(Not) Just a Casual Movie Night
"Nanti malem jadi kan? Ada X-Men: Dark Phoenix atau Annabelle. Ketemuan di Grand Plaza langsung aja, oke? Gua yang traktir. See you."
Chat yang kukirimkan siang tadi terlihat bertanda dua centang biru. Itu berarti sudah terbaca kan? Meski sampai petang tak juga dibalas, aku tetap berangkat menuju bioskop di salah satu mal pusat kota.
Malam ini, kebetulan aku sedang bebas tugas. Bar tempatku bekerja kedatangan staf baru yang masih pemula. Jadi, shift malamku hari ini sengaja dilimpahkan kepadanya. More practice makes perfect lah ya. Alhasil, aku bisa menghirup segarnya udara malam sekaligus menikmati waktu luang seperti orang-orang kebanyakan.
Sebelum meninggalkan rumah, kupastikan semuanya telah siap untuk berangkat. Bensin, aman. Duit, aman. Penampilan, lumayan. Di depan kaca mobil, kupandangi sesaat bayanganku. Karena ini judulnya main dan jalan, sengaja aku memilih pakaian yang juga santai. Kalau biasanya setiap kerja, setelan andalanku cuma seputar kemeja, polo shirt, dan celana serba hitam, kali ini aku mengenakan baju yang lebih nyaman. T-shirt abu-abu di balik kemeja tartan biru tua yang lengannya dilipat sampai siku, celana jeans, dan sepasang boots cokelat sejenis Timberland tapi produk lokal punya.
Rambut semi gondrongku sengaja kuikat half man bun saja supaya simpel. Satu-satunya aksesoris yang kupakai hanya jam hitam di pergelangan tangan. Tak lupa juga kusemprotkan parfum beraroma musk demi menjaga penciuman orang-orang sekitar. Well, kalau dikatakan terlalu niat sepertinya tidak juga ya, tapi at least penampilanku cukup rapi dipandang.
Sesampainya di Grand Plaza Mal, suasana terpantau ramai. Padahal ini bukan weekend. Khususnya di area bioskop, yang jadi tujuan utamaku kemari. Terlihat antrean berderet mengisi seluruh loket yang dibuka. Aku berdiri agak jauh di belakang. Belum berniat bergabung ke barisan.
Kurogoh saku celana dan mengecek ponsel. Belum juga ada balasan. Jadinya nonton X-Men atau Annabelle nih? Eh, atau Toy Story? Kutekan tombol hijau di layar sampai terdengar nada panggilan. Masih juga tak tersambung.
Kucoba mengirimkan satu pesan.
"Gua udah nyampe nih. Lo di mana? Jadi film apa kita?"
Centang satu.
Oke lah, mungkin perempuan itu masih on the way. Semoga saja.
Kucocokkan jadwal pemutaran film dengan jarum jam di tangan. Kira-kira masih ada waktu setengah jam untuk menunggu. Tapi kayaknya lebih baik menentukan segera deh. Belum mengantre tiketnya. Kalau nanti kehabisan atau kebagian tempat duduk di posisi yang kurang oke kan mana seru?
Aku berdiri dan mulai sok-sok menganalisis. Pertama, dari panjang antrean. Kedua, dari jadwal tayang. Ketiga, dari selera kami berdua.
Untuk panjang antrean dan jadwal tayang, ternyata tak terlalu berbeda signifikan. Jadi, pertimbangannya tinggal soal selera. Action superhero vs horor. Aku pribadi lebih memilih X-Men ketimbang Annabelle. Bukannya penakut, cuma lebih kepada penasaran sama another Marvel series. Tapi kalau dia, hmm, seandainya ada romance comedy, hampir pasti dia bakal pilih itu. Makanya, tadi sempat terlintas pilihan Toy Story yang agak nyerempet dikit lah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby-To-Be
FantasíaMeski berprofesi sebagai birth doula, Adelia sendiri tak pernah ingin menjalani kehamilan. Pengalaman buruk keluarganya di masa lalu membuat Adel menganggap dirinya akan turut mewarisi kegagalan yang sama. Sampai kemudian, Adel didatangi Bo, seekor...