Chapter 12 : Love bombing

558 80 2
                                    







"Hyung mau bubur?" Tawar Felix menunjukkan isi dari kantung plastik yang baru saja ia bawa.

"Aku tidak lapar." Tolak nya halus. Hyunjin kemudian mengalihkan pandangannya ke arah jendela yang menampilkan cerah nya langit malam.
Berduaan dengan Felix terasa menyakitkan baginya. Hubungan mereka yang telah berubah menciptakan kecanggungan yang kentara. Begitu juga rasa takut masih lekat mendominasi psikis Hyunjin. Bagaimana ia bisa lupa kejadian malam itu jika si pelaku penyiksaan begitu dekat dengan nya sekarang ini?
Bagaimana ia bisa bernafas lega jika Felix mengawasi layaknya malaikat maut?

Felix terkekeh ketika mendengar bunyi gemuruh di perut Hyunjin. Ia tahu Hyunjin tengah mati-matian menahan gengsi nya meskipun gemuruh di perut nya tidak berkompromi dengan mulut si tertua.
"Tenang saja, aku tidak akan menaruh racun di dalam nya." Sahutnya menjawab ke khawatiran yang ada di benak Hyunjin. Felix lalu membuka kotak bubur itu dan menyendok nya.

"Ayo, buka mulut hyung." Titah Felix lembut.

Hyunjin mengangkat kepalanya dan pandangan mereka bertemu. Sejenak ia terpaku karena senyuman Felix, meskipun ringkas namun manis sekali. Bahkan mata Felix yang menyipit turut mempertegas reaksi murni dari yang termuda.

"Kau tidak perlu menyuapi hyung. Hyung bisa sendiri." Hyunjin masih mati-matian berusaha terlihat kuat di hadapan Felix, meskipun sebenarnya jari-jari di tangan kanan nya masih belum bisa digerakkan sepenuhnya karena cedera malam itu.

Felix meletakkan kembali sendoknya ke dalam kotak bubur. Ia mengamati lamat-lamat reaksi Hyunjin yang sedang berusaha meraih tangkai sendok dengan tangan kanan nya.

Hyunjin perlahan mengulurkan tangan kanan ke kotak bubur yang ada di hadapannya. Belum sempat tergenggam, sendok itu sudah meluncur kembali. Untung nya Felix dengan sigap menangkapnya sebelum jatuh ke lantai.

Felix berdecak gemas melihat Hyunjin yang seperti balita baru belajar makan sendiri. "Biarkan aku yang menyuapi hyung." Titah nya mutlak.

Sang hyung menerimanya ragu-ragu. Ia ingin menolak namun perutnya lagi-lagi meraung kelaparan. Dengan sangat terpaksa ia menerima suapan Felix.

Seharusnya makanan lunak itu dengan mudah meluncur ke dalam kerongkongannya. Namun bagi Hyunjin ia seperti menelan sebongkah batu ketika Felix menatapnya dengan pandangan yang lucunya begitu Hyunjin rindukan. Binar polos nan penuh kasih sayang. Rasa bersalah seketika menyergapnya.

Hyunjin refleks mengalihkan tatapannya ke arah mana saja asal bukan iris Felix. Ia begitu berdosa dan merasa bersalah telah menodai sosok dihadapannya itu.

"Hyung mau minum?" Suara itu mendayu lembut seperti sediakala. Felix menyeka sisa bubur di bibir Hyunjin dengan gerakan yang terlampau halus.

Hyunjin masih enggan membalas tatap Felix. Makanan yang ia kunyah terasa begitu lama sampai ke lambung nya.

"Ini. Hyung minumlah." Felix lagi-lagi membuat Hyunjin kembali mengutuk diri atas ketidakberdayaan nya. Pria itu tersenyum manis seraya menyodorkan segelas air ke bibir Hyunjin dan si pasien tidak punya pilihan selain menerima semua perlakuan manisnya.

"Aku senang hyung menghabiskannya." Puji Felix tulus.
Pria itu menyeka sisa-sisa air di bibir Hyunjin dengan lembut. Kilatan takjub terlukis jelas di iris coklat gelap itu ketika kelopaknya menyipit saat ia menyunggingkan senyum lebar. Hyunjin kembali termangu mengartikan emosi yang tersimpan di balik paras tampan itu.

"Terimakasih Felix." Hyunjin turut mengulas senyum ketika mengucapkannya. Ia sudah memutuskan untuk mengikuti permainan Felix. Jika Felix sedang bersikap lembut padanya, Hyunjin akan membalasnya dengan perlakuan manis juga. Namun ketika Felix berubah dingin dan mendikte nya, pilihan Hyunjin hanyalah patuh pada segala yang Felix titah kan.

***


Felix menempatkan tangan Hyunjin hati-hati kemudian merapikan selimut nya. Ia menatap pria yang tertidur 15 menit lalu itu lamat-lamat. Jemarinya perlahan menyentuh kulit halus di permukaan wajah Hyunjin. Pipi dengan bekas memar itu terasa semakin menyusut, menandakan jika Hyunjin telah kehilangan banyak berat badannya sejak beberapa hari terakhir.

Telunjuk Felix perlahan menyisiri alis lebat Hyunjin dan beralih pada kelopak mata yang tertutup damai.
Felix merindukan sepasang mata sipit itu menatapnya seperti dahulu. Penuh minat dan begitu mendamba meskipun di dominasi oleh nafsu.

Lalu Felix membawa telunjuknya menyapu bibir Hyunjin dengan lembut. Felix rasa ia sudah lupa bagaimana rasa bibir itu ketika terakhir kali mengecupnya. Felix merindukan nya bibir itu. Sangat. Ia ingin memagutnya dalam dan agresif. Menyalurkan semua rasa rindu dan juga kecewanya.

Felix menjauhkan dirinya dari Hyunjin. Ia tidak boleh begini. Ia harus mengenyahkan rasa rindu yang diam-diam menyelusup tanpa permisi. Ia tidak boleh jatuh untuk yang kedua kali sebelum memastikan jika Hyunjin sendirilah yang lebih dulu menjatuhkan dirinya.

***

"Appa akan mencalonkan diri menjadi anggota dewan, untuk itu kau harus mengubah perangai mu seperti siswa normal lain nya. Sampai pencalonan nya selesai, jangan pernah membuat masalah sedikitpun."
Telunjuk yang mengarah ke muka Hyunjin menegaskan jika pria 50 tahun itu tidak main-main dengan ucapannya.

Hyunjin memalingkan muka. Ia mendecih kecil mengejek ayahnya. "Aku kira appa sudah mendapatkan apa yang appa mau, bahkan dengan mengorbankan eomma. Tetapi rupanya appa masih memanjat untuk jabatan itu."

"Tutup mulut mu. Kau semakin kurang ajar saja." Pria itu bersiap melayangkan tangannya ke pipi Hyunjin namun ditahan sang ajudan.

"Tuan tidak boleh melakukan ini. Jika tuan muda terluka lagi itu hanya akan menambah masalah yang tidak penting." Bisik si ajudan.

Pria bernama Hwang In Yeop itu menurunkan tangan, namun tatapannya masih se nyalang tadi.
"Kembali lah ke sekolah dan jangan buat masalah. Kau tidak boleh berteman lagi dengan berandalan itu. Ingat, tahun ini kau harus lulus."

Keterdiaman Hyunjin dianggap tuan Hwang sebagai persetujuan.

"Kau tidak bisa pergi kemanapun seenaknya lagi karena appa sudah menempatkan perawat dan supir yang akan mengawasi mu. Uang belanja bulanan pun sudah appa batasi. Dengan begitu kau tidak bisa berfoya-foya lagi." Tekan nya sebelum meninggalkan ruang rawat Hyunjin.

Si ajudan yang mengekor di belakang menundukkan kepalanya sedikit ke arah Hyunjin seraya mengucapkan kalimat lekas sembuh. Hyunjin masih terdiam di ranjang nya menatap kepergian mereka. Ia merasa sedih dan kesepian lagi karena tidak ada orang yang benar-benar berada di sisi nya.


***

Pria yang masih memakai seragam berlogo Cheongdam itu terlihat seperti sosok yang pertama kali Hyunjin temui. Begitu antusias, cenderung cerewet ketika menuturkan sesuatu.
Sesekali ia menghembuskan nafasnya kasar dan sesekali pula ia berdecak sebal ketika menceritakan betapa banyaknya tugas yang ia kerjakan seharian tadi.

"Oh ya, apa Park songsaenim yang merekomendasikan? Lalu bagaimana dengan mu, apa kau benar-benar ingin menjadi ketua OSIS?" sela Hyunjin.
Jika dulu ia berpura-pura tertarik mendengarkan semua ocehan Felix, sekarang tanpa diminta pun ia patuh menjadi pendengarnya.

Felix mengangguk kuat. "Aku rasa pasti akan menyenangkan menjadi ketua OSIS." Ujar nya bersemangat.
Iris nya semakin berbinar ketika menjabarkan kesiapannya mengampu tugas terbesar di SMA Cheongdam. Apalagi sewaktu sekolah menengah ia menjabat sebagai Vice president.

"Kau pasti lelah. Istirahat lah, kau tidak perlu menemani hyung sekarang ini." Ada kepedulian dalam ucapannya. Refleks Hyunjin membelai punggung tangan Felix. Seperti kebiasaannya dulu. Setelah menyadari nya, Hyunjin segera menarik tangannya. Ia merasa tidak berhak menyentuhnya tanpa persetujuan dari yang termuda.

Felix menggeleng kuat. "Aku ingin disini bersama hyung. Lagipula, aku belum selesai bercerita." Sela nya dengan bibir mengerucut lucu.

Dengan setengah hati Hyunjin mengulas senyum kecil merespon tingkah menggemaskan Felix. Jika pria yang ada di hadapannya adalah Felix versi dulu mungkin Hyunjin akan memujinya takjub. Bahkan ia akan memberikan kecupan di bibir tipis nya tanpa ragu-ragu.

Tapi Felix yang sekarang berbeda. Binar indah dan lengkungan senyum manis nya malah terlihat mengerikan dimata Hyunjin. Apalagi sikap pura-pura Felix seolah-olah tidak ada masalah di antara mereka.



***

TASTE - HYUNLIXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang