39. Terjebak

818 32 10
                                    

Ara dibimbing oleh Bu Wulan masuk ke dalam dapur. Awalnya ia menolak tetapi Bu wulan beralasan untuk mengawasi kinerjanya. Seorang pembantu menahan untuk Ara masuk ke dalam dapur yang penuh dengan piring berantakan.

"Nda usahh buu. Bibi bisa kerjakan semua."

"Dia akan membantu bibi. Lagipula Ara yang mau untuk ini. Saya tidak memaksakan dia," Nada bicara Bu Wulan seolah pandai memanipulasi setiap kata. Wajahnya yang anggun ternyata tak sejalan dengan perilakunya. Dengan sigap ia membawa Ara pada tumpukan piring kotor yang mungkin akan mengotori gamisnya.

Ponsel Ara menyita perhatiaan saat getaran itu membuat Bu Wulan langsung menyita dan mematikan ponsel Ara. "Selagi kamu diawasi. Tidak boleh ada yang mengganggu atau membantu kamu."
"Itu Mas Pram."

"Halahh saya sudah kasi tahu dia kok."

Walau ucapan itu langsung dari mulut Bu Wulan akan tetapi Ara hanya merasa ibu dari Maura berbohong dan mengintimidasi dirinya. Sedangkan disisi lain, pram mencari  istrinya walau sedang berbincang-bincang. Bagaimana mungkin jika istrinya itu pergi tanpa mengabari dirinya. Anehnya nomor dari Ara tak dapat ditelpon lagi. Alhasil Pram menghembuskan nafas gusar.

"Maaf izin Pak, lihat istri saya?"

"Tadi cuman disekitar sini sama Bu Wulan."

Mendengar nama Bu Wulan saja membuat ia teringat akan Maura. Di pojok tempat Maura menikmati makanan ia langsung mendatanginya. Maura tersenyum sumringah ketika Pram menuju ke arahnya. Hingga tatapan Pram berubah  seketika dan menayakan keberadaan istrinya.

"Aku nggak lihat istri kamu."

"Kalau  Bu Wulan dimana?" tanya Pram mengintrogasi.

"Kamu mencurigai mama aku. Bener yah Pram kamu udah berubah banget. Dia itu istri atasan kamu. Nggak sepatutnya kamu kayak gitu."

"Aku cuman bertanya dia dimana." Pram menurunkan tempo bicaranya namun dengan jelas Maura tak menyukai itu.

Para beberapa tamu telah berhamburan untuk pulang dan Pram masih duduk di sofa mencari dimana Ara sekarang. Hingga Bu Paritha datang mengusap kepala Pram dan menenangkanya. "Maaf ibu nggak lihat Ara dimana." Baru beberapa menit kata itu meluncur dan Ara langsung muncul dengan dari salah satu ruangan.

"Kamu tuh kemana sebenarnya?"

"Didalam cuci piring."

"Siapa yang suruh kamu dek?" tanya Bu Paritah.

Pram langsung menarik tangan Ara dan memberikan hormat pada komandan serta ibu Paritha. Setelah itu ia menuntun istrinya hingga ke mobil. Sejenak ia terdiam lalu mulai menyetir. Saat ini Ara tak tahu bagaimana perasaan Pram. Karena sama sekali ia tak berbicara lagi setelah kepulanganya dari rumah Bu Paritha.

"Mas Pram aku minta maaf sudah buat kamu menunggu."

"Ini bukan soal menunggu tetapi setidaknya kamu kabarin aku. Aku bingung kenapa kamu bisa ada di dalam situ."

"Kata bu Wulan dia sudah kabarin kamu Mas."

Pram menengok kearah istrinya dan apa yang ia pikirkan sejak tadi ternyata benar Bu Wulan bersangkutan dengan masalah Ara. Seketika perbincangan kedua insan ini terjeda tiada lagi lanjutan percakapan mereka. Pram sibuk mengendarai mobilnya.

Didalam mobil Maura menertawakan ide ibunya yang sungguh cemerlang. Bagaimana mungkin  ibunya yang pandai dalam mengatur skenario tak bisa membalas perbuatan gadis yang telah merenggut hak putrinya. Bagaimanapun ia ingin gadus itu tahu tentang strata sosial yang berbeda dengan dirinya

"Itu cuman diawal supaya Ara merasa dia nggak pantas sama sekali untuk Pram."

"Sudahlah lupakan saja Pram sayang."

"Tidak untuk itu."

"Pram itu direbut dari aku. Harusnya ayah buat cara supaya aku bisa dekat lagi dengan Pram."

"Stop Maura."

"Maksud ayah apa sih?"

"Udah, seharusnya dukung dong maunya Maura. Dia anak kita satu-satunya."

"Bagaimana dengan perasaan Pram kalau kamu yang mengerjai Ara?"

"Itu hanya tes. Apa yang salah dari itu."

"Mama support kamu sayang."

Perdebatan itu harus dimenangkan oleh kubu wanita. Pak Gunawan hanya menghela nafas panjang dengan perbuatan ibu dan anaknya. Sedangkan disisi lain Pram berdiri dan melihat tangan Ara dengan seksama. Masih tersisa bau sabun pencuci piring pada tangan istrinya. Meski Ata tak pernah mengeluh sama sekali. Mau bagaimanapun tindakan Bu Wulan tak dapat dibenarkan begitu saja.

"Nggak ada yang luka kok Mas."

"Cukup, saya tidak ingin membahas ini lagi. Lagipula kamu juga tidak peka dengan mereka." Alis Pram berkerut mengetahui kepolosan Ara yang seenaknya dijebak oleh Bu Wulan.

"Aku minta maaf Mas."

"Siapa yang bilang kamu salah. Sudahlah, banyak pekerjaan yang menanti."

Perkataan Pram bagai angin segar untuk Araya. Aroma dari suaminya perlahan menghilang tanpa jejak. Ada suatu hal yang ia tandai hari ini adalah Pram peduli terhadap dirinya. Ia menatap cermin dikamar dan senyum tipis mulai mewarnai sudut bibirnya. 

PRAMUDYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang