27. Hari Semu Lainnya

568 64 24
                                    

Nero tak pernah memiliki tidur nyenyak sejak malam itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nero tak pernah memiliki tidur nyenyak sejak malam itu. Lelapnya akan terganggu oleh suara-suara yang entah berasal dari mana. Sejenak, Nero seolah mendengar tawa, mendengar suara ramai di luar, namun ketika melihatnya, tidak ada satu pun orang di sana. Dan, ketika dirinya terbangun, jam masih menunjuk pukul dua. Siapa orang akan bercanda pada jam seperti ini?

Kamar Tenggara adalah satu-satunya ruangan yang selalu Nero datangi. Bahkan kini, Nero lebih memilih untuk tidur di kamar Tenggara, membiarkan kamarnya di tempati oleh Jehva yang akan pulang ke Semarang besok pagi. Sedangkan Devano, menggunakan kamar tamu yang biasanya dipakai oleh River atau pun Jehva dulu.

"Nero, kebangun lagi?"

Suara itu mengejutkan Nero, membuatnya langsung menoleh pada Devano yang menyembulkan kepalanya dari balik pintu. Lalu saat merasakan tatapan kosong anak laki-laki yang saat ini duduk meringkuk di ujung ruangan, Devano memutuskan masuk dan ikut duduk di sebelah Nero.

"Kalau kamu kebangun, langsung panggil Om saja. Om biasanya belum tidur jam segini. Om bisa temani kamu. Jangan sendirian seperti ini, kamu masih punya Om sebagai orang yang bisa kamu andalkan." kata Devano seraya menatap kamar mendiang sang putra. Aroma yang Tenggara tinggalkan masih tercium oleh keduanya. Terkadang, aroma itu bisa menenangkan, bisa juga melukai.

"Kenapa Om belum tidur?"

"Habis selesai kerja. Biar besok pagi nggak repot untuk menyiapkan file-file. Semalam, Elang menelepon Om, katanya, mulai besok dia akan tinggal di sini. Dia nggak berani bilang ke kamu, takut kamu menolak dia. Jadi, dia cuma curhat ke Om. Sebenernya, Elang juga melarang Om untuk bilang ke kamu, tapi Om rasa, nggak ada salahnya untuk tanya dulu ke kamu, 'kan? Justru kalau Elang ada di sini, Om nggak perlu khawatir ninggalin kamu waktu Om kerja."

Nero mengedipkan matanya. Berusaha mencerna perkataan Devano. Beberapa detik setelahnya, Nero baru paham apa yang Devano sampaikan. Devano berniat meminta pendapatnya tentang keputusan yang Elang maksud. "Memang keluarga Kak Elang setuju?"

Devano tersenyum tipis. Remang cahaya kamar, membuat senyum Devano tidak begitu terlihat jelas. "Dia itu anak tunggal. Orang tuanya juga tidak pernah menuntut Elang harus ini dan itu. Sebelum Elang mengambil keputusan ini, dia sudah mencoba meminta ijin dari orang tuanya. Dan, orang tuanya juga tidak keberatan. Justru, mereka ingin bertemu kamu, ingin kenalan sama kamu, sebelum mereka pindah ke luar negeri. Orang tua Elang tahu, kalau Elang enggan meninggalkan Indonesia, jadi mereka tidak bisa memaksa Elang untuk ikut."

Ada hal yang sangat Devano syukuri dengan adanya sosok Elang. Elang bisa membantunya menjaga Nero, saat dirinya berada di kantor kelak. Jika Jehva, tidak mungkin. Jehva harus pulang ke Semarang, sedangkan River tidak bisa lagi tinggal di sisi Nero, sekalipun River mau. Karena bagaimana pun juga, mereka memiliki rumah mereka masing-masing.

"Jadi gimana, kamu setuju? Om tidak memaksa kok. Semua keputusan ada di kamu." Devano menyentak Nero yang melamun. Sejak kepergian Tenggara, Devano merasakan ada yang berbeda dengan anak di sampingnya. Nero sering kali tidak fokus pada apa pun. Bahkan, Nero sempat lupa letak kamar mandi di rumahnya sendiri.

|✔| TenggaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang