Bab 31

135 10 2
                                    

Ada 18+ sedikit ya. Tolong bijak. Yang masih dibawah umur boleh di skip.








    Apakah ini adalah salah satu teguran dari Tuhan karena kejahatan yang pernah kulakukan? Ataukah ini balasan karena aku pernah menyakiti Bapak?

Tuhan, kalau boleh aku meminta sekarang, tolong kirimkan orang untuk menolongku. Kalau tidak, lebih baik cabut saja nyawaku sekarang daripada aku mendapatkan kehinaan ini. Aku rela, aku rela.

Aku merapal doa dalam hati dengan terus memejamkan mata. Beberapa menit lalu pria brengsek yang tengah menindihku ini sudah siap membuka resleting celananya. Bisa ku prediksi adegan apa selanjutnya yang akan terjadi padaku.

Tapi bukankah untuk membuka celana tidak membutuhkan waktu lama? Kenapa pria ini sekarang diam saja?

"Jangan merem," Pipiku di elus lembut olehnya. Suara pemuda brengsek itu terdengar serak penuh gairah. Tanpa mengindahkan perintahnya, aku sengaja tetap memejamkan mataku.

"Kamu mau cara lembut atau kasar? Hm, Jangan main-main, turuti saja kata-kataku!!"

Aku semakin memejamkan mata.

"Aku tidak suka penghinaan seperti ini, ayo buka matamu!!"

Nando berang, pria tak bermoral itu memaksa mataku agar melihatnya, aku berontak, seluruh tenaga ku kerahkan agar mata ini tidak melek.

"Buka sekarang kataku! Atau kamu ... Aaaaaahrg ... "

Secepat mungkin aku melompat dari kasur. Entah mendapatkan ilham dari mana, secara kilat kutendang selangkangan pria itu membuat dia mengerang kesakitan.

Kegaduhan ini rupanya berlanjut, pria itu mengejarku. Aku berlari dengan tenaga yang tersisa. Berharap dia akan melepaskanku. Tapi sayangnya kini malah terpojok di sudut ruang tengah, tak bisa kemana-mana.

"Aku akan ikuti permainan ini. Ayo, larilah." ucapnya dengan menyunggingkan senyum meremehkan.

"Tolong ... tolong ..."

Aku tahu teriakanku ini sia-sia.

Pria itu menyeringai puas semakin mendekat, lalu tubuh yang bagian atas tanpa sehelai pakaian itu menghimpit tubuhku.

"Kurang ajar!"

Teriakku karena Nando mengendus leherku. Dengan sisa tenaga, aku berhasil menamparnya, membuat pria itu semakin kehilangan kesabaran. Dengan kasar di dekapnya tubuhku olehnya, aku terus melawan,  terus memberontak, sehingga membuat kami terpelanting dengan posisiku kini berada di atasnya.

"Apa yang kalian lakukan?"

Sebuah suara menginterupsi kami. Aku menoleh, di hadapanku kini nampak Nyonya Farah mengeram dengan rahang mengeras. Keangkuhannya berubah menjadi kemarahan.

***
"Dia merayuku!"

Pria laknat itu berusaha memfitnahku,  membalikkan kenyataan.

"Bohong!" teriakku murka.

Kami sedang di sidang sekarang. Ini sudah hampir jam 3 pagi dan aku belum tidur seharian. Tubuhku lelah sekali, tenagaku terkuras habis gara-gara Nando sialan itu. Dan kini dia malah berusaha memfitnahku.

"Dia mendapat kesempatan karena malam ini bisa menginap. Lihat, dia membawakanku susu dan mie, padahal kau tahu kalau dari dulu aku tidak pernah makan malam hari."

"Brengsek, kurang ajar, bajingan .... "

Aku tak lagi memperdulikan kehadiran Nyonya Farah. Pria bajingan ini di beri pelajaran. Dengan emosi meluap, kutampar wajahnya, brutal. Seketika dia membalas dengan tamparan di wajahku membuat kepala ini makin pening.

BENALU YANG TAK TERLIHAT(Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang