.....
"Aku suka kamu, Hinata. Kamu mau 'kan pacaran sama aku?"
"Ehm, aku coba."
Perkiraan Hyuuga Hinata meleset, tidak sesimpel wacana di akalnya. Ternyata menjalin hubungan cukup rumit bagi dia yang terlalu cinta pada prinsip. Hari-harinya di sekolah dihabiskan untuk memperhatikan penjelasan guru-guru, mengerjakan esai, menyelesaikan tugas-tugas yang dititipkan pengajar sebelum waktu pulang. Dia tak akan mau menyisakan PR itu, lalu mengambil waktu berharganya untuk membaca novel-novel terjemahan.
Teman-temannya juga berpacaran, tapi yang mengherankan buat Hinata, kenapa dia malah terbebani oleh status itu. "Pulang sekolah mau jalan, tidak?"
"Ke mana?"
"Nonton atau ke pantai, yang penting kita jalan bareng. Seminggu kita pacaran, tapi belum pernah berkencan."
"Boleh sih, jam berapa?"
"Ya pulang sekolah, tadi 'kan aku sudah bilang."
"Oh, jadi mau langsung pergi dari sini?"
"Iya, kamu tidak mau?"
"Ya sudah, tapi jangan ke bioskop."
"Ok, kita ke pantai."
...
Dan nyatanya pilihan itu justru menjadi masalah, "Kata mereka ada pemandangan bagus di sebelah sana, pasti banyak spot-spot untuk berfoto, ayo Hinata!"
"Tidak, aku di sini saja. Kau boleh pergi jika mau."
"Loh, aku sendiri? Kita ke sini 'kan buat senang-senang, bukan cuma duduk-duduk tak jelas, Hinata. Kau juga yang pilih ke pantai."
"Tidak lihat aku lagi apa?!" seru Hinata seraya mengangkat novel yang digenggamnya ke hadapan si pemuda, "Di tengah-tengah konflik, aku tidak bisa berhenti sekarang." Si pemuda total berdecak keras. Kesal sekali sampai sulit meluapkan protesnya, alih-alih dia membuang muka.
"Kalau begini jadinya, mending tidak usah kemari."
"Kenapa? Ini ajakan siapa sebenarnya?!"
"Harusnya kau tidak perlu mengiyakan rencanaku dan setibanya di sini kau tetap juga asyik sama kegiatanmu sendiri. Hakmu untuk menolakku, Hinata! Daripada memberiku angan-angan yang tidak mungkin kau penuhi."
"Kau marah padaku?!"
"Apa ucapanku salah? Kau lihat pasangan itu dan di sana itu?! Begitulah cara mereka menikmati kebersamaan. Kau dan aku--kita meresmikan hubungan sejak minggu lalu dan tidak ada yang berubah. Kau terlalu datar, Hinata! Kau bahkan tidak pernah menanyakan apapun soal diriku."
"Apa yang kau inginkan dariku?"
"Kau masih bertanya?" Si pemuda mengerang gusar, seakan kesabarannya tengah di ujung sisa.
"Bagaimana aku tahu bila kau tidak mengatakannya?" Hela napas si pemuda berembus berat, tertawa pasrah.
"Lupakan!" Kening Hinata berkerut tajam usai mendengar hardikan itu. Lalu, "Kukira ada yang patut kubicarakan padamu, mumpung segalanya belum jauh dan sebelum kita memulai apa yang sesungguhnya tidak kau kehendaki. Hinata--kita akhiri saja. Agar tidak ada darimu atau aku yang tersakiti. Kita tidak akan cocok, maafkan aku. Aku pulang!"
Seterusnya menit-menit berputar, Hinata masih dalam posisi bergeming, sementara si pemuda menghilang dari jarak pandang. Kisah yang tak sempat ditulis pupus sebelum pena menyentuh permukaan lembar kosong. Hinata dan semua pemikiran tunggalnya, mengedepankan kenyamanan pribadi di atas perkara lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Neophyte ✓
RomanceHinata tahu bahwa dia membosankan. Sangat tahu, bahkan tak menyanggah ketika orang-orang di sekelilingnya mencemooh hidupnya yang datar dan lurus-lurus saja. Marah? Tidak! Namun, dia lelah. Lelah dalam artian merasa cukup untuk semua cibiran demiki...