Saat terbangun keesokan paginya, Adel mendapati Mama dan Manda tengah bersiap-siap memulai aktivitas memasak dan menyiapkan pesanan para pelanggan kateringnya. Rasa hangat serta-merta menyergap. Dari sinar mentari yang menembus langsung dari pintu halaman yang sengaja dibuka lebar-lebar, pun dari pemandangan Mama dan Manda yang asyik menata setiap kotak makanan seraya bercengkerama.
Ada senandung lagu dan canda tawa yang terselip di antara mereka. Bertahun-tahun yang lalu, jangankan tertawa, untuk bisa bangkit dari tempat tidur saja rasanya begitu sulit. Dua wanita di hadapan Adel ini benar-benar telah menumpahkan darah, keringat, dan air mata mereka karena berjuang menahan nyerinya tersakiti. Dua anggota keluarga terdekat Adel yang sama-sama kehilangan separuh jiwanya. Sama-sama terpuruk dan rapuh.
Namun kini, seiring berjalannya waktu, kata-kata "sembuh" tampaknya tak lagi mustahil terwujud. It is true that time heals everything. Tapi, bukan berarti manusia hanya diam dan menunggu waktu berlalu. Dari Mama dan Manda, Adel belajar bahwa kita bisa mengupayakan kesembuhan kita sendiri. Seperti Mama yang memilih pindah dari rumah lamanya. Juga Manda yang setuju membantu Mama membuka bisnis rumahan. Semua demi beranjak maju, berdamai, dan melupakan masa lalu.
Maka, ketika Manda menyapanya dan mengajak Adel turut serta membantu di dapur, perempuan itu tak lagi ragu. Dengan senyumnya yang lebar, Adel menyusun kotak-kotak makanan yang telah terisi, menghitung, dan mengecek kembali data para pemesan. Sembari bekerja, Mama sengaja menyuapkan nasi dan lauk yang kelebihan ke mulut putri bungsunya. Mereka pun tergelak, teringat kebiasaan Adel yang seringkali mencomot menu pesanan setiap kali menyambangi dapur.
Untuk sementara, ia bisa melupakan keluh kesahnya. Jika Mama dan Manda saja bisa kembali bahagia, tak ada lagi alasan bagi Adel untuk terus-menerus terjebak pada luka masa lalunya dan ketakutannya terhadap kegagalan.
"Ma, Manda, kalian masih sanggup ngerjain masakan ini berdua doang? Nggak mau cari karyawan buat bantu-bantu?" tanya Adel seraya mengupas jeruk di meja dapur.
"Aku udah sering nawarin lho ke Mama," sahut Manda, "Tapi Mamanya masih nggak mau aja."
Mama terkekeh. "Udah ada kan yang bantu-bantu di sini. Ceu Amih."
"Ceu Amih kan cuma bantu beres-beres rumah, Ma?"
"Ya enggak apa-apa, justru jadi membantu banget. Biar Mama fokus masak-masak aja." Senyum Mama terkembang.
Adel manggut-manggut, meski raut wajahnya masih menyiratkan kekhawatiran. Mengingat usia Mama yang tak lagi muda dan kondisi kesehatannya mulai menunjukkan gejala penurunan, Adel takut Mama terserang kelelahan.
"Kenapa kok tiba-tiba cemas gitu, Nak?" Mama bertanya balik, "Biasanya kamu kan yang paling cuek dan santai aja."
Manda ikut mengarahkan tatapannya pada Adel, mempertanyakan sikapnya yang sedari awal datang tampak berbeda dari biasanya.
"Ng–nggak kok, cuma kepikiran kalian aja," dalih Adel.
"Coba bayangin, sekian puluh tahun Mama merawat kalian sendirian. Mama sanggup-sanggup aja kan? Kalau cuma buat ngurus katering sih, apalagi dibantu Manda, cingcay laahh ...." kelakar Mama diakhiri dengan tawa renyahnya.
Setiap kali mendengar Mama tertawa lepas seperti itu, Adel merasa turut lepas juga semua kekhawatirannya.
"Ehm, abis ini, kamu bakal gantian nanyain aku lagi jangan-jangan?" celetuk Manda kemudian.
"Nanya apa emang, Man?"
"Kemarin itu, waktu di video call, tiba-tiba aja, nggak ada angin nggak ada hujan ... 'Man, lo kepengen hamil lagi nggak?'" Manda menirukan kata-kata Adel tempo hari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby-To-Be
FantasyMeski berprofesi sebagai birth doula, Adelia sendiri tak pernah ingin menjalani kehamilan. Pengalaman buruk keluarganya di masa lalu membuat Adel menganggap dirinya akan turut mewarisi kegagalan yang sama. Sampai kemudian, Adel didatangi Bo, seekor...
