Ara mengikuti langkah Pram hingga ke pintu kamar. Ia merasa tak akan tenang sebelum meminta maaf atas apa yang terjadi. Selain itu ada hal penting yang ia harus sampaikan pada Pram mengenai pria yang sudah dua kali ia temui.
"Saya minta maaf atas kejadian hari ini. Tolong beri saya waktu bicara sebentar," tutur Ara.
"Saya mau istirahat. Kalau kamu hanya datang untuk itu saya anggap tak ada masalah lagi," ketus Pram ingin segera masuk ke kamarnya.
Pram tak mengindahkan perkataan Ara sama sekali. Ia menutup pintu kamarnya tanpa mendengar perkataan Ara. Jika itu hanya bagian dari alasan untuk kejadian hari ini maka ia tak ingin membahas hal itu lagi.
***
Rutinitas pagi ini Ara lewatkan seperti biasa. Ia membantu Bii Inem walau selalu mendapatkan penolakan dan Oma yang selalu menatapnya sinis.
"Kak, aku kayaknya sore ini telat pulang. Soalnya ada tugas di kampus."
"Terserah asal jangan malam."
Arin teringat dengan wajah pria itu. Ia takut jika pria itu masih mengincar Arin. Justru ia harus membicarakan sepenuhnya pada gadis itu.
Ara menunggu saat yang tepat membicarakan hal itu pada Arin. Sedangkan Pram tak mengindahkanya tadi malam. Bahkan pagi ini untuk bersua dengan dirinya saja Ara tak berani. Ia begitu dingin melangkah dan bersalaman dengan Oma.
"Hati-hati Mas," ujar Arin menyalami Pram.
Arin bersiap menggulung rambut panjangnya. Ia langsung menengok melihat Ara datang. "Mbak nggak usah merasa bersalah atau apa. Kalau Oma emang gitu. Nggak sembarang orang yang bisa deket sama Oma."
Ara duduk di pinggiran kamar Arin sembari menunggu gadis itu mempersiapkan dirinya. "Yang mau culik Defan itu adalah orang yang sama saat kamu di kasarin waktu itu."
Benda pipih itu melayang mulus ke arah lantai. Arin terkejut dengan apa yang barusan ia dengar. Ancaman dari pria itu memang nyata.
"Arin, maaf kalau mbak harus tinggalin kamu dulu. Defan suda mau berangkat sekolah. Kalau ada yang kamu perlu sampaikan bilang aja ke Mbak." Berat hati Ara melangkah meninghalkan Arin yang masih tertohok dengan yang diucapkan Ara barusan.
"Lo ingat satu hal. Gue akan kembali dan buat keluarga lo menyesal."
Arin tahu masalah yang ia buat di masa lalu. Ia menyanyangi keluarganya lebih dari apapun namun Albi selali merensek masuk ingin menghancurkan segalanya. Demi apa, Arin terduduk di lantai sambil meringkuk. Ia melempar tas kampusnya sembarang.
Bagaimana jika pria itu akan menganggu hidupnya lagi. Arin beranjak dan masuk kedalam toilet. Ia mengguyur dirinya terus menerus dengan air. Bahkan ia berendam dalam bathub sampai wajahnya tak timbul dalam air. Ia benci dirinya yang selalu membuat masalah. Saat semuanya berjalan lagi mengapa Albi kembali.
Ara tak tenang meninggalkan Arin dengan keadaan seperti itu. "Defan janji sama Mbak. Kalau pulang harus tungguin Mbak tapi jangan sampai ada orang yang berubah baik lalu jadi monster dan culik Defan. Pokoknya tungguin Mbak."
"Papa kan tentara pasti bisa tangkap pencuri itu."
"Yah Papa kamu sibuk atuhh," celetuk Ara gemas dengan perilaku Defan.
Oma yang sedang menyiram bunga anggrek di taman menatap kedatangan Ara yang bisa terlihat dari kaca lebar sisi rumah. Model klasik dengan bagian kaca lebar di tengah ruang televisi adalah pilihan dari Pram. Ia ingin mendesain ruang tengah seperti rumah yang pernah ia tempati bersama orang tuanya dulu.
"Ara ambil gunting di ruangan kerja Pram!" titah Oma yang terlihat jelas dihadapan Ara.
"Baik Oma," Ara perlahan membuka ruangan yang selalu menjadi tempat seorang Pram. Aroma khas maskulin masih tercium jelas. Ia menekan saklar dan menghidupkan lampu.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRAMUDYA
ActionKisah yang paling banyak terjadi adalah dokter berpasangan dengan Tentara. Namun kisah ini bertolak belakang dengan realita yang biasa terjadi. Araya Putri Wirasena gadis yang menjadi relawan bencana alam harus memenuhi keinginan Arin. Gadis yang d...