22. Hampir diculik.

738 32 0
                                    


Genta duduk menikmati cemilan yang dibuat Bii Inem. Awalnya ia ragu membahas Maura namun nada bicaranya pelan mencoba mengerti kondisi Pram yang tergguncang dengan kemunculan mantan kekasihnya.

"Maura telah cerita tentang kalian."

Pram tersenyum tipis menyesap kopi yang ada dihadapanya. Walau rasanya itu pahit namun belum melebihi pahitnya kehifupan masa lalu yang pernah ia miliki.

"Coba bayangkan dia kembali saat semuanya sudah normal."

"Tapi dia masih mencintaimu Pram hingga saat ini," sergah Genta mencoba berada di sisi Maura. Mendengar gadis itu terisak sedih membuat ia bisa berkomentar seperti ini.

Pram tak berkomentar sama sekali. Ia mengecek ponselnya mencari kenyamanan sementara. Walau Genta menggelengkan kepalanya melihat tingkah sahabatnya tersebut.

"Kamu tahu nggak dia menangis saat tahu Defan adalah anak kamu. Pram dia menunggu cinta kamu tapi yang ia dapat hal ini. Sulit untuk menerimanya," ungkap Genta.

"Gue akan lanjutin hidup tanpa dia" Seutas kalimat Pram penuh penekanan dan Genta tahu sikap tegas Pram tak akan goyah apapun yang terjadi.

Genta tahu akan prinsip teguh seorang Pramudya. Ia sudah ada pada batas  mengungkapkan segala yang terjadi, selebihnya itu adalah keputusan Pram.

Hari ini Genta punya info penting yang perlu ia sampaikan. Amanah  dari Mayor gunawan harus ia sampaikan.  "Satu bulan akan ada penempatan di daerah perselisihan  batas Papua. Yang pasti terpilih adalah Kamu dan Laksa beserta para anggota yang lain. Serta akan ada satu dokter terpilih."

"Kalau kamu?"

"Saya diminta tetap disini mengakomodir para anggota yang lain." Pram mengangguk paham dan menerima semuanya. Lebih baik ia ditugaskan di daerah musuh dibandingkan harus pindah dinas ke daerah lain.

Genta melirik kesegala penjuru mencari wanita yang ia selalu nantikan dengan senyuman khas. Bahkan batang hidungnya phn tak terlihat. Ia ingin mencari waktu pendekatan lebih agar ia saling kenal.

"Kenapa?"

"Ara mana yah?"

"Dia mungkin di taman. Semenjak ada dia, taman dibelakang terawat  dan penuh dengan bunga."

"Aku tertarik sama Ara. Kamu nggak punya rasa sama dia kan?"

Seketika Pram tersedak kopi yang membuatnya  terbatuk. Genta mencoba membantunya namun pria itu tak perlu bantuan sahabatnya.

"Tuh  pasti tersedak karena ingat Maura," ujar Genta.

Entah dari mana Ara langsung muncul membawakan segelas air putih pada Pram. Genta cukup merasakan keanehan   pada dirinya. Apakah ia cemburu pada sahabatnya sendiri.  Genta menggeleng mencoba berpikir positif dan mengabaikan yang terlintas dipikiranya.

"Minum dulu." Ara tentu tahu apa alasan dari pria itu bisa sampai tersedak. Ia baru saja ingin melintas namun percakapan keduanya menyita perhatiaanya. Bagaimanapun Ara ragu mempercayai cinta lagi setelah ia harus merelakan Satya.

"makasih."

"Ara," ujar Genta yang ingin mengobrol bersama gadis itu.

"Iya."

"Duduk sini aja. Lagian Bii Inem udah ada. Sini aja duduk sama kita." Ara tersenyum kikuk. Sangat jarang bagi ia duduk di sofa terlebih harus mengobrol bersama Pram. 

"Kita keluar nonton yuk!  ajak Genta langsung tanpa pemanasan. Pram  tak ingin berkomentar walau ia tahu  bajwa Ara akan pergi. Lebih baik ia diamdan tak mencampuri urusan Genta.

PRAMUDYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang