Sinar matahari membuat lelap Nero tersentak. Celah sinar itu tepat mengenai matanya, akibat gorden yang sedikit terbuka. Sontak saja, Nero bangkit dan melihat jam. Pukul delapan pagi. Masih ada waktu satu jam lagi sebelum kelasnya mulai.
Akibat dari pergerakan terburu-buru nya, Nero merasa kakinya kembali sakit luar bisa. Seperti kesemutan namun keram di waktu bersamaan. Akhirnya, Nero memutuskan untuk duduk di tepi ranjang, sembari menunggu kakinya kembali membaik.
"Udah bangun? Bagus, deh, hampir aja gue siram lo kalau nggak bangun-bangun." Suara itu berasal dari Jehva yang baru saja membuka pintu.
Mendongak, Nero tersenyum tipis pada Jehva. "Lo ... udah nggak marah sama gue?"
Sejenak, Jehva terdiam. Pertanyaan Nero jelas merujuk pada kejadian semalam. Mendengar itu, Jehva semakin merasa bersalah. Sebenarnya ini bukan salah Nero. Karena baik Tenggara atau pun Nero, keduanya sama-sama lelah.
Jehva duduk di samping Nero, kemudian membalas. "Sorry. Untuk River, jangan di pikirin. Lo nggak salah kok. Khawatir sama kakak sendiri, mah, wajar."
"Tapi gue ngajak Bang Gara debat. Harusnya gue ngalah aja, dan biarin Bang Gara cepet istirahat. Ini salah gue, karena terlalu kekanakan."
"Bang Gara cuma lagi capek, makanya gitu. Nanti coba, deh, lo ngomong baik-baik sama dia. Gue yakin kok, Bang Gara juga nggak bermaksud gitu ke lo."
Nero menoleh. Menatap Jehva dengan ragu. "River gimana? Dia masih marah, 'kan, sama gue?"
"River mah gitu, udah biarin aja. Nanti juga dia sendiri yang nempel ke lo lagi. Udah, udah, sekarang lo mandi terus sarapan. Nanti berangkat bareng gue."
"Oke," Nero lantas berjalan ke kamar mandi setelah menolak pertolongan Jehva. Walau kakinya masih belum membaik, Nero tidak ingin dikatakan manja atau tidak bisa apa-apa. Sekarang, dia ingin belajar mandiri dengan tidak melibatkan orang lain lagi.
Di ruang makan, Tenggara dan River sudah duduk di sana. Hari ini, River ada kelas jam sepuluh pagi, sedangkan Tenggara bimbingan pukul satu siang. Keadaan Tenggara sudah jauh lebih baik, setelah bangun pagi ini.
"Nggak pa-pa, 'kan, Bang, cuma gue beliin bubur?" tanya River.
"Santai. Ini juga udah lebih dari cukup. Kebetulan gue lagi males makan makanan berat."
"Oke, sip!"
Tak lama setelahnya, Jehva serta Nero turun dan bergabung. Nero memilih duduk bersebrangan dengan Tenggara. Entah lah, karena kejadian semalam, Nero masih takut berada di dekat Tenggara. Takut jika karena dirinya, Tenggara kembali sakit.
"Bang, gimana nanti gue jemput lo aja? Maksud gue, 'kan jam satu lo ke kampus, nah pas banget, gue juga selesai kelas. Gue jemput lo aja. Daripada naik Grab." River membuka suara. Mengalihkan pandangan semua orang yang berada di meja makan.
KAMU SEDANG MEMBACA
|✔| Tenggara
Genç KurguTenggara, tak akan pernah tenggelam sebelum mereka menemukan bahagia. @aksara_salara #071123