Ara mendapat tatapan sinis Oma Mia ketika beranjak masuk. Matanya masih mengikuti langkah Ara untuk segera masuk ke kamar. Ia tak sengaja berpapasan dengan Pram yang berpakaian santai sembari tanganya berada di saku.
"Kamu kelayapan dimana. Defan cari kamu sedari tadi," ujar Pram yang merasa kesal dan tak mendapat kabar dari Ara. Dengan Nada yang sedikit meninggi ia berusaaha menahan emosi dan Defan yang sudah tahu kehadiran Ara langsung berhambur kepelukanya.
"Ingat dia butuh perhatiaan kamu."
"Iya, Mas." Ara tak menceritakan kendala apa yang ia dapatkan. Toh Pram tak akan tertarik pada kehidupan pribadinya. Meski lama ia berdiri dihadapan suaminya dan menatap dalam mata itu yang tak akan ada tempat untuknya.
"Maa jangan pergi lagi."
Ara meraih dagu anak pria itu dan saling kontak mata. "Siapa bilang mama akan pergi. Selamanya mama akan temani Defan." Dalam hati ia belum yakin sepenuhnya tentang itu. Pernikahan ini tak didasari oleh cinta namun bertahan dan menjadi harapan dari seorang anak pria yang telah kehilangan ibunya menjadi sisi penerang tak kala harapan untuk dicintai tak ada.
"Promise," kelingking Defan diarahkan pas didepan Ara. Dalam hati Ara tak yakin jika harus menemani Defan tetapi alasan ia bertahan hidup bertambah lagi sejak masuk calam kehidupan anak ini.
"Kalau begitu mama akan temani kamu malam ini."
"Tapi papa?" Spontan pertanyaan tersebut Defan lontarkan. Ara hanya menghembuskan nafas sebentar. Andai Defan tahu jika ia mrnikah tanpa dasar cinta. Meski begitu Ara menikmati dan akan berjuang demi rumah tangganya.
"Papamu bisa melakukan segala hal. Dia luar biasa dan jadi ayah yang baik. Jadi tentu dia tidak akan marah lagi."
Saat Defan yang masuk ke alam mimpi Ara merapikan selimut milik anak itu seraya menatap wajah yang masih polos itu. Kenangan Arin akan selalu tersemat dalam Defan. Semua yang mengigatkan tentang Arin hanya membuat ia menutup mata sejenak sembari mengingat kecelakaan itu.
"Aku mau bicara sama kamu," tukas Pram yang muncul di pintu. Meski hanya memakai baju dalam tipis yang masih menonjolkan perutnya yang kekar. Beberapa kali Ara berusaha mengartikan setiap eksoresi Pram yang terkesan dingin dan kerap kali tersenyum gipis
Ara turun dari kamar Defan dan mengikuti langkah pria itu ditengah ruangan yang gelap. Ternyata ruang pekerjaan Pram adalah tempat yang paling bagus untuk berbicara.
"Besok akan ada perayaan unniversary komandan di pimpinan saya. Bisakan bertatakrama dan etika yang baik dihadapan orang? Selebihnya nanti kamu mengikuti arahan saya."
"Mas tenang saja Ara bisa kok. Kalau begitu aku mau kebawah Mas."
"Kamu mau tidur dimana?" Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulut Pram. Ia hanya mengira perempuan yang telah menyandang status sebagai istrinya itu hanya menidurkan Defan.
"Defan."
"Baiklah saya akan menyusul," ujar Pram yang membuat rahang Ara membuka lebar. Kamar Defan lumayan minimalis untuk mereka bertiga. Tak terpikirkan olehnya kalau Pram akan ikut juga di kamar Defan.
Ekspresi Ara langsung dapat diterjemahkan oleh Pram. "Tenang saja. Tak ada niat buruk saya ke kamu."
"Eh enggak kok."
"Yah lain kali belajar buat nggak kebaca. Hemmm saya sudah di didik untuk itu jadi kamu harus lebih pandai dihadapan saya."
Ara sudah yakin sekarang bagaimana pria itu selalu menatap intens dan seolah menyelam mencari apa yang Ara pikirkan. Bagaimana mungkin ia harus tetap di posisi seperti ini. Berhadapan dengan pria itu kerap kali membuatnya salah tingkah.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRAMUDYA
AksiKisah yang paling banyak terjadi adalah dokter berpasangan dengan Tentara. Namun kisah ini bertolak belakang dengan realita yang biasa terjadi. Araya Putri Wirasena gadis yang menjadi relawan bencana alam harus memenuhi keinginan Arin. Gadis yang d...