(Without) Resignation Letter

9 2 0
                                    

Hidup masih harus berlanjut. Telepon masih berdering, customer masih teriak-teriak minta barangnya dikirimkan secepatnya. Dolores masih setia berkoar-koar di grup setiap ada in-sal yang tidak sigap menjawab pertanyaannya atau supir yang belum up-date lokasi terkini. 

Setelah si Kenan cabut dari kantor, dua hari kemudian si Febe juga menyusul. Meski masih ada Kak Duma, Kak Endang dan anak-anak in-sal lainnya di kantor rasanya aku gak punya siapa-siapa lagi. Pengen rasanya menyusul mereka yang udah resign secepatnya.  

Keinginan untuk resign ini terus muncul selama beberapa hari. Niat itu semakin kuat setelah gak sengaja aku nemu surat resign di folder pc-ku. Seolah-olah alam semesta juga mendukung. Karena terus kepikiran, akhirnya aku salah add barang di sistem dan dampaknya fatal karena sampai ke orang gudang yang harus bongkar ulang muatan. Aku pun digiring ke ruangan untuk 'bimbingan' dengan Dolores. Oh yeah, ternyata Kak Vina juga menyusul sepuluh menit kemudian. 

"Dari awal saya kan sudah bilang, Lena. Dunia sales memang seperti ini. Kita gak bisa leha-leha apalagi karena kamu punya target omset yang harus dicapai. Kalau kamu gak bisa gesit bekerja, berarti di sini mungkin bukan tempatmu." 

Kepalaku yang tadinya menunduk sontak terangkat demi mendengar kalimat terakhir Dolores. Aku tau dia memang gak pernah ngomong lembut sama siapapun di kantor ini, tapi mengusir orang bukannya keterlaluan? Apa dunia pekerjaan memang semenakutkan ini?!

"Iya, Bu. Saya minta maaf," cuma itu yang keluar dari mulutku. Perkataan si Febe tiba-tiba melintas  'challenge diri kakak.'

"Okelah hari ini kamu minta maaf, tapi selanjutnya gimana? Saya liat setiap hari kamu gak ada inisiatifnya loh Lena. Misalkan jam makan siang juga gak ada niatan buat belajar sama seniornya. Nanya saya juga gak ada. Diam aja gitu kayak udah paham semuanya." –Kak Vina.

@#$%^%&*(+=!

"Sekarang kamu catat. Loh, catatatan kamu mana? Aduh, benar-benar gak niat kerja apa gimana kamu ini!" –Dolores.

Aku keluar ruangan dengan jalan santai berharap mereka berdua melihat itu sebagai bentuk pemberontakan kecil dariku. Setelah mengambil catatan kecil dan pulpen dari meja, aku kembali ke ruangan itu. 

"Kamu catat apa komitmen kamu supaya ke depannya kejadian hari ini gak terulang!" -Dolores

Tanganku perlahan mulai menuliskan sesuatu.

1. Saya berjanji akan bekerja sesuai SOP dan berusaha meminimalisir kesalahan

2. Memanfaatkan istirahat jam makan siang untuk bertanya ke senior lain atau Kak Vina

"Coba saya lihat." –Kak Vina

Kusodorkan catatanku.

"Hah, cuma ini?" Kak Vina menghembuskan nafas panjang. "Kamu tau Lena, kita di departemen sales-marketing ini ada target yang harus dicapai. Tapi calling-an kamu per hari itu hanya 5 customer-lah,7 customer-lah. Kalau seperti itu gimana bisa capai target? Tambahin lagi komitmennya!"

Aku mengambil lagi catatanku. Dalam hati udah geram setengah mati.

3. Target calling-an 15 per hari

4. Mencari customer baru supaya bisa capai target

"Saya mau mulai besok setiap pagi kamu lapor ke Kak Vina customer mana yang mau kamu follow up. Sorenya kamu lapor lagi hasil follow up kamu. Begitu terus setiap hari. Paham kamu?" –Dolores.

"Iya, Bu."

"Sekarang kamu tandatangani komitmen yang sudah kamu tulis itu. Buat tanggal hari ini, lalu foto dan kirimkan ke saya dan Kak Vina. Setelah itu kamu balik ke mejamu."

THE NAKED JOBSEEKERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang