Ara menutupi badan Arin dengan selimut. Badan gadis itu bergetar hebat dan tak kuasa menyelaraskan sendinya. "Aku mohon Mbak. Jangan bicara ini sama siapapun dan tentang Albi, hanya kita yang tahu itu." Arin mengambil pergelangan tangan memohon untuk menutupi segala hal yang terjadi."Lebih baik Mas Pram tahu itu."
"Aku tahu pasti dia akan tertekan lagi. Mas Pram udah berkorban banyak demi aku."
Untuk kapasitas Ara sebagai bawahan, cukup ia tak melanjutkan keinginannya yang tadi. Ara duduk dipinggiran sambil menatap Arin yang belum tertidur sama sekali.
"Mbak, mau nggak menginap malam ini?"
Ara tak kuasa menolak keinginan Arin. Baginya hutang budi pada Arin akan selalu ia ingat. Disaat semuanya hancur Arin muncul dan membantunya memulai hidup.
"Tunggu sini, biar Mbak bikin coklat panas buat kamu."
Arin sekarang tahu kalau omongan Albi bukan hanya sebuah gertakan saja. Ia telah membuktikan omonganya dan mulai melakukan apa yang pernah ia ucapkan.
Ia memandang sebentar ruangan kerja Pram. Tak seperti biasanya lampu ruangan itu masih menyala dilarut malam seperti ini. Asap rokok bahkan melintas di balik pintu, sudah dipastikan Pram ada didalamnya.
Dua susu coklat panas terhidang di tangan Ara. Mina selalu membuatkan susu ini ketika melihat putrinya punya banyak pikiran atau saat sedang belajar. Dalam kajian yang ada makanan atau minuman yang manis dapat menekan hormon stress yang ada pada diri manusia.
Satu ketukan belum dijawab orang yang ada didalam ruangan itu. Hingga ketukan kedua Pram menyahut dari dalam. "Masuk."
Ara langsung menempatkan secangkir susu coklat di hadapan Pram. "Cobalah, ini bisa menghilangkan sedikit rasa stress."
Pram menyesap dan merasakan minuman manis yang jarang pernah ia minum. Rasa yang mengingatkan ia pada masa kecil yang penuh perhatiaan. "Terimakasih."
"Ara."
Baru saja Ara ingin bertolak, Pram lalu memanggilnya. Ia menghadap ke arah pria itu dengan pelan karena takut minuman Arin tertumpah.
Entah mengapa Pram memanggil gadis itu tapi tak punya hal yang ingin ia ungkapkan. Ia menggaruk tenguknya dan mempersilahkan Ara untuk meninggalkan ruangan ini.
Arin mencoba menyeimbangkqn tubuhnya yang lemah. Ia duduk sambil ditumpuh oleh Ara. "Maaf yah Mbak harus urus Arin seperti ini."
"Yah mau bagaimanapun kamu itu kayak Mika."
Defan muncul mencari keberadaan Ara sejak tadi. Ia menghela nafas takut saudara papanya akan marah saat ia datang.
"Defan."
"Udah lama dicariin ternyata Mbak disini."
Defan melangkah ragu memasuki kamar Arin. Baginya ia dan saudara papanya amatlah berbeda ada jarak diantaranya. Dari kecil ia selalu tersisihkan dengan perilaku Arin. Ia yang selalu merasa kesal terhadap Defan. Ada hal yang Defan tak ketahui tentang Arin yang sama sekali tak pernah menyayanginya seperti tante dengan keponakanya.
"Ayo sini," titah Ara pelan takut membagungkan Arin yang terlelap.
Pada dasarnya manik mata mereka berdua hampir sama saat berdekatan. Ara paham akan Gen mereka yang masih saling berikatan satu dengan yang lain.
"Kepalaku kok makin pusing." Tak disangka-sangka Defan beralih ke samping Arin dan memijatnya. "Ngapain sih kamu disini, udah pergi sana."
"Lebih baik anak kecil ini pergi dari sini, sebelum kepala saya tambah sakit."
KAMU SEDANG MEMBACA
PRAMUDYA
حركة (أكشن)Kisah yang paling banyak terjadi adalah dokter berpasangan dengan Tentara. Namun kisah ini bertolak belakang dengan realita yang biasa terjadi. Araya Putri Wirasena gadis yang menjadi relawan bencana alam harus memenuhi keinginan Arin. Gadis yang d...