Aku memilih warung bakso pinggir jalan sebagai tempat pertemuanku dengan Nyonya Farah. Sengaja memang. Rasa percaya diri sudah ku pupuk sejak langkah kakiku keluar dari rumah satu jam yang lalu. Bahkan sejak semalam berbagai pose dan ekspresi sudah kupersiapkan di depan cermin.
Aku siap bertemu wanita itu. Wanita yang delapan puluh persen kuduga adalah ibu kandungku.
Mata itu langsung menatapku lurus saat kami bertemu. Nyonya Farah masuk ke area warung masih dengan setelan kantor. Rambutnya di gelung ke atas pertanda dia baru saja pulang bekerja.
Setelah berhenti sejenak wanita itu melanjutkan langkahnya, menghampiriku.
"Maaf, saya telat beberapa menit." sapanya. Suaranya masih dingin seperti awal-awal kami bertemu.
"Mau minum apa, Nyonya?"
Aku tetap berusaha menyambutnya hangat walaupun sebenarnya ingin rasanya kami ngobrol langsung ke intinya.
Nyonya Farah meletakkan tas kerjanya di kursi kosong sembari duduk. Dia kemudian mengeluarkan sebotol air mineral dari dalam tasnya.
Wanita itu menolak tawaran minumku secara halus.
Aku menghela napas pendek. Nyonya Farah bahkan terlihat tidak gugup. Wajahnya tak berubah. Ku amati wajah wanita di hadapanku ini lamat-lamat. Berusaha mencari barangkali ada kemiripan di wajah kami.
"Soal yang kita bicarakan di telpon tempo ha—
Ucapan Nyonya farah terputus karena ucapanku.
"Saya ingin mengkonfirmasi sesuatu,"
Aku merogoh tas slempangku demi mengambil bukti yang kupunya. Lalu detik berikutnya menyorongkan benda itu setelah berhasil menemukannya.
"Anda pasti kenal dengan foto ini."
Wanita di hadapanku ini melirik sekilas.
"Siapa dia?"
Sudah kuduga dia pasti mengelak.
"Saya pernah melihat foto bayi ini di kamar Sania. persis."
"Itu foto masa kecil Sania."
Bibirku mendesis.
"Baiklah. Lalu apa maksud dengan video ini? Ini mobil yang mengantarkan saya pulang beberapa hari yang lalu.".
Nyonya Farah menatap video yang sedang kuputar di ponselku.
"Saya hanya mampir beli rokok."
Mata kami kembali bertemu, seharusnya aku lega bukan?
"Anda yakin tidak mengenal keluarga saya sebelumnya?"
Nyonya tak langsung menjawab. Wanita cantik itu memilih meraih sebungkus rokok terlebih dahulu. Dia sempat mengangkat alis ke arahku seolah minta persetujuan.
"Saya minta maaf soal Nando. Dia sempat di penjara satu tahun, tapi dia di penjara bukan karena kasus kamu,"
Topik berubah. Tak lagi membahas foto dan video yang sempat kutunjukan.
"Dia menghamili anak orang dan orang tua pacarnya tidak terima. Kami berusaha berdamai, tapi pihak perempuan tidak mau."
Tanganku terkepal tanpa sadar. Pantas saja ada yang ganjil saat aku mendengar pemuda brengsek itu masuk penjara. Seandainya Nando di penjara karena kasus dia mau melecehkanku, harusnya aku di panggil sebagai saksi bukan?
Brengsek!
Kukira selama ini aku sudah mendapatkan keadilan!
Nyonya Farah menghembuskan napas pelan, membuat asap rokok lolos dari bibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BENALU YANG TAK TERLIHAT(Tamat)
عاطفيةAwalnya aku membencinya. Lelaki itu bagaikan Benalu di kehidupan kami. Tanpa kusangka sebuah rahasia terkuak dan pada akhirnya penyesalan yang aku rasakan. Aku tidak mengizinkan siapapun memplagiat tulisan ini!! Jangan lupa follow YESS Terimakasih