2. Ternyata Masih Menyakitkan

2.1K 156 29
                                    

•••

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

Tubuh Nero tiba-tiba menegang saat melihat sosok yang berdiri tak jauh darinya. Seorang wanita dengan rambut sebahu yang kehadirannya tak pernah ingin Nero lihat. Setengah tahun, butuh waktu setengah tahun untuk Nero agar bisa benar-benar melupakan wajah itu.

"Hai, Nero! Udah lama banget nggak lihat kamu. Kamu apa kabar?" tanya Shivana. Tak menyadari wajah gelap dan marah milik laki-laki di depannya.

Lama tak mendapat balasan, senyum Shivana luntur. "Kamu ... masih benci sama aku, ya? Kenapa? Karena Tenggara udah ngomong aneh-aneh ke kamu? Dulu kamu nggak gini. Dulu kamu selalu jadi orang yang paling mau ngelindungin aku." ucap Shivana dengan nada sendu.

Kedua tangan Nero semakin mengepal. Mengabaikan tubuhnya yang gemetar, Nero menjawab. "Ngapain lo di sini? Ngapain lo masih bisa punya muka untuk berdiri di depan gue hah?! Dan, ngapain lo bawa-bawa Bang Gara ke dalam masalah ini?"

Wajah Shivana terkejut saat mendapat balasan berupa nada tinggi tersebut. "Kamu kok bentak-bentak aku? Oke aku memang salah. Tapi kamu nggak berhak bentak aku kayak gini."

Suara Shivana tidak lembut, tidak juga keras. Namun masih berhasil membuat beberapa mahasiswa berhenti hanya untuk melihat ke arah mereka. Shivana bahkan membuat wajah sedih yang terlihat menderita.

Dengan keberanian dan rasa malu yang sudah hilang, Shivana berani menginjakkan kaki ke gedung fakultas Nero. Hal yang tak pernah Nero sangka sebelumnya. Wanita di depannya ini memang benar-benar sangat nekat.

"Pergi lo sekarang! Lo nggak suka di bentak, 'kan? Jadi sekarang lebih baik lo pergi dari hadapan gue. Saat ini gue cuma bentak lo, tapi beberapa menit ke depan, gue nggak tahu. Siapa tahu aja gue bisa cekik lo sampe mati."

"Nero!" Napas Shivana terdengar memburu, pun dengan matanya yang merah menahan tangis. "Aku datang ke sini baik-baik, mau minta maaf. Tapi kamu malah ancem aku? Kamu jahat banget, Nero!"

"Ngaca anjing! Bisa-bisanya lo bilang gue jahat, di saat lo sendiri hampir bunuh Abang gue! Lo adalah manusia paling nggak tahu malu yang pernah gue lihat!"

"Aku nggak pernah berniat buat bunuh Tenggara! Dia sendiri yang dateng dan fitnah aku!"

"Cukup! Muak! Gue muak denger omongan sampah lo! Pergi lo! Pergi dari hadapan gue!"

Nero memejamkan mata erat saat kepalanya kembali berdenyut menyakitkan. Pijakan nya ikut goyah. Mungkin, jika seseorang tak datang untuk menahan tubuh Nero, Nero sudah terjatuh menabrak kotak sampah di dekatnya.

"Astaga, bro, lo nggak pa-pa?" Itu River yang baru saja datang dan langsung menahan tubuh Nero. River alihkan pandangannya pada Shivana yang masih berdiri teguh di sana. "Si bangsat ini lagi. Mau apa, sih, lo?! Belum puas atas semua yang lo lakuin dulu?!"

|✔| TenggaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang