pahit. Ia tahu pria dihadapannya berbohong. Hyunjin tidak menginginkan kejujuran, ia hanya ingin tudingan dan prasangka yang ia layangkan pada Felix terbukti benar.
"Hyung... bagaimana rasanya menikmati permainan yang hyung rencanakan?" Seringainya merendahkan. Cukup untuk menghidupkan kembali amarah Hyunjin yang baru saja reda.
"Bukankah ini permainan yang hyung mainkan dengan Minju, menyebarkan gosip dan membuat citra ku rusak? Tapi sayang nya itu tidak akan terjadi. Aku telah mengubah alur yang hyung buat. Bukankah tidak adil menyalahkan ku, sementara hyung yang memulainya."
Hyunjin terkekeh memilukan. "Lalu, apalagi yang kau inginkan?" Hyunjin tergelak pahit. "Membuat aku berlutut di kaki mu meminta pengampunan?"
Muak. Ia sangat muak dan juga lelah bermain seperti ini. Bersandiwara seolah mereka adalah pasangan yang saling mencintai, sedang dalam hati keduanya tersimpan rencana untuk saling menjatuhkan.
Ia muak menjadi badut bodoh yang bisa Felix permainkan dengan sesukanya. Hyunjin rasa, toleransinya telah melewati batas. persetan dengan semuanya. Dia tidak peduli lagi."Ya, aku ingin hyung lakukan itu." Pinta Felix serakah. Di tatap nya raut kacau Hyunjin dengan seringai kemenangan. Hanya sedetik sebelum kepalan tangan Hyunjin meninju rahangnya.
Semua terjadi tiba-tiba. Felix tidak mengantisipasinya. Matanya membelalak tak percaya menatap Hyunjin yang kacau. Terengah-engah dengan kelopak mata yang menggenang penuh.
Felix meludahkan liur nya yang bercampur darah ke lantai. Ia tertawa lebar.
"Kau senang sekarang? Atau...kau ingin memukul ku lagi? Kau bisa melakukan apa saja pada ku. Kau tahu kan, aku tidak akan membalas mu, disini? Ayolah, kau pasti sangat ingin melakukannya." Tantang nya persuasif dan berani.Jika saja Hyunjin sudah gila, ia pasti akan melayangkan pukulan bertubi-tubi atau mendorong pria itu dari atap sekolah. Dengan begitu ia bisa membebaskan diri dari amarah dan kemuakan yang ia tekan selama ini. Tapi Hyunjin masih waras, meski akal sehat nya tidak bekerja sebagaimana semestinya.
Hyunjin menghela nafas lelah. Di tatapnya kedua mata sang dongsaeng mengajaknya bernegosiasi.
"Dengar..." Jeda nya seraya mengatur deru nafas nya. "Kita selesai. Kau, aku tidak memiliki hubungan apapun lagi. Aku mempermainkan mu, kau membalasnya. Kita impas."Cara Hyunjin menatapnya, menyakitkan. Tidak ada lagi tatapan lembut yang biasa ia tunjukkan, tidak ada lagi yang tersisa selain kekecewaan yang kentara.
Membuat Felix tidak mampu berkata apa-apa. Semua pembendaharaan kata seolah-olah telah lenyap dari otak nya. Lidahnya kelu untuk sekedar memohon, menahan laki-laki itu tetap disisi nya.Hyunjin berpaling. Langkah pastinya terdengar menggema di setiap jejak kepergiannya. Hyunjin tidak menoleh, berbalik ataupun sekedar mengucapkan permintaan maaf. Baginya semua sudah usai. Selesai.
Felix menghitung detik yang ia lalui setelah Hyunjin benar-benar memilih pergi dari hidupnya. Pemuda itu menyerah menjadi bidak dalam papan catur dan menyudahi semua permainan nan memuakkan.
Ketukan langkah tegas dan punggung tegap Hyunjin yang menjauh memberitahu Felix jika tidak ada satupun rasa yang dimiliki laki-laki itu padanya. Bahkan rasa kasihan sekalipun.
15 detik, Felix masih menghitungnya. Hyunjin berada di depan pintu. Menggenggam kenop lalu menyibak daun nya. Melangkah tanpa ragu, tak menoleh sekalipun dan akhirnya menghilang sepenuhnya seiring bunyi debuman pintu.
Felix menghembuskan nafasnya yang tanpa sadar ia tahan. Matanya tak lepas memandangi jejak terakhir yang ditinggalkan Hyunjin, meskipun ia tahu mustahil Hyunjin akan berbalik padanya.
Felix mengusap rahang nya seraya terkekeh getir. "Chris pasti akan menghajar ku, jika melihat aku seperti ini. Sial, aku kalah lagi."
Ia tertawa pahit. Menertawakan dirinya yang begitu menyedihkan. Mengejek takdir percintaannya yang baru saja usai.Lalu, haruskah ia sekarang menyerah?

KAMU SEDANG MEMBACA
TASTE - HYUNLIX
RomanceFelix itu mangsa nya. Hyunjin menekankan itu. Ia bahkan berhasil membawa hoobae nya itu ke atas ranjang nya pada kencan pertama mereka. Felix yang polos, lugu dan siswa teladan di sekolahnya berhasil ia ubah menjadi murid yang berada di urutan perta...