Hari wisuda kali ini bukan hanya di tandai dengan senyum bangga dari para orang tua, melainkan juga duka bagi salah satunya. Ruangan di penuhi dengan wajah sendu orang-orang, saat nama Tenggara disebutkan, sebagai salah satu mahasiswa yang memiliki nilai IPK tertinggi tahun ini. Yang menambah haru adalah, saat Tenggara diwakilkan oleh Devano. Semua teman sekelas Tenggara sontak menundukkan kepala.
Setelah acara berlangsung dengan cukup khidmat, penghujung acara telah tiba. Devano keluar dari ruangan untuk menemui Nero, yang tengah menunggu di luar bersama Jehva dan River. Begitu sosok Devano muncul, senyum ketiganya adalah yang pertama menyambut laki-laki itu.
"Sudah selesai, Om?" tanya Jehva mewakili Nero dan River.
Devano mengangguk. "Sudah. Habis ini, kalian mau kemana?"
"Mau pulang aja, sih, Om. Soalnya nggak ada kegiatan apa-apa juga." Kali ini, River yang bersuara.
Sekali lagi, Devano menganggukkan kepala sebagai jawaban. Lalu, tatapan Devano beralih pada Nero yang masih belum mengatakan apa-apa. "Kalau Nero, mau kemana? Mau pergi ke suatu tempat?" Seolah mengerti kegelisahan Nero, Devano menanyakan tepat pada apa yang tengah Nero pikirkan.
"Iya. Om bisa anterin aku ketemu Bunda? Hari ini Abang wisuda, dan Bunda harus tahu. Kalau Om nggak keberatan, makasih."
"Tentu saja Om nggak keberatan. Ayo, pergi sekarang." Selain karena memang Devano tak mungkin membiarkan Nero pergi sendirian, Devano juga ingin melihat sosok wanita yang selalu Tenggara dan Nero panggil 'bunda' tersebut.
Berpisah dengan River dan Jehva di parkiran, kini Nero berada satu mobil dengan Devano. Hanya hening yang menemani perjalanan mereka, karena Nero yang memilih memejamkan mata. Rona pucat masih belum juga hilang dari wajah anak itu, membuat Devano takut menganggu lelap anak laki-laki di sampingnya.
Sebelumnya, Nero sudah mengatakan titik letak tempat Bunda berada sekarang, jadi Devano merasa tidak kesulitan ditinggal Nero tidur begitu saja. Dan, ketika mobilnya berhasil menyentuh area parkiran gedung di depannya, Devano harus dengan terpaksa mengguncang bahu Nero.
"Nero ... bangun. Sudah sampai."
Tidak butuh waktu lama bagi Devano untuk membangunkan Nero. Anak itu mengerjap pelan, melihat ke depan, ke sebuah gedung yang untuk pertama kalinya dia datangi setelah Bunda tertangkap hari itu. Mengerti akan kegelisahan Nero, sekali lagi, Devano berusaha untuk membuat anak itu percaya, bahwa dirinya tidak akan pernah meninggalkan sisi anak itu.
Sampai akhirnya Nero sudah kembali tenang, dan mulai melangkah masuk ke dalam. Mereka bertemu dengan salah satu petugas sebelum mengatakan tujuan mereka datang. Setelah mendapat ijin, kini Devano dan Nero berdiri di sebuah ruang yang tidak terlalu besar, selagi menunggu petugas membawa Bunda ke sini.
Suara langkah kaki membuat punggung Nero menegak dengan kaku. Takut-takut, Nero berbalik ke belakang, dan menemukan sosok Bunda di sana. Nero pikir, wajah dingin Bunda adalah hal yang akan dia tangkap, namun, justru sebaliknya, wajah sendu dan senyum tipis itu lah yang menyambutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
|✔| Tenggara
Teen FictionTenggara, tak akan pernah tenggelam sebelum mereka menemukan bahagia. @aksara_salara #071123