Situasi absurd yang Adel hadapi hari itu akhirnya bisa segera usai, thanks to Bidan Niken. Berkat pesan singkat yang ia kirimkan, Adel tak jadi luntang-lantung tiada-arah-tanpa-tujuan setelah meninggalkan kediaman Mbah Urip. Bidan Niken mengajak Adel bertemu di klinik pribadinya. Mau sharing update-an kabar, katanya.
"Nggak apa-apa ya, Del, kita kongkownya di sini," ujar Bidan Niken begitu keduanya bertatap muka.
"Santai, Mbak," sahut Adel saat memasuki ruang praktik sang bidan. Suasana klinik saat itu sedang sepi karena jam praktik belum dimulai.
"Aku tuh penasaran, Del. Kenapa Bunga nggak kamu ajak ke Ibuk?" tanya wanita bertubuh kurus jangkung itu to the point.
Adel menelan ludahnya satu kali.
"Emm ... kebeneran aja, kemarin lebih deket ke sini, Mbak."
Bidan Niken memberi tatapan meneliti.
"Gimana dia?" Buru-buru Adel bertanya, demi menghindari pembicaraan tentang dirinya.
"Kooperatif kok. Aku kasih rujukan buat periksa ke dokter SpOG dan buat cek lab keseluruhan. Awalnya sempet ragu, tapi bukan karena biaya."
"Biaya sih dia ada ya?" timpal Adel.
"Pastinya. Cukup melimpah malah," sambung Bidan Niken, "Paham lah ya."
"Tapi akhirnya dia mau?"
Bidan Niken mengangguk, "Aku bilangin aja, selalu ada risiko yang nggak diharapkan, tapi lebih baik ketahuan di awal kan sebelum terlambat."
"Emangnya, bener ada sesuatu dari hasil periksa Mbak Niken?"
"Gerakan janinnya termasuk lemah, Del. Gitu juga denyut jantungnya. Jadi, aku saranin dia periksa USG ke rumah sakit. Bahkan bukan cuma yang biasa. Perlu yang transvaginal dan 4D."
"I see ..." Adel melempar tatapan nanar ke ujung meja. "Dan dia masih nggak tahu siapa bapaknya bayi itu?"
"Lebih kepada nggak mau tahu, Del. Dia bilang nggak usah nyari. Biar dia yang ngurus sendiri bayinya."
"Itu juga kalo dia mutusin buat ngerawat bayinya," celetuk Adel.
"Dia bilang iya, sambil nangis, mau rawat bayinya sendiri," Bidan Niken menghela napas. "Aku bilangin aja, nggak usah khawatir, nanti dibantuin belajar soal newborn baby, termasuk menyusui, dan lain-lain."
Adel mengangguk-anggukkan kepalanya.
"See? Nggak salah kan bawa dia ke sini. Kalau langsung berhadapan sama Ibuk mungkin dia bakal agak ... terintimidasi."
Bidan Niken terkekeh pelan, lalu berdeham.
"Nggak bermaksud menormalkan apa yang udah Bunga perbuat, tapi, setiap orang berhak dapet second chance. Ya kan? Buat jadi seseorang yang lebih baik."
"Iya."
"Termasuk kamu."
"Aku?" Adel tertegun.
"Iya," sambung Bidan Niken sembari menyodorkan setoples kue kering ke hadapan Adel. "Kamu dicariin sama Sitta dan Dyon."
Benak Adel dipenuhi memori pemandangan water birth Sitta yang indah.
"Aku ikut visit bareng Lola. Aku tanya Adel ke mana. Lagi break, kata Lola," Bidan Niken menjeda sendiri kalimatnya. "Ada sesuatu yang mau kamu ceritain, Del?"
"Apa kabar Sitta?"
"Baik-baik. Mereka sekeluarga tampak sehat dan happy. Sitta, Dyon, sama baby D."
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby-To-Be
FantasiaMeski berprofesi sebagai birth doula, Adelia sendiri tak pernah ingin menjalani kehamilan. Pengalaman buruk keluarganya di masa lalu membuat Adel menganggap dirinya akan turut mewarisi kegagalan yang sama. Sampai kemudian, Adel didatangi Bo, seekor...