"Tidak biasanya kau mengunjungi hyung ketika tikus sedang berkeliaran di wilayah mu seperti ini"
Chris menghentikan kegiatan menulis catatan transaksi nya untuk sekedar menoleh ke arah Felix yang memasuki ruang kerjanya.Felix tahu, tikus yang Chris maksud tak lain adalah Hyunjin. Secara analitis, Chris benar. Memberikan Hyunjin celah sebesar-besarnya untuk berkhianat adalah umpan paling berisiko. Tapi Felix tidaklah se ceroboh itu. Ia cukup pandai memilah umpan yang menarik.
"Aku membiarkan tikusnya memakan umpan nya."
Felix menjatuhkan tubuhnya di atas sofa berukuran besar lalu memainkan ponselnya."Kau sudah memastikan jika itu umpan yang tepat?"
"Tentu saja. Itu umpan yang menarik, tidak akan ditolak oleh tikus manapun." Felix tak menoleh, ia masih disibukkan oleh game di ponsel nya.
"Hyung harap kau tidak kasihan pada tikus nya dan berakhir melepasnya kembali."
Felix menoleh sebentar kearah kakak nya seraya berpikir "yah, kurasa itu tidak akan terjadi."
Gumaman yang lebih seperti meyakinkan diri sendiri itu justru dianggap Chris sebagai tindakan ceroboh.
"Keraguan akan membuat rencana mu berantakan. Kau harus memastikan jika tikus nya mati perlahan-lahan setelah memakan umpan nya."Chris menutup buku besarnya lalu menaruhnya di dalam brangkas. Ia menuang sebotol wine ke dalam gelas nya yang telah kosong.
"Seperti itulah dia. Kau memberinya celah dan dia menggunakan itu untuk menggulingkan mu."Felix tidak membalasnya karena dia tahu Chris benar. Tapi di lain sisi, ia juga mengerti apa yang dilakukan Hyunjin adalah sebagai bentuk mekanisme pertahanan diri nya. Menurut sudut pandang Hyunjin, Felix adalah penjahatnya. Ketika Felix menunjukkan celahnya maka Hyunjin akan langsung menggunakan itu untuk memberikan serangan balasan.
Kening Chris berkerut dalam.
"Itu karena kau terlalu memanjakan nya." Peringatnya tak suka."Bagaimana cara mu mengajari nya itu menentukan akhirnya. Kau ingin akhir yang bagaimana?" Chris menekankan sekali lagi agar Felix tidak meremehkan target nya. Bagaimanapun, manusia adalah satu-satunya target yang unik. Tidak bisa dikendalikan. Hanya manusialah yang bisa mengacaukan variabel rencana karena mereka adalah makhluk hidup yang memiliki pemikirannya tersendiri. Terlebih jika perasaan turut bermain di dalamnya.
"Dia masih dalam pengawasan ku, tetapi, ya, aku masih belum menyusun alur penutup nya." Felix frustasi memilih antara menghancurkan nya ataupun mengikat Hyunjin disisinya selama yang ia inginkan.
Chris menatap Felix tajam, memperingatinya lewat tatapan. "Jangan sampai jatuh untuk kedua kalinya."
Kali ini peringatan nya tidak main-main. Ia tidak ingin dongsaeng nya yang belum mengerti jatuh dalam belenggu yang namanya cinta. Chris cukup yakin bahwa Felix masih belum bisa membedakan mana cinta dan mana obsesi semata.Felix terkekeh, bukannya takut malah ia merasa tertantang.
"Lalu, bagaimana jika aku jatuh lagi. Apa yang akan hyung lakukan?"
"Menghajar mu. Tentu saja. Kau mulai lupa banyak hal yang telah kita pelajari karena aku terlalu memanjakan mu. Haruskah aku menerapkan cara ayah?" Ancam nya.
Felix terdiam. Tawa nya luntur seketika. Ia tahu ancaman kali ini serius. Chris tahu benar bagaimana caranya menakuti Felix.
"Aku tahu," jawab Felix akhirnya. "Aku akan pastikan apapun rencana ku itu tidak akan menganggu hyung."
"Seharusnya memang seperti itu." Tutup Chris mengakhiri pembicaraan.
***
Rumah Daehwi memancarkan kemeriahan dan sorak sorai euforia penghuninya. Bahkan saat Hyunjin memarkir motornya di halaman depan, hentakkan musik keras segera menyambutnya.
Hyunjin merogoh saku nya, mengambil smartphone dan menekan angka 1 di ponsel nya.
"Wae? Kau sudah datang?"
Si pemilik angka utama di ponselnya yang menandakan posisi terpenting segera mengangkat."Ya, kau dimana?"
"Masuk lah lebih dulu, aku ada urusan. Nanti aku akan menyusul mu" ujarnya seraya memutuskan sambungan telepon.
Hyunjin memencet bel rumah. Tak butuh waktu lama, sang pemilik rumah pun datang menyambut nya dengan senyum lebar. "Akhirnya kau datang!" Seru Daehwi kelewat senang. Ia lalu memeluk Hyunjin dengan erat.
"Aku datang hanya untuk pesta nya" kelakar Hyunjin. Ia lalu menyodorkan kantong hadiah padanya.
"Hadiah mu pasti mahal,"
"Tentu saja" Hyunjin terkekeh, cukup paham selera sahabatnya.
"Masuklah nikmati pesta nya." Daehwi merangkul bahu Hyunjin, menuntun sang tamu menuju sisi sebelah kiri bangunan ke sebuah taman dengan kolam renang besar yang sudah di dekorasi sedemikian rupa.
"Ngomong-ngomong, apa Minju sudah datang, bukankah kau juga mengundangnya?"
Daehwi menggeleng, ia mengecek ponselnya. "Aku sudah mencoba menelpon nya, tetapi ponsel nya tidak aktif. Tumben sekali kau menanyakannya? Apa kalian kembali berkencan?" Goda Daehwi dengan tawa panjang.
"Tidak. Hanya saja kami memiliki urusan penting yang harus diselesaikan." Jawab Hyunjin seraya menyisir pandangan ke arah tamu yang ada di ruangan itu.
"Seberapa penting nya?" Ucapan Daehwi terputus saat seseorang yang teramat Hyunjin kenal turut hadir di sana. Pria dengan kemeja putih berbalut jaket kulit itu tersenyum ke arahnya. Tampak luar biasa tampan dan juga manis.
"Hyung, apa acara memancing nya sudah selesai?" Felix melangkah mendekat ke arah dua orang pria di depan pintu. Senyum manis nya terkembang sempurna menyambut Hyunjin.
"Tidak jadi, appa ternyata punya urusan penting" tukas Hyunjin berbohong. Ia mengulas senyum terpaksa. Rencananya untuk bersenang-senang hari ini hancur sudah. Harusnya Hyunjin menyadari jika malaikat maut tidak pernah jauh dari calon korban nya.
"Tunggu, kalian saling mengenal?" Daehwi menunjuk Felix dan Hyunjin bergantian.
"Kami sedang berkencan. Sudah 3 bulan lalu." Tutur Felix mendahului Hyunjin yang akan membuka mulutnya. Tangan nya segera ia kaitkan pada lengan Hyunjin. Tak lupa senyum manis ia ulas sebagai penegasan.
Hyunjin mengangguk patah, setengah tertunduk.
Daehwi menepuk bahu Hyunjin. "Ceritakan pada ku, bagaimana kalian saling mengenal." Pinta nya penasaran.
"Kami satu sekolah. Dia hoobae ku." Kali ini Hyunjin yang menjawab.
"Hoobae?" Daehwi merasa bingung, ia melirik Felix, meminta penjelasan apa yang Hyunjin maksud, namun Felix hanya menatapnya datar. Hyunjin yang melihat itu merasa heran.
"Ada apa dengan interaksi mereka berdua?" Selidik Hyunjin.
Daehwi tiba-tiba tertawa keras. "Tentu saja, maaf aku lupa jika kalian satu sekolah. Ternyata dunia memang sesempit ini ya. Menyenangkan berbincang dengan kalian, tapi maaf aku harus pergi. Ada tamu lain yang harus aku sambut" ujar Daehwi kemudian bergegas pergi meninggalkan mereka berdua.
Hyunjin menjentikkan jarinya saat seorang butler yang membawa nampan bundar keperakan dengan empat gelas minuman melintas tak jauh dari tempatnya dan Felix kini berdiri.
"Aku tidak tahu jika kalian saling mengenal." Ucapnya yang lebih seperti sindiran. Hyunjin merasa Felix telah memanipulasi orang-orang di sekitarnya."Ini tidak seperti yang hyung bayangkan. Aku dan Daehwi sudah saling mengenal bahkan sebelum kalian berteman. Aku tidak tertarik merebut ataupun memanipulasi semua orang terdekat Hyung, hanya saja kebetulan sekali orang yang hyung kenal juga memiliki hubungan dengan ku."
"Ya mungkin saja seperti itu." Cetus Hyunjin sebelum menyesap minuman nya. Ia tidak percaya apa yang Felix katakan, karena satu-satunya yang ia yakini adalah penilaian nya.
Felix memperingati nya melalui tatapan. "Jangan samakan aku dengan hyung. Aku tidak pernah berbohong. Hyung saja yang tidak mau bertanya atau sekedar ingin tahu tentang ku." Sindiran balik Felix memukul telak Hyunjin. Ia terdiam, memilih tak memperpanjang debat mereka.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
TASTE - HYUNLIX
RomanceFelix itu mangsa nya. Hyunjin menekankan itu. Ia bahkan berhasil membawa hoobae nya itu ke atas ranjang nya pada kencan pertama mereka. Felix yang polos, lugu dan siswa teladan di sekolahnya berhasil ia ubah menjadi murid yang berada di urutan perta...