BAB 7

313 67 23
                                    

•• ༻❁༺ ••
.
.
.

     Senyum gembira terukir seiring pintu kamar rawat dibuka. Hinata memperhatikan tirai-tirai biru sebagai sekat di antara ranjang dan matanya tertuju ke sebelah kanan ke ranjang yang terbuka. Tenten duduk di sana, memainkan gawai di tangannya.

"Kau datang?" Raut suka cita pun menyahut, "Kupikir tidak secepat ini."

"Kelasku baru selesai saat kau telepon tadi, mangkanya aku langsung kemari."

"Pasti kau belum makan siang, harusnya--"

"Aku bawa makanan, untuk kita makan bersama."

"Tapi, aku sudah makan. Mangkuknya masih di situ." Sembari dia melirik ke nakas, menunjukkan pada Hinata.

"Ya sudah, kalau begitu kutinggalkan makanannya di sini." Bungkusan yang dibawa hendak dia taruh ke permukaan nakas yang kosong, sampai Tenten mencegah pergerakannya.

"Kau tidak perlu melakukannya, Hinata. Aku akan pulang sore ini, untukmu saja. Maafkan aku, bukannya ingin menyinggungmu--mubazir kalau kau tinggalkan makanan itu di sini. Jangan marah ya."

     Hinata hanya bisa tersenyum, agak aneh ketika menjumpai temannya yang cerewet dan asal bicara ini tiba-tiba berubah menjelma sosok yang lembut. "Baiklah--kau mau cerita?"

"Aku hamil, Hinata." Respons selanjutnya dapat membuat dia cekikikan. Hinata dengan mata membulat adalah sesuatu yang begitu lucu bagi Tenten.

"Wah, ini nyata?" Detik itu pula Tenten mencebik, "Aku tidak menyangka. Oh ya ampun, mendebarkan sekali. Bagaimana jika bayinya lahir nanti dan dia tahu ibunya perempuan yang sangat berisik."

"Kata-katamu itu menyakitkan, Hinata. Kau pikir aku tidak mampu menjadi ibu kompeten untuk bayi ini?" rajuk Tenten seraya mengusap-usap perutnya yang masih rata.

"Aaa, aku mengerti. Itu sebabnya sikapmu sedikit halus sekarang?" Sengaja menggoda temannya, Hinata menaik turunkan alisnya berulang-ulang.

"Padahal aku sedang mencoba berperilaku manis padamu di depan bayiku dan kau merusak rencananya." Kontan Hinata tercengang, tak lama tertawa lepas. Untungnya dia tidak hilang kendali, situasi sekeliling menyadarkan dia agar tetap tenang.

"Ternyata menggoda ibu hamil sungguh menyenangkan, ya."

"Iss, kau ini! Aku pingsan di kafe dan menumpahkan kopi ke baju pelanggan."

"Bagaimana bisa??"

"Badanku tiba-tiba lemas. Syukurnya Shino belum pergi kerja, jadi dia bisa membawaku ke rumah sakit."

"Makanlah dengan baik, untuk sementara tidak usah minum kopi dulu. Aku akan membeli buah, susu dan vitamin. Tapi bukan sekarang, habisnya kau tidak memberitahuku sedari awal."

"Itu pasti merepotkan, Hinata. Aku tidak enak hati."

"Kau teman baikku satu-satunya, Tenten. Kalau hal sekecil itu pun tidak boleh kulakukan, apa gunanya sebuah pertemanan?"

"Ya, ya, terserahmu saja."

"Lihat?! Kau kembali ke dirimu yang asli."

Neophyte ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang