8. Fakta

811 86 1
                                    

Tuhan yang telah menakdirkan semuanya, memang benar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tuhan yang telah menakdirkan semuanya, memang benar. Sampai sekarang, Tenggara tak pernah menyangka jika hidupnya akan berjalan seperti ini. Setiap hari harus selalu waspada akan ancaman yang bisa saja menghilangkan nyawa. Tak bisa tidur nyenyak barang sejenak, karena Tenggara selalu takut bila ada seseorang yang akan membawa Nero pergi.

Ketakutan itu membuat Tenggara lelah sendiri. Ingin sekali ini semua segera berakhir, dan hidupnya berjalan seperti biasa. Seperti orang-orang pada umumnya. Tanpa rasa takut dan waspada, apalagi pada ibu kandungnya sendiri.

Malam telah terlewat begitu saja. Untung saja, setelah Nero bangun pukul delapan itu, anak itu tidak minta macam-macam. Menuruti semua kata-kata Tenggara yang meminta nya untuk segera makan, setelah itu istirahat lagi. Bahkan, Nero juga tidak menyebut nama Jehva atau River selama terjaga semalam.

Membuat Tenggara jauh lebih bersyukur. Karena artinya, dia tidak perlu repot untuk mencari alasan. Pagi ini, saat jam masih menunjuk pukul lima, Nero sudah bangun dengan keadaan yang jauh lebih segar. Rona pucat yang menghiasi wajahnya, sudah sedikit tersamar. Demam nya pun sudah turun, walau masih hangat.

"Nggak mau tahu, gue mau ke kampus hari ini. Mau lihat drama apa yang bakal Shivana tunjukin." Di meja makan, Nero harus berdebat lebih dulu dengan Tenggara agar memberi ijin untuk dirinya pergi ke kampus.

"Elah, masalah gitu doang nanti juga Jehva pasti cerita. Istirahat sehari lagi, deh. Muka lo masih agak pucet itu."

"No! Oh, ya, ngomong-ngomong, tuh dua kunyuk kenapa nggak keliatan? Mereka nggak pulang semalem?"

Mendengar pertanyaan tiba-tiba dari Nero, membuat Tenggara yang tengah menyesap kopi tersedak. Takut jika Nero akan curiga, Tenggara berusaha bertindak sealami mungkin. "Nggak. Biasalah, namanya juga cowok. Nggak pulang ke rumah, mah, wajar."

"Tapi mereka ada bilang, 'kan, mau kemana?"

"Ada. Ini kenapa, deh, lo jadi kayak wartawan gini. Udah buruan habisin sarapan lo, dan berangkat. Hari ini gue kasih ijin. Tapi kalau gue lihat lo makin drop, gue bakal kurung lo seminggu di rumah. Ngerti?"

"Iya elah. Jijik banget lo jadi cowok!"

"Gini-gini juga karena gue peduli ya setan!"

"Iya dah yang lebih setan. Percaya kok."

Tawa Tenggara dan Nero beradu setelahnya. Menertawakan ucapan random mereka. Sudah lama rasanya, mereka tak memiliki waktu sedekat ini. Dulu, jangankan untuk becanda. Untuk bertemu satu sama lain saja sangat mustahil. Tenggara yang sibuk, dan Nero yang selalu menghindar.

Sebelum pergi ke gedung fakultas nya sendiri, Tenggara mengantarkan Nero terlebih dahulu. Memberi beberapa petuah juga pada anak itu, agak jangan terlalu kelelahan dan berakhir membuat tubuhnya drop. Barulah Tenggara bisa pergi dengan tenang.

Nero mulai melangkah ke dalam gedung. Setelah melihat motor milik Jehva yang sudah terparkir rapih di barisan motor, Nero yakin Jehva sudah berada di dalam. Dan tebakan Nero benar, sosok itu memang sudah berada di dalam, namun dengan keadaan yang bisa dibilang kacau.

|✔| TenggaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang