31. Calon istri

799 43 0
                                    

Ternyata luka yang paling dalam berasal dari ibuku sendiri.


Mina memalingkan wajah saat anak sulungnya tersebut meraih tanganya. Ia tak akan menerima Ara atas apa yang pernah ia lakukan. Seluruh warga telah menggunjingkan keluarga mereka akibat ulah Ara. "Mama tahu Ara nggak suka sama Aldi. Sampai kapan pun hal itu nggak akan berubah. Tolong Maa mengerti dengan perasaan anak mama ini," ujar Ara.

Mina mendengkus dan tak kuasa menahan air matanya. Ia dengan sigap menyeka sebelum Ara melihatnya. "Aldi itu anak yang baik. Justru kamu yang kurang beruntung sampai menolak dia dan lari di hari pernikahan."

"Ma sampai kapanpun Ara tetap seorang anak. Tempat kembali adalah rumah ini," ujar Ara dengan mata yang mengelilingi rumah sederhana dimana masa kecilnya dihabiskan disini.

"Lalu kenapa kamu kembali disaat semuanya mulai terbiasa tanpa kamu. Lebih baik kamu pergi dari sini," titah Mina melepaskan pegangan anaknya dan berbalik ingin menutup pintu. Namun Mika menahan Mina untuk menutup pintu. Sampai tanganya terjepit dan berdarah.

"Mau bela kakak kamu yang tukang kabur itu," tantang Mina tanpa memikirkan perasaan Ara.

Ara mengusap lenganya yang mulai merasa kedingingan. Sedikit keraguan ia menyandarkan dirinya pada dinding rumah. Untung saja ada tempat baginya bisa duduk dan beristirahat sejenak. Ia tahu Mika sedang berusaha membujuk mamanya di luar. Tetapi ia tahu betul bahwa Mina adalah sosok yang berpendirian teguh dan sulit tergoyahkan jika memang ia telah membuat suatu peryataan.

"Apa benar seorang ibu rela menelantarkan anak gadisnya?" tanya Mika mulai memberanikan diri menentang Mina. Nafasnya memburu dan ia sama sekali menyeoelekan rasa sakit tanganya yang terjepit pintu.

"Katakan Maa." Mika mulai menggoyangkan bahu Mina.

"Tolong Maa. Jika memang mama benci Kak  Ara maka izinkan dia bermalam disini untuk hari ini saja," Mika memohon untuk membiarkan Ara bisa masuk.

Mina tanpa bersuara mengangguk begitu saja dan meninggalkan Mika yang langsung membuka pintu ruamh itu cepat. Ia memeluk Ara spontan walau dengan muka yang kusut.

"Mbak baik-baik aja kan?"

"Iya. Mama mana Mika?"

"Ke kamar."

"Emang bisa masuk."

"Ini rumah kakak juga." Mika lebih baik tak banyak bicara. Ia dengan sigap meraih koper ditangan Ara. Jika situasi lebih tenang maka ia akan menceritakan kepada kakaknya.

"Aku mau tidur di kamar kakak. Udah lama kita berpisah." Pelukan bersaudara itu saling menghangati satu dengan yang lainya. Mika selalu mendukung apapun yang dilakukan Ara.  Bahkan Ara selalu memenuhi kebutuhanya walaupun ia tak memberitahu Mina akan kebutuhan hidup yang Ara tanggung.

"Kak Ara dipecat?" tanya Mika mendekat pada ujung kasur yang telah lama tak ditempati.

"Iya Mika."

"Kenapa bisa?"

"Ini kesalahan Kakak. Mau bagaimanapun mereka menyalahkan kakak atas kematian Arin."

Mika terhenyak ketika mengetahui kabar memilukan tersebut. Ia menutup mulutnya seakan tak percaya gadis yang begitu ramah terhadapnya telah tiada dengan keadaan Naas. Ara bercerita panjang lebar mengenai alasanya dipecat.

"Kak Ara hanya boleh bermalam malam ini saja. Maaf Kak tapi, Mika tak kuasa melawan mama dan Aldi masih akan terus kejar Kak Ara. Mau bagaimanapun disini bukan tempat yang nyaman," Mika merasa tak enak untuk menceritakan hal ini. Apa lagi ia tahu Aldi selalu datang ke rumah untuk mencari keberadaan Ara.

PRAMUDYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang