•••
•••
Dulu Tenggara tak pernah menyangka jika kelahiran Nero akan membuat hidupnya jauh lebih berwarna. Sejak adanya Nero, Tenggara tak pernah lagi merasakan kesepian. Selalu ada tawa hangat, dan celotehan ringan dari bibir Nero yang selalu mampu membuat Tenggara tersenyum lebar.
Dan Tenggara pikir, sejak kelahiran Nero, Ayah dan Bunda akan berubah. Bunda yang jarang sekali pulang, Tenggara harap, akan semakin sering berada di rumah. Lalu Ayah yang kesepian akan merasa senang atas kehadiran Bunda.
Akan tetapi, semua tak sesederhana itu. Setiap tengah malam, saat Tenggara masih terlelap damai, Ayah dan Bunda akan memulai keributan. Saling berteriak dan menyalahkan. Puncaknya, Tenggara tak sengaja melihat Ayah menampar Bunda.
Pada saat itu, Tenggara marah. Marah sekali pada Ayah yang bermain kasar pada Bunda. Bahkan berani menyakiti Bunda secara fisik seperti itu. Sampai usianya sepuluh tahun, Tenggara baru mengerti mengapa Ayah sampai berani melayangkan tamparan. Karena pada malam itu, Bunda mengaku telah berselingkuh bersama rekan kerja Ayah sendiri.
Ayah memiliki penyakit jantung sejak muda. Mendengar kabar mengejutkan seperti itu, membuat Ayah langsung mengalami serangan kecil. Malam itu, semuanya kacau.
Lalu saat usianya tiga belas tahun, tepat di hari ulang tahun Nero yang kesebelas, Ayah di nyatakan kritis. Keadaan Ayah semakin mengkhawatirkan tiga tahun belakangan. Bunda tak pernah muncul malam itu. Bahkan Bunda tak pernah datang ke rumah sakit untuk menjenguk Ayah sekali pun.
Semua fakta mulai terbongkar satu per satu. Siang itu, saat Tenggara tak sengaja melihat Bunda bersama pria lain, Tenggara tahu, bahwa keluarganya tidak akan sama seperti dulu. Bahwa Bunda tidak akan pernah pulang ke rumah mereka. Bahwa penantian Nero sia-sia.
Tenggara bangkit sendirian. Tenggara menopang Nero yang pada saat itu belum mengerti apa-apa. Menyimpan semuanya sendirian. Apalagi sejak Ayah meninggal, Tenggara tak lagi memiliki seseorang yang bisa diajak bercerita.
Setelah memastikan tugas-tugasnya selesai, Tenggara merenggangkan otot-ototnya yang kaku. Mengedarkan pandangan ke segala penjuru kamarnya, kemudian Tenggara bangkit menuju kamar Nero. Sudah hampir tengah malam, Nero pasti sudah terlelap.
Namun siapa sangka, jika Tenggara justru melihat adiknya terjaga dan duduk termenung di atas kasur. Mendekat, Tenggara menepuk bahu Nero perlahan. "Nggak bisa tidur? Apa kebangun?" tanyanya.
"Kebangun. Mimpi buruk. Gue mimpiin Ayah, tapi Ayah ... Ayah berlumuran darah." Getar suara itu membuat Tenggara sontak merangkul bahu tegang Nero. Nero melanjutkan, "Sebenernya, Ayah itu meninggal karena sakit, atau karena hal lain, Bang? Plis, jangan sembunyiin apa pun dari gue. Sekarang gue udah besar, lo nggak bisa bohongin gue lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
|✔| Tenggara
Teen FictionTenggara, tak akan pernah tenggelam sebelum mereka menemukan bahagia. @aksara_salara #071123