29: Talk that talk

46 7 0
                                    

Jiho melirik dokter di hadapannya, agak ke kiri karena mereka duduk berseberangan dan saling menyilang. Duduk dengan posisi seperti ini adalah inisiatif Jiho. Ia merasa kurang nyaman dengan keberadaan Dokter Kim.

Setelah menumpahkan kopi di lift, mereka berdua kembali ke kafe untuk menggantinya, bukan mereka tapi hanya Dokter Kim. Pria itu bilang akan mentraktir semua kopi yang ia tumpahkan tadi dan si pemesan kopi harus datang sendiri ke kafe untuk mengambilnya, bukan melalui perantara Jiho. Para perawat dan beberapa residen yang memesan sudah mengambil kopi mereka dengan raut senang tentunya, terlebih Dokter Kim mengganti uang dari kopi yang ia tumpahkan.

Meskipun urusan kopi tumpah sudah selesai, namun Jiho dan Dokter Kim masih berada di kafe. Jiho menyesap kopi hangatnya pelan. Pemandangan di luar sana sedikit mengalihkan perhatian dari keheningan yang melanda meja.

"Jiho, apa mereka membuatmu kesusahan?"

Jiho menoleh. Alisnya terangkat tidak mengerti.

Dokter Kim menengakkan badannya setelah menunduk begitu lama. "Para perawat dan residen. Apa mereka membuatmu kesusahan selama di sini?"

Jiho menggeleng pelan. "Tidak. Mereka sangat membantuku."

"Lalu, apa kau canggung denganku?" tanya Dokter Kim tiba-tiba.

Jiho mengatup bibirnya. Menatap sebentar ke arah kopi yang memantulkan dirinya kemudian menatap pria di seberangnya.

"Ya. Aku merasa sangat canggung dengan Dokter."

Jiho memang baru mengenal dokter itu belum beberapa lama, tapi ia terkadang merasa risih. Dokter Kim memang baik, bertampang lembut dan memperlakukan wanita dengan sopan, tetapi Jiho hanya tidak suka cara dokter satu itu menatapnya. Mata bulat Dokter Kim seperti menabur rasa kasihan dan khawatir. Jiho tidak suka tatapan itu.

"Kenapa Dokter Kim sering ... memperhatikanku, diam-diam? Apa aku membuat kesalahan?"

"Kau sadar?"

Jiho mengangguk. Tentu saja ia sadar. Di kantin, di depan nurse station bangsal, bahkan ketika tak sengaja berpapasan pun pasti dokter satu itu akan memperhatikannya begitu lekat. Seakan ada dendam yang belum terbalaskan.

"Maaf. Aku hanya khawatir. Aku tidak pernah menangani hal seperti ini sebelumnya."

Tangan pria itu saling bertaut dan mengelus satu sama lain.

Jiho mengangkat alisnya, sedikit lebih tinggi. "Hal seperti ini?"

Dokter Kim mengabaikan pertanyaan itu dan menggeser duduknya ke sebelah, sekarang ia berhadapan dengan Jiho.

"Aku tahu ini sulit. Sebagai senior, aku bisa menjadi sandaran. Kau tahu? Aku ini pendengar yang baik. Jadi, kalau kau merasa sendiri dan susah, jangan sungkan untuk bercerita padaku," katanya lembut.

Jiho sedikit memiringkan kepala. Ia tahu menjadi seorang residen adalah sulit, tidak perlu diberitahu pun ia sudah tahu. Tak pernah terpikirkan olehnya kalau seorang dokter senior yang baru ia kenal beberapa minggu begitu peduli pada bawahannya.

Dokter Kim tersenyum, mau tak mau Jiho ikut tersenyum.

Jujur, Jiho sama sekali tak mengerti maksud ucapan dokter di seberangnya. Kepala Jiho mengangguk-angguk. Menyetujui hal yang bahkan ia tak mengerti.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Days Gone ByTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang