"Maaf, Bang, gue ngerepotin lo terus."
Sudah sebulan lamanya, sejak dimana Bunda dan Om Arbi mendekam di penjara, Tenggara dan Nero memutuskan untuk membuka lembaran baru dalam hidup mereka. Melupakan kisah kelam di masa lalu, dan menjadikan itu sebagai pacuan untuk terus hidup dengan lebih baik. Baik Tenggara atau pun Nero, keduanya sama-sama tak ingin terus berada dalam titik kelam itu.
Sejak sebulan ini juga, keadaan Nero justru membuat Tenggara khawatir. Pasalnya, adiknya itu sering kali mengalami demam dengan tiba-tiba. Atau kakinya yang akan sulit di gerakkan. Sudah Tenggara lakukan banyak hal, salah satunya mengundang dokter spesialis untuk membantu Nero, namun belum ada peningkatan.
Setelah membantu Nero dari kamar mandi, Tenggara segera menyerahkan handuk kecil untuk Nero mengusap wajahnya yang basah. "Bosen gue denger lo ngomong gitu terus. Coba, deh, lo tanya Jehva atau River, udah pasti di tonjok lo. Berapa kali gue bilang, lo nggak pernah ngerepotin gue!"
Nero memandang kedua kakinya yang kini tertutup selimut. "Tapi kenyatannya gitu, Bang."
"Lo kenapa? Ada sesuatu yang ganggu lo? Atau, ada omongan buruk yang lo denger?" Tenggara duduk menghadap ke arah Nero. Menatap kedua mata yang lebih muda lekat-lekat.
"Nggak ada. Udah, lupain aja. Oh, ya, bulan depan lo jadi wisuda?" Nero sengaja mengalihkan pembicaraan.
"Yaa, jadi. Dan kayaknya, beberapa minggu ini gue bakalan sibuk banget. Mungkin juga bakal jarang pulang ke rumah. Lo nggak pa-pa, 'kan, ya, gue tinggal bertiga sama Jehva dan River?"
"Nggak pulang ke rumah. Terus lo pulang kemana?"
"Kostan Elang. Lo kenal Elang, 'kan?"
Nero mengangguk pelan. "Jangan lupa jaga kesehatan, Bang. Gue nggak mau denger lo sakit. Soalnya gue nggak bisa jagain lo. Ngurus diri sendiri aja gue belum becus, apalagi ngurus orang lain."
Tangan Tenggara merangkul Nero untuk memberi ketenangan. Bersamaan dengan itu, Jehva dan River muncul. Keduanya baru saja kembali dari luar. Malam ini, keempatnya lewati dengan tenang. Walau mereka masih sedikit was-was akan keberadaan Shivana yang saat ini entah berada di mana.
Seminggu berlalu, sesuai dengan apa yang Tenggara katakan tempo lalu, bahwa dirinya akan sibuk mengurus laporan skripsi, terbukti dari cowok itu yang sudah jarang pulang ke rumah. Nero sadar, jika kakaknya tengah sibuk dan tidak bisa diganggu. Jadi, seminggu ini, Nero tak berani menemui Tenggara.
Masih di gedung fakultas nya, Nero duduk di gazebo yang tidak jauh dari area parkiran. Entah menunggu siapa, karena sejujurnya Nero juga bingung. Jehva sudah pergi bermenit-menit lalu, setelah keduanya berdebat. Jehva yang keras kepala ingin mengantar Nero lebih dulu, dan Nero yang menolak niat baiknya.
Perdebatan tetap dimenangkan oleh Nero. Akhirnya Jehva pasrah, dan langsung meninggalkan kampus begitu kelas usai. Jehva tak bisa bersantai, karena dirinya harus bekerja.
KAMU SEDANG MEMBACA
|✔| Tenggara
Teen FictionTenggara, tak akan pernah tenggelam sebelum mereka menemukan bahagia. @aksara_salara #071123