Sebulan berlalu, nyatanya tak membuat Nero lantas terbiasa akan semuanya. Walau Devano tidak pernah meninggalkan sisinya, Elang yang sudah mulai sibuk bekerja, juga selalu menyempatkan diri menemani Nero, Jehva yang sering datang berkunjung ke Jakarta, River yang seminggu tiga kali menjenguk Nero, dan Marlo, Ezra serta Lian yang juga terkadang datang sampai menginap, tak membuat Nero lantas merasa baik-baik saja.
Mungkin, di depan mereka semua, Nero akan terlihat seperti biasanya. Tertawa, mengejek Jehva, mendebat opini Lian, atau pun melakukan hal-hal yang biasanya Nero lakukan. Namun, ada yang mereka semua tidak tahu.
Setelah memutuskan untuk pindah ke kamar Tenggara, setiap tengah malam, Nero akan terjaga dan duduk di sudut ruangan sembari menatap foto Tenggara. Nero akan berceloteh apa saja, tentang hari-harinya, tentang perasannya, tentang apa pun yang terjadi padanya, maupun orang di sekitar.
Sampai malam itu, saat Elang tak sengaja melewati kamar Nero, Elang mendengar suara seseorang yang tengah berbicara. Suaranya tidak keras, namun masih mampu Elang dengar. Dan saat itu, Elang memutuskan untuk mengintip dari balik pintu. Hal yang tak pernah Elang pikirkan sebelumnya, berhasil membuat Elang hancur malam itu.
Sangat mengejutkan, sampai membuat Elang tidak tidur semalaman. Devano yang mencurigai gelagat aneh Elang, segera bertanya. Pada awalnya, Elang ragu untuk bercerita. Namun mengingat kondisi Nero, dia tidak seharusnya menyembunyikan semuanya. Maka pagi itu, Elang ceritakan semuanya pada Devano.
Sama seperti reaksi Elang, Devano sempat mematung beberapa detik, setelah Elang menyelesaikan kalimatnya. Bagaimana Elang bercerita, gambaran Nero yang kesepian langsung terbayang begitu saja. Jadi, selama ini, mereka belum berhasil menarik Nero dari kubangan luka? Mereka berhasil di bodohi oleh topeng yang Nero buat.
"Nero, mau ikut Om pergi?"
Nero yang semula fokus memakan sarapannya, kini mendongak menatap Devano. "Kemana? Om nggak kerja?"
"Enggak. Hari ini Om ambil cuti. Mau, ya, ikut Om?"
Ragu-ragu sejenak, pada akhirnya Nero pasrah saat Devano membawanya ke suatu tempat. Saat di perjalanan, Nero seperti merasa tak asing dengan jalanan yang tengah mereka lalui. Ini jalanan menuju area pemakaman umum.
"Om mau ketemu Abang?" tanya Nero begitu turun dari mobil.
Devano mengulas senyum tipis. "Bukan. Om mau ketemu seseorang yang lain. Nanti akan Om kenalin ke kamu. Ayo." Kemudian, Devano berjalan lebih dulu. Membiarkan Nero mengikuti di belakangnya.
Dan benar apa yang Devano katakan. Laki-laki itu tidak menuju ke arah makam sang putra, melainkan pergi ke makam seseorang yang sepertinya sudah sangat lama sekali. Terbukti dari beberapa rumput yang mulai tumbuh di atas tanahnya.
"Ini makam Mamanya Gara. Namanya Syola, wanita hebat yang hidupnya penuh luka. Sayang sekali, wanita sebaik dia harus bertemu dengan saya. Jika tidak, mungkin sampai detik ini, Syola masih ada dan hidup dengan bahagia." ucap Devano menjelaskan.
KAMU SEDANG MEMBACA
|✔| Tenggara
Teen FictionTenggara, tak akan pernah tenggelam sebelum mereka menemukan bahagia. @aksara_salara #071123