Bab 57

152 9 2
                                    

"Saya terima nikah dan kawinnya Sarifah Aprilia binti Faradila Rahayu dengan mas kawin uang tunai sebesar seratus juta rupiah  di bayar tunai..."

Suara El terdengar begitu lantang sampai ruang tengah rumahku. Tempat diriku kini menunggunya mengucapkan ijab qobul bersama ibu.

Seperti dugaanku, setelah pria itu mengucapkan ijab kabul semua orang yang hadir sebagian mungkin bingung saat mendengar bunyi ijab yang sedikit janggal itu.

Beberapa tetangga yang ikut membantu acara sekarang sedang berbisik kemudian menatapku.

Mereka pasti cukup terkejut dengan binti yang menyertai namaku.

"Bagaimana saksi, Sah?" tanya pak penghulu.

Biasanya setelah penghulu menanyakan hal itu pasti akan terdengar jawaban sah dari saksi. Tetapi sepertinya untuk ijabku ini lain dari yang lain.

Bagaimana tidak, bukannya ucapan sah yang kudengar tetapi sekarang malah suara dari beberapa tamu yang seperti berteriak karena ada huru-hara.

"Maaf pak penghulu, bisakah ijabnya di ulang?!"

Aku yang sedari tadi menduga-duga tersentak. Rupanya huru-hara itu muncul karena kedatangannya!

Apa sebenarnya yang wanita itu mau dari kami?!

Belum cukupkah dirinya menjadi benalu yang menggerogoti kebahagiaan keluarga kami dulu?!

Aku segera beranjak dari tempat dudukku. Berniat mengusir wanita itu secepatnya.

Dia tidak berhak berada di sini!

"Nduk," ibu ikut bangkit berusaha mengejarku.

"Maksudnya di ulang?" tanya pak penghulu terdengar cukup terkejut.

Aku sudah berdiri di pintu dekat teras. Menatap nyalang ke arah depan dan menemukan wajah calon suamiku yang terlihat sangat tegang.

Lalu aku mengalihkan pandanganku ke arah lain. Kini tanpa sengaja mataku bertubrukan dengan wanita itu. 

"Saya Faradila Rahayu, ibu kandung Sarifah Aprilia," ucap perempuan itu sejenak menatapku, membuat tanganku terkepal.

Sontak ucapan Nyonya Farah itu membuat para tamu undangan saling pandang. Mereka berbisik-bisik. Kehadiran wanita itu sukses menyedot seluruh atensi tamu yang hadir.

Aku meneruskan langkah mencoba menghampirinya. Berniat mengusir dan memintanya untuk pergi.

"Ya," Kudengar penghulu berbicara saat aku sedang berjalan.  "Lalu kenapa?"

"Saya .... saya ingin ijab qabulnya di ulang Pak." Terdengar suara wanita yang biasanya angkuh itu bergetar. Dia seperti memohon.

"Alasannya apa, Ibu?"

"Karena ... Sari, dia masih punya wali yang bisa menikahkannya." lanjutnya sukses menghentikan langkahku.

Semua tamu kembali riuh dan saling pandang. El tak kalah terkejut. Dia bahkan berdiri dari tempat duduknya lalu beranjak mendekati Nyonya Farah.

Sementara itu di tempatku kini aku hanya bisa berdiri sambil gemetar.

Apa lagi ini?

"Nyonya. Bisa jelaskan maksud ucapan itu? Nyonya tidak bermaksud mempermainkan kami 'kan?" tanya El. Aku hanya bisa menyaksikan dari tempatku berdiri kala El bertanya dengan suara pelan.

Wanita itu mengangguk berkali-kali.

"Dia bukan anak di luar nikah. Dia punya Ayah. Tapi ayahnya sudah meninggal,"

Maksudnya? Aku bahkan tidak sanggup menatap siapapun sekarang.

"Begini saja bapak ibu, bagaimana kalau masalah ini di bicarakan secara pribadi. Nanti kalau sudah jelas, kita ulangi kembali ijabnya. Kebetulan kami juga harus menikahkan beberapa pengantin di kampung sebelah."

BENALU YANG TAK TERLIHAT(Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang