Bab 40

209 11 1
                                    

Mengantar El bersalaman dengan pengantin ternyata bukan ide yang bagus. Seharusnya aku menolak saja seandainya tahu pada akhirnya kini kami malah harus duduk dan terlihat dengan obrolan bersama mempelai dan Fikar.

Seperti temu kangen!

"Dunia memang sesempit ini. Nggak nyangka." ucap Fibri dengan senyuman mengembang.

Sedari tadi tak terhitung berapa kali mempelai wanita ini mengumamkan kata wow dari bibirnya.

Aku tak kalah terkejut saat tahu, El dan Fibri sudah lama kenal. Mereka masih ada hubungan keluarga jauh.

Pantas saja El mendapatkan undangan. Tadinya kukira dia datang karena di undang Bima, tetapi ternyata yang mengundang adalah Fibri.

Kenapa semua seolah berhubungan? Padahal aku ingin lepas dari circle mereka.

El yang hari ini memakai setelan batik dan celana hitam juga sepertinya tak menyangka, berkali-kali ia menggeleng sambil menatapku.

"Mas Rafa gimana kabar Ayunda?" tanya Fibri memecahkan keheningan.

Fakta baru yang kuketahui tentang El, di lingkungan keluarganya dia di sapa Rafa.

"Dia sudah hamil." jawab El pelan.

"Wah ... selamat ya, Mas."

El tersenyum mengucapkan terimakasih. Dia tak lagi berucap apapun, tapi raut wajahnya berubah, tak sebahagia tadi.

Menyisakan diriku yang penasaran. Siapa Ayunda?

Nayya yang biasanya berisik mengajakku ngobrol sedari tadi tumben hanya diam? Bahkan sekilas aku melihat matanya berkaca-kaca. Padahal biasanya wajah perempuan cantik itu selalu ceria.

Sementara itu Fikar yang ada di sampingnya seakan tak mau tahu, pria tampan itu beberapa kali terlihat sedang menjawab telepon. Wajahnya nampak gusar, ekspresinya sama saat beberapa tahun lalu menemuiku terakhir kali.

Di saat seperti ini Bima yang duduk persis di depan kami malah terpantau menatapku.

"El,"

Aku berbisik mendekati kuping El. Pria itu seketika menunduk.

"Aku pulang dulu."

El langsung paham. Dia mengangguk pelan. "Pulang bareng, ya. Sebentar, aku mau ketemu seseorang dulu."

El pamit untuk menemui seseorang. Tinggallah kami bertiga karena Fikar beberapa menit yang lalu pamit ke toilet.

"Nay, kamu sehat 'kan?" tanyaku.

Aku bukan orang yang gampang perduli pada orang lain, tetapi demi mengusir jenuh dan rasa risih gara-gara ulah Bima, akhirnya kuputuskan membuka obrolan.

"Sehat, Sar."

Singkat. Padahal biasanya Nayya akan banyak bercerita tanpa di minta.

Kekakuan kembali menyeruak, kami saling diam, ini sama sekali tak nyaman.

"Aku nyusul Mas Zulfi dulu. Permisi."

Tinggallah aku sendiri dan mempelai pria yang sedari tadi berprilaku aneh, laksana patung.

"Jadi El, pria yang kamu suka?" tanyanya pelan masih menatapku.

"Sudah. Jangan rusak acaramu sendiri, aku nggak mau bertanggungjawab kalau acaramu kacau."

"Perlu kamu tahu, Sar. Aku tidak menginginkan pernikahan ini."

Aku memundurkan kepala karena Bima mengangkat tubuhnya dan berusaha mendekatkan wajahnya padaku.

BENALU YANG TAK TERLIHAT(Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang