PG|06

1K 56 18
                                    

HAPPY READING ALL!♥

•••

Khanza. Gadis itu mengerjabkan matanya, bola matanya melebar saat melihat dirinya sedang di ruang rawat rumah sakit. Lalu menatap ke-empat orang yang sedari tadi memerhatikan dirinya.

Khanza mengangkat satu alisnya. "Kenapa kalian liatin gue gitu?" Tanya Khanza dengan tata bicaranya yang tak pernah berubah.

Mendengar itu membuat Faisal, Marlina, Caca dan juga Umma Saudah menghela napas pelan. "Sopankah begitu?" Tanya Marlina.

"Ih apa si mama? Gajelas banget." Lalu Khanza memalingkan wajahnya kesamping.

Melihat respon khanza membuat Caca jengkel. Lantas, cewek itu mencubit paha Khanza reflek membuat Khanza meringis pelan.

"Ish! Sakit tau! Ngapain nyubit gue? Emang gue salah apa?" Tanya Khanza menatap semua orang disana dengan tatapan bertanya.

"Kamu masih nanya kesalahan kamu? Padahal belum seminggu loh khanza, baru satu hari! Tapi kamu udah bikin masalah." Ujar Faisal.

"Lah, gue yang ditendang, gue yang disalahin? Kok jadi lucu?"

"Ini bukan tentang kamu yang di pukul sama aqela, Khanza. Tapi, ini tentang kamu yang dengan beraninya bolos padahal orang-orang lagi shalat tahajjud loh." Kata umma Saudah.

"Hmmmm." Tanggap Khanza.

"Amanah dari Gus Hafiz. Kalo boleh pulang, nanti sore kamu langsung hafal juz 30. Dan, jangan lupa bawa temen kamu." Nasehat umma Saudah yang diangguki Khanza.

"Kalo gitu, kita pamit ya? Assalamualaikum." Salam umma Saudah dan juga Caca lalu mereka pergi dari sana.

"Waalaikum salam."

"Ma, pa. Khanza maunya pulang kerumah ... Gamau ke pesantren, gamau jadi santri, mau dirumah selamanya!" Rengek gadis itu.

"Oh boleh boleh aja." Balas Marlina sambil mengangguk-anggukkan kepalanya membuat kedua mata Khanza berbinar.

"Tapi kamu jadi gelandangan, mau?"

•••

"Pa, nanti kita mampir ke Alfamart ya? Ya? Papa Faisal yang gantengnya melebihi pak Jamal, pleaseee ...." Mohon Khanza membuat kedua orang tuanya hanya mengangguk pasrah.

Tibalah mereka di Alfamart. Faisal memarkirkan mobilnya. Dan langsung masuk kedalam Alfamart.

Mata Khanza terlihat berbinar melihat jajan-jajanan yang ada di depan matanya. Apalagi melihat kulkas yang dipenuhi oleh macam-macam merek eskrim dan bermacam-macam rasa.

"jadi pengen beli semuanya." Gadis itu meletakkan telunjuk di dagunya sambil berpikir eskrim apa yang akan diambil.

"Cepet. Atau. Mama. Tinggal." Ujar Marlina dengan menekan seluruh kata yang dia ucapkan.

"Eh, mama. Sejak kapan disini?" Khanza bertanya sambil cengengesan tak jelas dan memamerkan gigi putihnya.

"Sejak jaman Maja pahit." Ucap wanita paruh baya berkerudung hitam itu. "Jangan banyak nanya! Cepetan." Ketus Marlina lalu berjalan ke rak tempat berbagai macam panci terjual disana.

"Iye Mak, iye!" Kesal Khanza lalu memilih beberapa eskrim coklat serta makanan ringan untuk dibawa ke pondok.

"Dan sesuatu yang tak boleh di tinggalkan ...." Khanza meraih satu botol bertuliskan Boncabe.

"Jreng jreng jreng, hiya hiya. Slebew slebew. Boncabe!" Ujar Khanza dengan suara agak keras membuat atensi semua orang tertuju padanya.

Marlina yang melihat itupun menepuk pelan keningnya. "Bukan anak saya, bukan anak saya." Gumam Marlina lalu mengambil satu wajan yang terletak disana.

Berjalan ke arah Khanza lalu menabok pelan pantat anaknya. "Jangan teriak teriak, jadi malu mama." Cerocos wanita itu.

"Hehehe. Afwan. Maaf. Gomenne ma, Khanza khilaf." Kata Khanza dengan tampang tengilnya membuat Marlina ingin membuang anaknya sekarang juga. Tapi boong, kan masih sayang.

"Yaudah sini." Marlina mengambil alih keranjang belanjaan Khanza yang hampir penuh dan satu wajan yang berada di tangannya lalu menuju kasir.

"Lah? Kalo kek gini gue yang malu, hadehh." Menghela nafas pelan lalu mengikuti mamanya.

Kasir laki-laki yang sedang mengecek harga barang jadi terpana karna kecantikan khanza. Bola mata pria itu melebar tak berkedip.

Khanza menabok kepala pria itu dengan tidak sopannya. " gitu amat Liatin gue, cabul Lo!?" Ketus Khanza berhasil mengundang perhatian pembeli. Lagi dan lagi Marlina menutup wajahnya menahan malu karna ulah dari anaknya.

Melihat itu. Kasir perempuan pun membereskan belanjaan mereka dan mengantonginya ke kresek besar lalu menyerahkannya kepada Marlina.

"Makasih mba." Setelah menyerahkan uangnya. Marlina menarik tangan Khanza keluar dari Alfamart agar tak membuatnya bertambah malu.

"Mama marah?" Tanya Khanza.

"Pake nanya lagi Jubaedah!" Ketus wanita
Paruh baya itu lalu memasuki mobil diikuti oleh Khanza yang dari tadi mengekorinya.

"Kamu kenapa mukanya masam gitu?" Tanya Faisal kepada sang istri.

"Tuh anak kamu. Nabok kepala kasir karna tuh kasir ngeliatin dia, mana semua orang liatin aku lagi. Kan jadi malu." Omel Marlina. sedangkan di jok belakang, Khanza merasa bangga kepada dirinya karna menabok kepala kasir tadi.

Faisal menggelengkan kepalanya lalu tertawa kecil. "Kamu ngelakuin itu buat apa, Khanza?" Tanya Faisal.

"Ya Khanza gak mau dia liatin Khanza gitu amat. Mukanya genit lagi, kesyantikan dan ke imutan Khanza cuma suami khanza yang boleh liat. Anjay, gue bijak." Khanza menepuk dadanya bangga.

"Imut? Imut dari Hongkong!"

"Udah. Untuk kamu, Khanza. Niat kamu bagus gak mau diliatin atau dipandang cantik oleh laki-laki lain. Tapi, cara kamu salah." Ucap Faisal.

"Lah terus gimana?" Tanya Khanza dengan kedua alis yang terangkat.

"Gorok lehernya pakek parang." Faisal tertawa setelah mengatakan itu.

"Wahai papaku, jangan persesat anakmu yang kiyowo dan cantik ini. Sesungguhnya, anakmu sangatlah baik, tuan." Ujar Khanza sok dramatis sembari memegang dadanya.

"Hahahahh." Mereka bertiga tertawa dan bercerita sampai tiba di pesantren.

Sungguh keluarga yang manis, Khanza pun begitu bersyukur dilahirkan dikeluarga yang harmonis tanpa ada kata membeda-bedakan.

Kalian juga harus bersyukur, ya?

•••

Ada²aja si khanza

HAZA OF LOVE | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang