09. Perih

1.1K 51 0
                                    

"angin tidak berhembus untuk menggoyangkan pepohonan, melainkan menguji kekuatan akarnya"

Satya bersimpuh pada sang pencipta. Kini ia telah mempunyai keluarga yang akan dibangunya bersama Fira. Walau gadis itu tengah melepas sisa makeup nya, Satya memilih sholat sendiri dan bermohon pada tuhan akan pilihanya. Melihat Araya membeku dan bungkam membuatnya merasa tak enak hati. Bagaimanapun penjelasan dari temanya akan perasaan Araya saat di SMA hanya menjadi candaanya semata.

Disampingnya duduk lah sang istri dengan riasan yang akan segera dilepasnya. Ia adalah orang yang dipilihnya dan sekarang akan menjadi tanggungjawabnya kelak di akhirat. Yah, Fira memang lebih memperhatikan fashion dibanding Araya. Ia selalu tampak dengan riasan dan menjadi berbinar diantara para wanita. Bahkan Fira adalah anak tunggal kaya raya berbeda dengan dirinya yang lahir dikeluarga sederhana.

"Setelah hapus itu kamu pergi sholat." titah Satya dengan lembut.

"Sebentar aja. Ini banyak banget yang DM sambil ucapin selamat. Tapi, pestanya B aja sih, nggak banyak yang spesial," tutur Fira sambil memperhatikan ponselnya.

"Fira, sholat! titah Satya sekali lagi dengan penuh penekanan.

"Aku bilang bentar."

"Firr!"

Fira menatap ponselnya kesal. Ia segera beranjak menunaikan kewajibanya yang sedari tadi ditunda. Tanpa Satya ketahui sedikit rasa ragu menghampirinya akan tindak tanduk Fira yang baru saja ia ketahui. Mereka menjalankan hubungan jarak jauh sejak lima tahun lamanya. Itu bukan waktu yang singkat untuk mereka saling mengenal.

Sejak awal Satya lah yang terus mengejar Fira melalui temanya. Ia terpesona akan kecantikan dan pergaulan gadis itu. Fira tipe orang yang mudah bersosialisasi dan mempunyai banyak relasi yang bahkan membuat Satya irih jika berkumpul dengan para pria.

Satya pernah berjanji pada dirinya untuk tak mendekati yang namanya zina. Namun, ia terjerumus pada hubungan yang dianggapnya biasa justru membawa ia pada perasaan yang tak bisa ditutupi.

"Aku ingin kamu lupain segala masa lalu kamu. Pokoknya dihidup kamu aku yang jadi prioritas. Kamu tahu kan ayah sayang banget sama aku. Because...." Fira mendekat seraya melampirkan tanganya pada bahu Satya. "I am the only one. You know it."

Aldi datang sepagi mungkin untuk menemui Araya dengan balutan kemeja denim, ia disambit baik oleh Mina.

"Good morning," ujar Aldi sembari menyalami hormat tangan Mina. Matanya menerawang dan tak mendapati Araya.

"Ara pergi mandi. Kamu duduklah, entar lagi ia datang."

"Tante nih udah tahu apa isi hati Aldi." ujar pria itu dengan cengegesan. Ia menyimpan tiga kotak bubur ayam tersebut. Mika berjalan tanpa menyapa ataupun sekedar bertukar sapa dengan Aldi.

"Mika mau kemana?"

"Keluar, soalnya malas disini. Nggak tahu kenapa ruanganya jadi panas padahal tadi sejuk," ujar Mika menaikan sebelah alisnya seraya melirik Aldi sekilas. Ia tak akan rela jika Aldi akan menjadi saudara ipar baginya.

"Mika apaansih kamu," tantang Mina menegur Mika yang melipat tangan di dada sembari melirik Aldi. Mina tahu yan disinggung Mika itu tak lain adalah Aldi.

"Mika cuman bercanda. It's okey."

"Dasar sasimo," ujar Mika pelan.

Aldi telah membayar semua tunggakan Mina di rumah sakit tanpa memberitahu Ara dan Mika. "Tidak sepatutnya lah kamu bayar biaya rumah sakit tante."

"Tante udah Aldi anggap sebagai keluarga." Pintu berbunyi menampilkan Araya dengan segala peralatan mandinya. Kalau tahu ada Aldi disini sudah pasti Ara menyendiri ditempat lain.

"Tante bangga punya calon menantu seperti kamu," ujar Mina dengan santai. Tak peduli bagaimana perasaan Araya yang kacau. Ia malah memberikan angin segar bagi pria itu.

Aldi meminta waktu berdua untuk bisa bersama Araya. Dibawah pohon rindang ia mempersempit jarak bersama Araya. Namun, badan Araya spontan mengelak dan menjauh.

"Sejak lama aku terus kejar kamu. Tapi, kamu selalu menghindar dan jenuh di sampingku."

"Jangan memegang tanganku seperti itu," tolak Araya

"Ara."

"Cepat katakan apa yang kamu mau. Jangan panjang lebar!"

"Kau akan menikah denganku. Itu pasti Ara. Aku harap kamu akan setujui itu karena Tante Mina sudah beri lampu hijau."

Araya berdiri dengan perasaan yang tak bisa ia ungkapkan. Entah bagaimana nasibnya jika bersama dengan pria seperti itu.

Araya masuk di ruangan perawatan Mina dengan gundah. Ia melihatnya tertidur lelap dengan persaan yang berkecamuk  ia mengalah dan pergi berbaring. Mungkin besok ia bisa memberitahukan tentang keputusanya yang ia telah dalami.

Araya membawa dua tas selempang yang berisi barang-barang Mina. Sedangkan Mika mendorong kursi roda. Dokter menyarankan untuk Mina agar rajin terapi berjalan demi syarafnya yang bisa kembali normal.

"Kak Ara."

"Hello."

"Yah kenapa."

"Banyak beban yah Kak? Mika bisa buat apa supaya kakak nggak gitu lagi."

"Cuman migrain."

"Kalau kakak diganggu sama si sasimo. Tenang aja, biar Mika yang beri dia jurus."

"Rasa jagoan," ujar Araya mendahului langkah Mika. Sedang ibunya telah menunggu di depan.

Aldi membukakan pintu mobilnya pada Araya, Mika dan Mina. Perilakunya sedari tadi dipuji-puji Mina. Mika bosan dan menghembuskan nafas lelah mendengar pujian untuk lelaki tersebut.

"Mama tidak salahkan pilihkan kamu calon jodoh. Dia sayang keluarga kita jadi buat apa lagi berlama-lama," ungkap Mina. Ia duduk sebaris dengan Aldi yang tengah besar kepala dijunjung. Araya risih akan Aldi yang terus meliriknya di kaca spion.

"Kak Ara."

"Hemm."

"Tukaran tempat yuk!" Mika langsung memilih ditempat Araya. Ia langsung menatap ganas ke Aldi tanpa rasa bersalah. Tanganya terkepal dan menoyorkanya di kaca spion walaupun cuman Aldi yang melihat.

"Nak Aldi mampir dulu!"

"Ada urusan lagi tante. Ara, aku pulang duluan."

Mina menghalau jalan Araya dengan tanganya. "Sekarang kamu harus beri kepastian. Biaya rumah sakit mama ditanggung oleh Aldi. Jadii?"

"Maa Araya bisa cicil semuanya.  Asal mama sabar."

"Bukan itu maksud mama. Kamu harus turuti permintaan mama."

Mina memijit keningnya yang pusing. Araya tak tega melihat itu semua. Ia mendekat namun, ibunya malah menghindar dan menyuruh Mika membawanya ke kamar.

"Maa."

"Ayo Mikk, anak nggak berbakti kayak dia. Nggak ada guna." Araya merasa perih akan ucapan Mina. Mika mengenggam tangan Araya sebentar berharap Kakaknya terdebut tak mengambil hati ucapan Mina.

# Pertama, makasih buat kalian yang udah baca dan support cerita ini. Aku punya satu permintaan kecil buat kalian. Tolong kalian berikan komentar akan kesan pertama membaca PRAMUDYA. Saya sangat menanti hal itu. Okee selamat membaca buat readersku. Semoga hari kalian cerah luvluv😙😙

PRAMUDYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang