Rintik hujan menemani langkah Tenggara yang baru saja sampai di rumah sakit. Langit masih gelap, karena jam masih menunjuk pukul empat pagi. Tiba-tiba, ponselnya berbunyi nyaring beberapa kali, sampai membuat Tenggara tersentak dari lelapnya. Jehva yang menelepon, mengatakan jika keadaan Nero tiba-tiba drop dan harus mendapat perawatan di ICU.
Setelah hampir enam jam berada di ICU, akhirnya Nero kembali di pindahkan ke ruang rawat miliknya. Keadaan Nero sudah jauh lebih baik, namun masih dalam pemantauan Dokter Farid. Tenggara bahkan tak berpindah dari sisi Nero sejak tiba di sini.
"Gue nggak nyangka, kalau efeknya bakal separah ini. Ternyata peringatan Dokter Farid waktu itu, bukan main-main. Nero nggak bisa dapet tekanan terlalu berat. Gue takut banget semalem. Ngeliat dia kejang beberapa kali, buat gue pengen nerobos masuk terus bilang ke dia, kalau dia nggak boleh nyerah gitu aja." ucap Jehva pada River.
Saat ini, yang berada di ruangan Nero hanya Tenggara. Sedangkan Jehva dan River memilih menunggu di luar. Mendengar kalimat Jehva, River terdiam. Dia lah yang paling kacau semalam. Apalagi saat kalimat Marlon kembali terngiang di telinga.
Nero memang tidak menyalahkan River, tapi Nero selalu berpikir bahwa dirinya salah dan harus berubah. Tekanan yang Nero berikan kepada dirinya sendiri yang membuat Nero drop semalam. Marlon benar, sekarang tugas River adalah mengembalikan kepercayaan Nero.
"Gue yang paling salah di sini. Kekanakan banget. Setiap Bang Gara dan Nero ribut, gue selalu mojokin Nero. Kayak ... gue bahkan nggak mau cari tahu alasan Nero berbuat kayak gitu. Dan malem itu, Nero nggak sepenuhnya salah. Dia cuma khawatir sama Bang Gara. Sama kayak gue yang juga khawatir ke Bang Gara." Akhirnya, River membuka suara.
Jehva menoleh, menatap profil wajah River dari samping. "Sebagai temen lo dan Nero, posisi gue juga salah. Seharusnya gue bisa jadi team netral. Nggak membela lo atau pun Nero. Harusnya gue bisa bikin hubungan kalian baik lagi. Tapi kenyataannya, ego gue juga lebih besar, Ver."
"Karena lo peduli sama Bang Gara. Gue nggak bisa nyalahin lo. Karena kita sama. Sama-sama membesarkan ego daripada berpikir bijak."
Kalimat River dibenarkan oleh Jehva. "Sekarang udah gini. Apa kita bisa balikin kepercayaan Nero?"
Tak langsung menjawab, River justru menundukkan kepala. Jika pertanyaannya seperti itu, dia juga tidak tahu apa jawabannya. Mengembalikan kepercayaan orang lain memang sulit. Apalagi mereka sudah mengecewakan Nero berkali-kali.
Di balik pintu, Tenggara mendengar semuanya. Dan Tenggara menyadari satu hal, bahwa kondisi Nero yang seperti ini juga karena salahnya. Tenggara selalu melarang Nero untuk menyalahkan Jehva atau pun River, padahal Nero memiliki hak atas itu.
Nero pasti berpikir, jika dirinya lebih memperdulikan perasaan River dan Jehva, dibanding perasaan adiknya sendiri. Tenggara akui, kali ini dia salah. Namun, niatnya bukan seperti itu. Tenggara hanya tidak ingin hubungan Nero dan Jehva serta River merenggang. Takut, bila suatu hari dia tidak ada, tidak akan ada yang menemani Nero.
KAMU SEDANG MEMBACA
|✔| Tenggara
Teen FictionTenggara, tak akan pernah tenggelam sebelum mereka menemukan bahagia. @aksara_salara #071123